Lord of the Flies: Betapa Mengerikannya Sifat Asli Manusia
Novel Lord of the Flies yang pertama kali terbit pada tahun 1954. Kini novel ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Sejak terbitan pertamanya, tulisan klasik William Golding ini telah mendapatkan banyak penghargaan. Salah satu penghargaannya adalah Nobel. Novel ini juga masuk ke dalam Modern Library 100 Best Novels, 100 Novel Berbahasa Inggris Terbaik versi Majalah Time pada 2005. Selain itu, buku ini telah diadaptasi ke berbagai media, seperti radio, film, pentas teater, dan pertunjukan balet.
Penyintas dan Kejahatan
Sebagai novel alegoris, Lord of the Flies memiliki kisah sebagai metafora dari berbagai sifat manusia. Juga, novel ini memiliki pesan moral yang kuat tentang politik dan sosial. Dikisahkan, ada sekumpulan anak yang terdampar di pulau terpencil menjelang akhir perang dunia, sendirian tanpa orang dewasa. Di pulau tersebut, anak-anak itu berusaha membentuk tatanan sosial agar dapat bertahan hidup.
Melalui karakter Ralph, Piggy, Jack, dan anak-anak lainnya, pembaca dapat melihat berbagai karakter manusia. Tidak ada yang murni hitam maupun putih, semuanya memiliki alasan tersendiri atas segala tindakannya. Namun pada akhirnya, sebuah tragedi merenggut kepolosan anak-anak itu. Yang tersisa dari mereka hanyalah insting untuk bertahan hidup. “We did everything adults would do. What went wrong?” adalah salah satu kutipan yang akan “menampar” siapa pun yang membacanya.
Plot yang Meneror
Tidak hanya kaya akan metafora, William Golding berhasil membolak-balik perasaan pembaca dengan plot yang mind blowing. Pada bagian tengah hingga akhir, pembaca seakan tidak diberikan waktu untuk beristirahat dan terus merasakan ketegangan. Misteri-misteri pun perlahan terkuak, termasuk fakta tentang “si Buas” yang meneror anak-anak itu. Membaca Lord of the Flies tidak hanya mendapatkan hiburan, melainkan kesadaran tentang begitu mengerikannya “sifat asli” manusia. Pembaca juga disuguhkan dengan keindahan pantai sebagai latar suasana, begitu pula dengan dunia apokalistik sebagai latar waktu.
Novel Lord of the Flies adalah bacaan yang cocok bagi siapa saja yang menyukai sastra klasik dengan banyak pesan moral tersirat di dalamnya. Bagaimana? Tertarik membaca? Layaknya menaiki roller coaster, siap-siap merasakan berbagai macam emosi dalam satu waktu!
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!