Menjaga Privasi Anak sebagai Bentuk Perlindungan Anak
Diskusi mengenai perlindungan anak sudah sering kita dengar, apalagi pada Hari Perlindungan Anak Sedunia setiap 1 Juni. Banyak pihak mendiskusikan cara melindungi anak dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang dewasa. Namun, masih jarang ada pihak yang mendiskusikan perlindungan privasi anak. Padahal, privasi anak adalah hal yang, sadar atau tanpa sadar, sering orang tua langgar. Oleh sebab itu, berguna sekali sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran orang tua mengenai pentingnya menjaga privasi anak.
Privasi adalah keleluasaan pribadi ketika anak memiliki ruang pridadi untuk dirinya dan dunianya sendiri. Privasi tidak hanya penting bagi orang dewasa, tetapi juga bagi remaja dan anak-anak. Semua orang membutuhkan privasi karena privasi dibutuhkan untuk membuat orang nyaman dengan dunia kecil mereka ketika mereka bisa berkembang dengan dirinya sendiri.
Dewasa ini, ada dua macam privasi, yaitu privasi dalam dunia nyata dan privasi digital. Keduanya saling berkesinambungan satu sama lain. Privasi dalam dunia nyata yaitu privasi yang anak miliki tanpa gangguan dari orang di sekitar mereka. Contohnya, orang tua tidak bisa seenaknya mengambil barang pribadi anak, membaca buku harian, atau membuka gallery foto mereka tanpa seizin anak. Sementara itu, privasi digital artinya keleluasaan dalam dunia digital saat informasi-informasi pribadi seperti data dan foto anak tidak disalahgunakan atau tersebar sembarangan tanpa seizin anak.
Privasi dalam dunia maya atau digital sekarang tidak kalah pentingnya dengan privasi dalam dunia nyata karena dunia digital sudah termasuk tempat anak hidup. Apalagi anak Gen Z dan Gen Alpha adalah digital native yang sudah mengenal dunia digital sejak mereka kecil. Mereka juga akan tumbuh bersama perkembangan dunia digital.
Cara Menjaga Privasi Anak
Menentukan batasan pelanggaran privasi pada anak memang cukup sulit karena anak masih belum bisa menentukan batasan privasinya sendiri. Oleh karena itu, orang tua perlu membuat batasan privasi anak. Namun, perlu diingat bahwa ketika orang tua membuat batasan privasi anak, yang perlu orang tua pikirkan adalah perasaan dan dampak bagi anak. Setiap orang tua memang ingin yang terbaik bagi anak, tetapi tak jarang juga ego orang tua yang menjadi motivasi dalam memutuskan sesuatu. Contohnya, ketika orang tua membaca buku harian anak, perlu ditanyakan motivasi orang tua, apakah kita membaca buku harian anak murni karena kita ingin menjaga anak atau karena kita penasaran, khawatir, atau tidak percaya kepada mereka dan membaca buku harian anak akan menenangkan kita?
1. Perhatikan Sinyal yang Diberikan Anak
Salah satu cara yang harus diperhatikan dalam menentukan batasan privasi anak reaksi anak terhadap sesuai yang kita lakukan terhadap mereka. Perhatikan reaksi anak ketika kita mencoba mengambil foto mereka, apalagi membagikannya ke media sosial. Jika anak marah atau menunjukkan reaksi tidak suka, kita harus menghargai keinginannya dan berhenti mengambil foto anak. Begitu pula jika anak kita tidak suka kita menjelajahi barang pribadinya, sebaiknya kita tidak melakukannya lagi tanpa seizin anak. Jika keadaan mendesak, orang tua perlu meminta izin anak.
Bukan hanya melindungi mereka dari pelanggaran yang kita lakukan, kita juga perlu melindungi privasi anak dari pelanggaran yang dilakukan orang lain. Dalam dunia nyata, anak-anak sering diajak berinteraksi oleh orang dewasa di sekitar mereka seperti digendong, diajak bermain, dan sebagainya. Hanya karena anak tidak bisa protes secara jelas, bukan berarti anak merasa nyaman diperlakukan seperti itu. Orang tua harus memperhatikan sinyal-sinyal yang anak berikan seperti rengekan atau tangisan.
2. Batasi Membagikan Foto Anak di Sosial Media
Sementara itu, privasi anak di dunia digital bisa kita jaga dengan tidak menyebarkan foto atau aktivitas anak sesuka kita. Saat ini, banyak orang tua yang mengekspos foto dan kegiatan anak di sosial media untuk bersenang-senang, bahkan untuk menghasilkan uang. Hal tersebut pastinya memiliki risiko.
Jika memang anak menyetujui dan menyukainya, orang tua tetap perlu membatasi unggahan foto anak di media sosial. Karena anak masih belum bisa rasional, dan hanya memikirkan kesenangan sesaat, keputusan dan pertimbangannya tidak bisa diterima mentah-mentah, apalagi jika anak belum tahu risiko dari penggunaan media sosial. Selain itu, kemungkinan anak untuk menyesal pada kemudian hari juga besar karena anak mementingkan kesenangan sesaat. Jika kita ingin mengunggah foto anak di media sosial, kita bisa mengikuti cara yang diterapkan oleh pasangan selebritas Raisa dan Hamish ketika mereka tidak menampilkan wajah si anak.
Akibat Tidak Menjaga Privasi Anak
Pelanggaran privasi anak dapat berdampak pada keadaan mental dan keselamatan anak. Dampak pelanggaran privasi kepada mental anak bisa dirasakan pada masa sekarang atau masa mendatang. Ketika privasi anak sering dilanggar, anak akan merasa tidak aman. Seringnya melangkahi wilayah pribadi anak akan membuat mereka merasa waswas. Waspada jika buku hariannya akan dibaca oleh kita sehingga mereka tidak merasa aman untuk mencurahkan perasaannya dengan bebas, atau waspada terhadap kehadiran kamera atau orang lain yang datang mengunjungi mereka.
Selain itu, seringnya mengunggah foto atau aktivitas anak di media sosial bisa mengakibatkan anak merasa malu pada masa mendatang. Aktif mengunggah foto anak, baik yang terlihat normal maupun memalukan bisa membuat anak malu ketika mereka sudah beranjak remaja atau dewasa, terlebih karena kemungkinan untuk di-bully oleh teman sebaya cukup tinggi. Karenanya, kita perlu mempertimbangkan dengan matang keputusan kita untuk menggugah foto anak di media sosial.
Dari segi keselamatan, pelanggaran privasi anak di media sosial akan menyebabkan anak rentan terhadap penculikan anak. KPAI menyatakan bahwa metode penculikan anak dewasa ini sudah bergeser menggunakan media sosial. Ketika data diri dan foto anak tersebar di media sosial, oknum tak bertanggung jawab akan sangat mudah untuk melacak keberadaan anak.
Karena pentingnya privasi, banyak buku dan metode parenting yang menekankan orang tua untuk memberikan ruang pribadi pada anak, seperti metode Montessori dan gentle parenting. Untuk lebih mengerti cara menghargai ruang tersebut, orang tua bisa belajar dari buku parenting yang membahas metode-metode tersebut. Membaca buku parenting dapat membantu kita mengambil langkah yang tepat. Salah satu judul buku yang menjelaskan metode gentle parenting adalah Gentle Discipline yang sudah diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!