gejala stres anak

Memupuk Perkembangan Sosial dan Moral Anak

Keterampilan sosial alangkah baiknya jika diajarkan sejak anak masih kecil. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka dibutuhkan strategi dan pelatihan yang tepat. Dalam hal ini, metode Montessori menyediakan cara untuk melatih perkembangan sosial dan moral anak melalui kegiatan sehari-hari secara komprehensif dan aplikatif.

Keterampilan bersosialisasi akan mudah jika anak sudah dikenalkan cara bersosialisasi dengan baik. Proses sosialisasi akan lancar jika anak mampu dengan lebih baik memahami kondisi orang lain. Dengan memahami orang lain, anak akan mengembangkan satu sikap penting dalam kehidupan yaitu menghormati orang lain.

Sebagai model pengasuhan, metode Montessori sangat mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang dapat melatih anak untuk mengembangkan dan memperkuat sikap saling menghormati orang-orang di sekitarnya. Metode parenting yang dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori ini memuat cara-cara bersosialisasi mulai dari lingkungan terdekat yaitu orang tua, teman, dan orang-orang baru yang ditemuinya di lingkungan yang lebih luas.

Dalam buku The Montessori Child, Simone Davies dan Junnifa Uzodike memberikan langkah-langkah yang praktis dan konseptual untuk merangsang latihan fisik, afeksi, dan kognitif guna mengembangkan hubungan saling menghormati di dalam lingkungan keluarga hingga ke lingkungan yang lebih luas.

Poin-poin yang dibahas antara lain memahami cara anak berinteraksi, cara merespons situasi baru, orang tua dan orang dewasa lain, cara merespons dalam kelompok, cara menyelesaikan perselisihan, cara bertenggang rasa, hingga mengamati kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk perkembangan sosial anak. Davies dan Uzodike mengajak pembaca memahami secara komprehensif apa saja yang terjadi dalam proses belajar bersosialisasi anak.

Dr. Montessori menekankan pentingnya membangun kohesi sosial yaitu ketika semua masyarakat saling bekerja sama membangun lingkungan sekitar demi kebaikan semua. Hal ini menunjukkan bahwa metode Montessori bersifat sosial dan universal. Untuk menanamkan semangat tersebut pada anak, kita perlu memahamkan anak bahwa setiap makhluk hidup yang ada di bumi saling terkait.

“Pada ranah perkembangan pertama, anak bukan sekadar menyerap bahasa dan budaya—dia juga menyerap nilai-nilai dan keyakinan yang akan menjadi fondasi perkembangan moralnya” (The Montessori Child, hlm. 137). Faktor inilah yang membuat anak akan sangat membutuhkan teladan moral dari orang-orang di sekitar, alih-alih sekadar perintah apalagi ancaman. Bagi umat beragama, agama juga sangat bermanfaat untuk menanamkan moral pada anak.

Pada tahap perkembangan anak usia 6–12 tahun, Dr. Montessori menyebutnya sebagai “usia tidak sopan”. Pada usia ini sering kita temui anak suka:

  • mengadu dan melaporkan orang lain pada orang tua;
  • mengeksplorasi batas antara perilaku sopan dan tidak sopan;
  • menentang perilaku orang lain padanya yang membuatnya tidak nyaman.

Walaupun begitu, orang tua harus tetap tenang menghadapi ini. Sebab, di samping sifat anak yang kurang sopan, anak juga mulai memiliki akal budi dan imajinasi. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengajak anak berempati, menganalisis, dan mengeksplorasi berbagai macam perilaku dan kemungkinan.

Dalam metode Montessori, orang tua dilarang memaksakan sopan santun dan tata krama. Orang tua harus mencari cara alternatif yang lebih halus yaitu menjaga sikap saling menghormati sekaligus memberi contoh sikap sopan santun dan tata krama dalam kehidupan sehari-hari. Contoh kecilnya adalah orang tua tidak menggunakan kata-kata kasar dalam berkomunikasi dengan siapa pun, termasuk kepada teman akrab yang sedang bermain di rumah ataupun ketika sedang marah.

Adapun kendala moral seperti berbohong kepada anak, orang tua juga harus lebih berhati-hati dan tetap tenang untuk menyikapinya. Tidak diperkenankan untuk menyudutkan dan memarahi anak. Tetapi, kita cari alasan mengapa mereka melakukan itu.

“Anak biasanya berbohong bukan dengan niat jahat. Terkadang dia berbohong secara spontan demi melindungi diri. Terkadang dia menguji kita untuk mencari tahu akankah dia ketahuan atau dimaklumi.” (The Montessori Child, hlm. 147)

Menjadi Makhluk Sosial

Untuk menanamkan lingkungan yang bersifat sosial maka semua keunikan anak harus diakui. Setiap anak harus merasa diterima apa adanya. Anak juga diajari untuk memahami dan menghargai identitas orang lain. Orang tua bisa memberikan pengalaman langsung untuk mengenal orang dari berbagai macam latar belakang dan strata ekonomi.

Anak-anak sedang belajar bersama mengenyam pendidikan

Dengan bertemu orang dari berbagai macam suku dan budaya, anak akan bisa menekan prasangka dan rasa takut. Dalam konteks ini anak juga bisa belajar tentang keadilan. Anak bisa mengenali perasaan betapa tidak menyenangkannya diperlakukan tidak adil. Oleh sebab itulah di sini sangat strategis untuk memberi pemahaman terhadap anak agar selalu berbuat adil kepada siapa pun tanpa terkecuali.

Dengan pemahaman konsep keadilan yang konkret dari metode Montessori maka anak akan lebih mudah membangun hubungan sosial yang penuh hormat dengan orang-orang di sekitarnya. Untuk dapat membaca lebih detail dan menyeluruh tentang metode Montessori, pembaca bisa memesan buku terbitan Bentang Pustaka, The Montessori Child: Panduan Orang Tua dalam Membesarkan Anak yang Berdaya, Berpikir Kreatif, dan Berhati Welas Asih karya Simone Davies dan Junnifa Uzodike. Buku ini bisa didapatkan di toko buku terdekat atau bisa dipesan secara online melalui website www.bentangpustaka.com

Belajar Menghormati ala Montessori

Sikap saling menghormati yang terbentuk dengan baik di lingkungan keluarga akan menjadikan suasana yang kondusif dan menyenangkan. Tentunya hal ini tidak bisa tercipta atau terbentuk dengan sendirinya. Sikap saling menghormati sangat dipengaruhi dari bagaimana anak mendapatkan pengasuhan dan juga pengalaman yang dialaminya sejak kecil. Di sinilah metode Montessori bisa menjadi acuan utama dalam membentuk hubungan saling menghormati di lingkungan keluarga ataupun lingkungan yang lebih luas.

Kebanyakan orang menyangka mengasuh dan membesarkan anak adalah keterampilan alami sehingga tidak perlu dipelajari secara formal. Hal itulah yang membuat kebanyakan orang tidak mempersiapkan dengan baik pada saat akan menjadi orang tua. Hal itu berdampak signifikan ketika mereka melewatkan masa saat anak di usia seharusnya mendapatkan stimulus sehingga keterampilan sosialnya yang penuh hormat tidak terasah dengan maksimal.

Metode Montessori memberikan perincian yang komprehensif sekaligus aplikatif dalam upaya membangun hubungan saling menghormati antaranggota keluarga. Hal itu akan mempermudah penerapannya di lingkup keluarga.

Menghormati Saudara

Untuk menstimulus hubungan yang baik dan saling menghormati antara kakak dan adik, metode Montessori memberikan langkah-langkah yang sangat lengkap dan komprehensif. Pakar pendidikan dan pengasuhan dengan pendekatan Montessori, Simone Davies dan Junnifa Uzodike dalam bukunya yang terbaru berjudul The Montessori Child: Panduan Orang Tua dalam Membesarkan Anak yang Berdaya, Berpikir Kreatif, dan Berhati Welas Asih (Bentang Pustaka, 2024) memaparkan urutannya sebagai berikut: Memulai sejak dini, memupuk kedekatan dengan kakak, tidak membanding-bandingkan, menyediakan tempat bermain bersama, tetap netral ketika kakak adik berselisih pendapat, menjalin kedekatan dengan masing-masing secara individual, mengutamakan keadilan dan kesetaraan, mendorong anak-anak untuk mengekspresikan perasaan terhadap satu sama lain, dan melakukan observasi jika ada pertengkaran.

Sikap menghormati antarsaudara juga bisa dipupuk dengan aktivitas saling berbagi. Dengan berbagi dan antre menggunakan barang atau mainan, anak juga belajar bersabar dan menghargai pekerjaan orang lain. Oleh sebab itu, akan sangat baik jika ada kesepakatan yang jelas di rumah tentang cara berbagi agar mudah dipahami oleh anak.

Memperkenalkan cara menyela atau meminta perhatian juga bisa diajarkan sejak kecil. Misal jika orang tua sedang menelepon, anak diajari untuk menyentuh pundak sebelum berbicara atau menyela untuk mendapatkan perhatian.

Menghormati saudara yang lebih muda juga ditekankan untuk menghilangkan egoisme senioritas pada kakak. Misalnya kita bisa memberi pemahaman bagaimana bersikap adil dalam berbagi.

Berbagi

Metode Montessori sangat menekankan sikap atau perilaku berbagi. Hal ini sesuai dengan prinsip Montessori yang mendorong untuk hidup dengan semangat kebersamaan. Disebutkan pula dalam buku The Montessori Child: Panduan Orang Tua dalam Membesarkan Anak yang Berdaya, Berpikir Kreatif, dan Berhati Welas Asih bahwa Dr. Maria Montessori meyakini dengan belajar berbagi, anak akan belajar bersabar dan menghormati pekerjaan orang lain sekaligus menekan rasa kompetitif yang negatif (The Montessori Child, hlm. 151).

 

Perilaku berbagi ini meliputi kesepakatan tentang barang atau perangkat yang digunakan di rumah, barang istimewa untuk tiap anak, menyimpan barang yang akan dibagi ketika ada tamu, dan bagaimana cara menyelesaikan perselisihan yang mengemuka.

Dalam berbagi, orang tua juga bisa mengajak anak-anak untuk bernegosiasi tentang kegiatan-kegiatan di luar rumah. Misalnya dalam kegiatan olahraga di lapangan, kita bisa mengajari anak untuk bernegosiasi untuk menentukan siapa yang akan menendang bola terlebih dahulu, siapa yang menempati posisi penendang atau kiper, atau membuat giliran siapa yang melempar dan siapa yang memukul.

Metode pengasuhan Montessori tentang berbagi sebagai usaha membangun sikap hormat kepada anggota keluarga dan lingkungan sekitar ini dengan terperinci dijelaskan dalam buku berjudul The Montessori Child: Panduan Orang Tua dalam Membesarkan Anak yang Berdaya, Berpikir Kreatif, dan Berhati Welas Asih karya Simone Davies dan Junnifa Uzodike. Buku yang diterbitkan Bentang Pustaka ini dapat dibeli di toko-toko buku terdekat atau dipesan melalui website: www.bentangpustaka.com

Good Inside: Parenting Anak Gaya Baru yang Lebih Welas Asih

Parenting anak atau pola pengasuhan anak mengalami perbedaan zaman membuat kita sebagai orang tua senantiasa upgrade diri untuk mengasuh anak. Dulu, kita terbiasa diasuh dengan arogan bahkan penuh dengan kekerasan. Namun kini, dengan perkembangan ilmu parenting dan kemudahan akses untuk belajar, mengasuh anak bisa dilakukan dengan cara  yang lebih welas asih.

Baca Juga: Pola Asuh yang Baik Mulai Terapkan Hal Ini!

Parenting Anak Dimulai dari Perkembangan Diri Orang Tua

Selama ini ketika berbicara tentang parenting anak, fokus pembahasannya selalu membahas bagaimana mengasuh anak. Tanpa melihat lebih dalam bagaimana kondisi sang pengasuh dalam hal ini adalah kita, orang tua. Menurut penulis Good Inside, Dr. Becky Kennedy dalam model pengasuhan Good Inside lebih mengedepankan perkembangan diri daripada perkembangan anak.

Mengapa? Ketika orang tua sebagai pengasuh anak bisa berwelas asih kepada diri sendiri, memiliki kendali dalam pengaturan diri, dan akhirnya memiliki kepercayaan diri yang baru. Parents nantinya akan merasa utuh dalam membekali anak dengan sifat-sifat dan keinginan untuk terus bertumbuh.

Prinsip Parenting Anak Gaya Baru Ala Good Inside

Ada beberapa prinsip yang membuat parenting anak ala Dr. Becky dalam buku Good Inside bisa jadi perspektif baru dalam mengasuh anak. Prinsip-prinsip pengasuhan Dr. Becky didapat dari riset dan proses kreatif sebagai psikolog klinis. Beberapa prinsip parenting anak ala Dr. Becky dalam buku Good Inside antara lain:

Berhati Baik

Memegang keyakinan bahwa anak-anak dan orang tua pada dasarnya berhati baik adalah kunci parenting anak . Dengan kepercayaan ini, sebagai orang tua, Parents akan didorong untuk senantiasa mencari tahu alasan dibalik perilaku anak, termasuk perilaku buruk.  Harapannya dengan adanya prinsip ini, kita lebih fokus untuk merangkul anak daripada terus berpikir buruk tentang perilaku anak. 

Tujuannya bukan untuk berpihak pada kesalahan apabila anak kita berbuat buruk, tapi membedakan anatara anak dengan perilaku. Membedakan identitas seseorang dengan perilaku adalah kunci menciptakan ruang interaksi yang dapat menjaga hubungan dan sekaligus membawa perubahan yang berdampak.

Pentingnya Tahun-Tahun Awal

Berbicara soal parenting anak usia dini tidak hanya fokus saat usianya telah menginjak 2 atau 3 tahun saja. Bahkan saat mereka baru lahir, pola asuh orang tua punya pengaruh yang kuat untuk tumbuh kembang anak kedepannya. Anak-anak akan mengingat tahun-tahun awal yang mereka lewati bahkan sejak 0-3 tahun usianya. 

Tentu mereka tidak akan mengingat dan tidak bisa menceritakan. Namun mereka dapat mengingat dengan sesuatu yang lebih kuat yakni tubuh. Dr. Becky berprinsip bahwa, cara orang tua berinteraksi dengan anak-anak pada tahun-tahun awal adalah tonggak tumbuh kembang anak selanjutnya. Dengan kata lain, pengalaman anak dengan orang tuanya di tahun awal mempengaruhi cara mereka berpikir tentang diri dan sekitarnya di masa depan.

Perawatan Diri

Parents tentu sering mendengar bahwa memiliki anak berarti mengorbankan diri sendiri. Bahkan ada yang sampai merasa bahwa, saat mengemban tanggung jawab mengurus anak, Parents nggak lagi berhak mengurus diri sendiri. Ini adalah bentuk kesalahpahaman dari pemahaman parenting anak. Padahal, bagaimana bisa kita mengurus anak apabila kita sendiri tidak punya energi?

Dalam buku Good Inside, Dr. Becky mengingatkan, orang tua tidak akan bisa mencurahkan energi kepada anak-anak bila tidak memiliki energi untuk diberikan. Parents” tidak bisa memancarkan kesabaran saat mengasuh anak jika tidak sabar kepada diri sendiri. Kita tidak dapat mengubah hal-hal di luar diri kita sebelum mengubah internal diri kita.

Dalam buku Good Inside ada berbagai strategi perawatan diri untuk orang tua yang disarankan. Buku ini tidak hanya memuat teori atau hanya pemaparan informasi dari Dr. Becky. Good Inside banyak tips parenting anak yang memuat strategi sebagai bentuk praktik dari parenting anak. 

Buku karya penulis yang mendapat penghargaan “The Millennial Parenting Whisperer” dari majalah Time ini sudah siap membersamai proses belajar Parents dalam parenting anak, ya! Sudah tersedia di Shopee Bentang Official! Dan dapatkan banyak penawaran menarik~

 

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta