What LPDP Awardee Say, Sindiran Sekaligus Kepedulian

Tujuan baik belum tentu mendapat respons yang positif. Pendapat tersebut relevan dengan keberlangsungan program beasiswa LPDP. Beasiswa yang diselenggarakan sejak 2012 dan didanai oleh negara itu terbukti menghasilkan alumni yang berkualitas. <p style="text-align: justify;">Tujuan baik belum tentu mendapat respons yang positif. Pendapat tersebut relevan dengan keberlangsungan <a href="https://mizanstore.com/indonesia_2045_61683"><span style="color:#0000FF;">program beasiswa LPDP</span></a>. Beasiswa yang diselenggarakan sejak 2012 dan didanai oleh negara itu terbukti menghasilkan alumni yang berkualitas. Mereka mengenyam ilmu di kampus bonafide, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun, dalam perjalanannya, muncul permasalahan-permasalahan yang akhirnya mencuat di ruang media sosial hingga muncul <em>hashtag</em> #LPDPAwardeeSay.</p>

<p style="text-align: justify;">Berkaca pada misi kebangsaan yang diemban oleh para <a href="https://mizanstore.com/indonesia_2045_61683"><span style="color:#0000FF;">penerima beasiswa (<em>awardee</em>) LPDP</span></a>, mereka diharapkan mendedikasikan ilmunya untuk kemajuan bangsa. Namun, kenyataannya tidak sedikit dari mereka yang memilih berkarya di luar negeri. Bahkan, ditemukan pula aparatur sipil negara (ASN) yang memutuskan bekerja di luar negeri tak lama usai lulus kuliah.</p>

<p style="text-align: justify;">Berdasarkan sumber dari mediaindonesia.com yang mewawancarai Bambang Subiyanto, Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dijumpai fakta bahwa penerima beasiswa pemerintah tidak pulang ke Indonesia, tetapi malah memutuskan bekerja di negara tempat dia menimba ilmu. Selain modus “tidak pulang” itu, ada pula modus “pulang untuk kembali”, yakni penerima beasiswa tersebut pulang sebentar ke Tanah Air, lalu beberapa waktu kemudian menyatakan berhenti bekerja dari kantornya untuk kembali ke negara tempat dia berkuliah. Sudah barang tentu, motif kepindahan mereka adalah motif ekonomi.</p>

<p style="text-align: justify;">Di negara seberang, dia mendapatkan penghasilan yang jauh lebih baik. Permasalahan <em>awardee</em> yang berpindah ladang itu rupanya hanya sebagian kecil dari seabrek permasalahan yang berserakan. Nada-nada minor pun santer berdesing karena tak sedikit yang sangsi akan efektivitas kebijakan <a href="https://mizanstore.com/indonesia_2045_61683"><span style="color:#0000FF;">beasiswa LPDP</span></a> dan pengelolaannya.</p>

<p style="text-align: justify;">Menurut <em>kompasianer</em>, M. Arifin Pelawi, <em>awardee</em> LPDP yang bekerja sebagai ASN di Kemenristekdikti, kebijakan <a href="https://mizanstore.com/indonesia_2045_61683"><span style="color:#0000FF;">penerimaan beasiswa LPDP</span></a> cenderung belum berpihak sepenuhnya pada masyarakat prasejahtera dan masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Bagi masyarakat marginal, LPDP menyediakan beasiswa afirmasi. Namun sayangnya, syarat-syarat yang ditetapkan relatif sulit dijangkau oleh mereka, seperti syarat akademis dan nilai skor TOEFL ITP/iBT/IELTS/TOEIC. Padahal kenyataannya, mereka yang tinggal di daerah terpencil atau dari kalangan prasejahtera tak sedikit yang mengenyam pendidikan di sekolah yang kurang diunggulkan, yang konsekuensinya sistem pendidikannya tidak sebaik sekolah unggulan. Praktis, kemampuan mereka pun akan sulit bersaing dengan para penerima beasiswa reguler. Belum meratanya pendidikan nasional itu sepertinya kurang diperhatikan secara komprehensif oleh pemerintah.</p>

<p style="text-align: justify;">Evaluasi kritis atas kebijakan <a href="https://mizanstore.com/indonesia_2045_61683"><span style="color:#0000FF;">penerimaan beasiswa LPDP</span></a> tersebut datang dari <em>awardee</em> LPDP. Sebaiknya, penilaian yang membangun itu jangan dilihat sebagai “ancaman”, tetapi justru sebagai “perbaikan”. Terus terang, mahasiswa dari kalangan prasejahtera dan dari daerah terpencil sulit mengakses pendidikan yang bermutu, apalagi membayar tes TOEFL ITP/iBT/IELTS/TOEIC yang nominalnya membuat kepala berdenyut. Belum lagi jika kampus yang mereka tuju mewajibkan adanya hasil tes GRE dan GMAT, tambah tidak ramah di kantong. Untuk biaya sekolah dari tingkat dasar sampai S-1 saja, mereka murni mengandalkan beasiswa. Bagaimana membiayai sederet tes tersebut?</p>

<p style="text-align: justify;">Persoalan ketimpangan kualifikasi tersebut memang bermuara dari masih pincangnya sistem pendidikan nasional. Dan, hal tersebut masih jadi pekerjaan rumah pemerintah sampai sekarang. Jadi, ibarat buah simalakama, PR tak kunjung terselesaikan, tetapi negara dituntut supaya pembangunannya bisa bersaing dengan negara lain. Dalam konteks ini, #ShitLPDPAwardeeSay dipandang sebagai bentuk kepedulian. Kalau boleh jujur, mungkin tidak sedikit <em>awardee</em> yang merasa gelisah dengan efektivitas kebijakan <a href="https://mizanstore.com/indonesia_2045_61683"><span style="color:#0000FF;">beasiswa LPDP</span></a> tersebut.</p>

<p style="text-align: justify;">Pemerintah sendiri tahu adanya penyelewengan beasiswa LPDP. Oleh karena itu, sanksi keras telah dibuat sebagai ganjaran bagi para <a href="https://mizanstore.com/indonesia_2045_61683"><span style="color:#0000FF;"><em>awardee</em> LPDP</span></a> yang melanggar. Dari informasi yang dilansir sindonews.com, mereka yang terbukti “kabur” ketika masa studi belum selesai wajib membayar 200% dari total dana yang dikeluarkan oleh negara untuk biaya pendidikan mereka. Denda tersebut berdasarkan hitungan LPDP. Perkecualian berlaku bagi mereka yang “kabur” karena orang tua meninggal. Sanksi serupa juga dikenakan bagi para <em>awardee</em> yang “tidak pulang” atau “pulang untuk kembali”. Keseriusan pemerintah untuk membenahi segala kekurangan layak dihargai dan pemerintah harus diberikan kesempatan untuk memperbaiki kebijakan. Oleh sebab itu, #LPDPAwardeeSay sepertinya akan selalu bersuara layaknya <em>reminder</em> bagi pemerintah ataupun para <em>awardee</em> sendiri supaya selalu memberikan kerja nyata demi membangun republik ini.</p>

<p style="text-align: justify;">Beriringan dengan tagar tersebut, prestasi-prestasi <em>awardee </em>pun banyak ditunjukkan oleh para <em>awardee </em>dengan tagar yang sama. Pun ini membukakan mata warganet bahwa tidak semua <em>awardee </em>bertingkah keluar dari jalur yang diharapkan pemerintah. Banyak di antara <em>awardee </em>yang telah menyumbangkan pemikiran, tenaga, dan materinya untuk mengabdi kembali pada Ibu Pertiwi. Sedikit di antaranya menuliskan pemikiran mereka dalam esai yang dibukukan oleh Bentang Pustaka. Pemikiran putra-putri terbaik negeri ini disatukan dalam buku <em><a href="https://mizanstore.com/indonesia_2045_61683"><span style="color:#0000FF;">Indonesia 2045</span></a>. </em>Dapatkan bukunya <a href="https://mizanstore.com/indonesia_2045_61683"><span style="color:#0000FF;">di sini</span></a>.</p>Sigit Suryanto

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta