Merdeka Belajar: Gimana Opini Toto Rahardjo tentang Hal Itu?
Semboyan atau jargon merdeka belajar pastilah sudah sering kamu dengar. Ya, konsep belajar baru sedang coba pemerintah usung. Baik itu dari tingkat sekolah dasar, menengah, atas, hingga perguruan tinggi. Pertanyaannya, apakah kemerdekaan dalam belajar sudah benar-benar ada?
Sebagai fasilitator pendidikan, Toto Rahardjo turut mengkritisi jargon tersebut. Menurutnya, jangan sampai pemerintah sudah merasa memberikan kemerdekaan belajar, sementara implementasi di lapangan tidak demikian. Apalagi sejarah kurikulum yang kerap berganti seiring pergantian menteri justru mempengaruhi kualitas pendidikan itu sendiri.
Dalam buku Manusia Tanpa Sekolah, ada topik yang menuangkan pemikiran Toto Rahardjo mengenai merdeka belajar ini. Coba simak secuil bocorannya dari Bentang Pustaka berikut ini ya!
Anak-Anak Belumlah “Bebas” Belajar
Kata “merdeka” identik dengan kata “bebas.” Nah, apakah sistem pendidikan saat ini sudah benar-benar membebaskan anak dalam belajar? Benarkah anak-anak sudah menikmati haknya dalam memperoleh pendidikan dengan tepat?
Nyatanya, praktik belajar di sekolah belumlah sebebas yang orang bayangkan. Hingga kini, pasti masih saja ada murid yang bersekolah dengan rutinitas duduk dan mendengarkan guru. Ibaratnya guru lebih banyak aktif sekaligus mendominasi proses belajar.
Bagi Toto, guru semestinya berperan sebagai fasilitator saja. Tugasnya ya mendampingi anak dalam belajar, bukan sekadar mengatur apalagi mendikte. Seorang anak hendaknya dapat mengeksplorasi diri dan menemukan cara paling nyaman buatnya belajar.
Kamu setuju dengan gagasan Toto ini nggak? Kalau mau tahu lebih mendalam, kamu mesti baca bukunya sampai selesai!
“Merdeka Belajar” Layaknya Jargon
Karena tidak semua sekolah sanggup mempraktikkan merdeka belajar dengan tepat, maka lagi-lagi tujuan besar itu menjadi sebatas jargon. Toto juga turut mengkritisi bahwa kebijakan baru ini tidak sepenuhnya banyak memberi perubahan pada pendidikan Indonesia.
Polesan indah pada kata tidak punya banyak arti jika implementasi di lapangan masih berantakan. Pemerintah butuh serius mewujudkan kemerdekaan belajar ini, baik dengan sekolah, pendidik, hingga orang tua. Ingat, pendidikan seorang anak tidak hanya bergantung pada sekolah bukan?
Praktik Belajar Hanya Demi Kelulusan
Selain menyoroti kebijakan pemerintah, Toto pun turut menyuarakan metode belajar anak-anak sekolah. Sejak dulu, banyak anak rajin belajar demi sebuah nilai. Belum lagi pada akhirnya kelulusan seorang anak hanya ditentukan dari hasil ujian selama beberapa hari.
Berkaca dari hal tersebut, esensi belajar yang sebenarnya pun hilang. Anak tak lagi menggali rasa ingin tahu akan banyak hal, tetapi hanya sebatas agar lulus sekolah. Proses belajar pun bukan jadi hal bermakna karena yang penting adalah hasilnya.
Gagasan Toto ini memang unik ya. Kamu benar-benar harus baca Manusia Tanpa Sekolah jika ingin memasuki pemikirannya yang luar biasa.
Peran Orang Tua dalam Belajar Anak
Coba kamu renungkan, sebenarnya proses belajar dan pendidikan itu tanggung jawab guru atau orang tua? Apakah selama ini orang tua terkesan menyerahkan semua masalah belajar anak ke guru saja? Lalu, peran orang tua yang tepat itu seharusnya seperti apa?
Bagi Toto, baik orang tua maupun guru sebenarnya memiliki fungsi sama dalam pendidikan anak, yakni fasilitator. Oleh sebab itu, butuh sinergi keduanya untuk mengembangkan proses belajar anak. Orang tua tidak bisa hanya “menyerahkan” anak ke guru. Bagaimana pun juga, pendidikan pertama anak justru berasal dari rumah bukan?
Selama anak belajar di rumah, itulah waktu paling tepat buat orang tua terlibat di dalamnya. Alih-alih hanya menemani anak dalam zoom meeting, bukankah lebih baik jika orang tua ikut terlibat dalam proses belajarnya?
Itulah tadi cuplikan pemikiran dari sosok Toto Rahardjo dalam buku Manusia Tanpa Sekolah. Masih banyak gagasan lain dari beliau yang unik dan cerdas. Yuk, buruan pesan bukunya hanya di https://linktr.ee/Bentang sekarang!
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!