Trilogi Insiden: Saatnya Sastra Bicara!

“Tahu-tahu terdengar tembakan pertama, kita tidak tahu itu tembakan ke atas atau ke mana. Mungkin ke atas yang pertama, setelah itu langsung terdengar rentetan tembakan, selama lima menit lebih.” —Jazz, Parfum, dan Insiden, halaman 8.

Dua puluh enam tahun telah berlalu sejak terjadi penembakan di Dili, Timor Timur. Insiden yang dikenal dengan nama Insiden Santa Cruz atau Peristiwa 12 November. Insiden yang terjadi di sebuah pemakaman itu menewaskan sedikitnya 271 orang. Mereka yang kebanyakan adalah mahasiwa memprotes pemerintah Indonesia atas kebijakannya yang timpang, dan menuntut keadilan atas meninggalnya Sebastiano Gomes, yang ditembak mati oleh militer saat itu. Pembantaian massa tak bersenjata ini kemudian terekam oleh media luar negri, tapi sayangnya pemerintah Indonesia seakan-akan menutupi kejadian ini. Media massa dibungkam paksa. Pemerintah seakan malu mengakui kesalahannya.

Atas alasan itulah yang melatarbelakangi penulisan Saksi Mata (1994); Jazz, Parfum, dan Insiden (1996); serta sebuah esai dengan judul Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (1997). Lewat Trilogi Insiden tersebut, Seno dengan sangat cerdik melakukan protes kepada pemerintah Indonesia tanpa sekali pun menyebut peristiwa Dili. Tetapi, siapa pun yang membacanya pasti akan sadar, bahwa yang melatarbelakangi ketiganya adalah Peristiwa 12 November.

“Jadi ya, tidak ada cara lain buat saya, yang kebetulan mengetahui semua faktanya (di Timor Leste), datanya (tindak kekerasan oleh aparat) untuk mengungkapnya lewat permainan wacana antar media ini,” kata Seno, dikutip dari bbc.com.

Kini, Bentang Pustaka menerbitkan kembali Saksi Mata dan Jazz, Parfum, dan Insiden, dengan harapan bisa menjadi catatan sejarah yang penting, sekaligus pengingat bahwa ketika jurnalisme dibungkam atau disalahgunakan, maka sastralah yang harus tegak berdiri.

Ketika Jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena bila Jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran.Seno Gumira Ajidarma “Tahu-tahu terdengar tembakan pertama, kita tidak tahu itu tembakan ke atas atau ke mana. Mungkin ke atas yang pertama, setelah itu langsung terdengar rentetan tembakan, selama lima menit lebih.” —Jazz, Parfum, dan Insiden, halaman 8.

Dua puluh enam tahun telah berlalu sejak terjadi penembakan di Dili, Timor Timur. Insiden yang dikenal dengan nama Insiden Santa Cruz atau Peristiwa 12 November. Insiden yang terjadi di sebuah pemakaman itu menewaskan sedikitnya 271 orang. Mereka yang kebanyakan adalah mahasiwa memprotes pemerintah Indonesia atas kebijakannya yang timpang, dan menuntut keadilan atas meninggalnya Sebastiano Gomes, yang ditembak mati oleh militer saat itu. Pembantaian massa tak bersenjata ini kemudian terekam oleh media luar negri, tapi sayangnya pemerintah Indonesia seakan-akan menutupi kejadian ini. Media massa dibungkam paksa. Pemerintah seakan malu mengakui kesalahannya.

Atas alasan itulah yang melatarbelakangi penulisan Saksi Mata (1994); Jazz, Parfum, dan Insiden (1996); serta sebuah esai dengan judul Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (1997). Lewat Trilogi Insiden tersebut, Seno dengan sangat cerdik melakukan protes kepada pemerintah Indonesia tanpa sekali pun menyebut peristiwa Dili. Tetapi, siapa pun yang membacanya pasti akan sadar, bahwa yang melatarbelakangi ketiganya adalah Peristiwa 12 November.

“Jadi ya, tidak ada cara lain buat saya, yang kebetulan mengetahui semua faktanya (di Timor Leste), datanya (tindak kekerasan oleh aparat) untuk mengungkapnya lewat permainan wacana antar media ini,” kata Seno, dikutip dari bbc.com.

Kini, Bentang Pustaka menerbitkan kembali Saksi Mata dan Jazz, Parfum, dan Insiden, dengan harapan bisa menjadi catatan sejarah yang penting, sekaligus pengingat bahwa ketika jurnalisme dibungkam atau disalahgunakan, maka sastralah yang harus tegak berdiri.

Ketika Jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena bila Jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran.Seno Gumira AjidarmaVivekananda Gitanjali

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta