Tag Archive for: sastra dunia

menghadapi quarter life crisis

Quarter Life Crisis dengan Wejangan Puitis

menghadapi quarter life crisis

Masa quarter life crisis sering kali menjadi masa yang penuh akan nasihat yang merujuk pada ungkapan inspiratif yang memuakkan. Ketika menghadapi masa-masa ini, orang-orang mungkin mengharapkan sesuatu yang tidak melulu menggurui. Sebab, masa-masa ini kamu tidak hanya berurusan dengan diri sendiri, tetapi juga menyeimbangkan hubungan dengan sesama. Segala hal yang menggurui mungkin justru menjadi bumerang bagi mereka yang berada di posisi ini. Di masa-masa quarter life crisis, kamu mungkin membutuhkan masukan yang tidak mendoktrin atau sebuah wejangan dengan penyampaian yang tidak biasa. Tidak sedikit dari mereka yang menghadapi masa-masa berat ini mencari ketenangan dan solusi dari bacaan mereka. Almustafa karya Kahlil Gibran sangat layak menjadi rekomendasi kamu.

Wejangan yang Reflektif

Quarter life crisis bisa disebut sebagai titik lelah dan jenuh. Kamu mungkin kehilangan semangat dan mempertanyakan jati dirimu. Menghadapi momen ini, bacaan di Almustafa karya Kahlil Gibran bisa menjadi opsi untuk solusi kamu. Sebab, kisah satu ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul di benakmu: perihal faktor-faktor yang kehilangan jawabannya. Almustafa menghadirkan rangkaian tema yang dimulai dari pertanyaan. Kahlil Gibran berdiri melalui tokoh utamanya, ia menjawab dengan pemaparan yang menjadi fasilitas bagi para pembacanya untuk berefleksi. Jawaban-jawaban yang tidak menohok dan menggurui.

Alasan lain kamu harus membaca Almustafa, baca di sini!

Tidak melulu perihal nasihat bermoral, karya ini sarat nasihat puitis. Seperti khas Kahlil Gibran, kalimat-kalimat di dalam prosa-puisi ini ditulis dengan keindahan yang memberimu kenyamanan saat membaca. Di setiap lembarannya, kamu akan menemui jawaban yang tetap inspiratif dan kaya akan motivasi. Refleksi dengan sesuatu yang implisit akan terdengar lebih menyenangkan daripada sesuatu yang terlalu memaksamu untuk berubah dalam waktu yang cepat. Menyenangkan dan menyamankan diri adalah yang penting di masa-masa ini

Hadapi Quarter Life Crisis dengan Ketenangan

Saat menghadapi quarter life crisis, kamu memerlukan waktu untuk meredam semua kegelisahanmu. Lingkungan dan pribadi yang tenang menjadi hal yang mendukungmu untuk melewati masa berat ini. Tidak perlu buru-buru, ambil jeda dan fasilitasi dirimu dengan asupan dan benda-benda yang membantu proses ini. Almustafa karya Kahli Gibran bisa kamu dapatkan di sini. Yuk, bekali dirimu dengan bacaan yang menenangkan dan mampu mendukungmu menghadapi masa quarter life crisis. Jangan kehilangan diri dan menjadi bahagia adalah hal yang penting. Selamat membaca!

Sahabat-sahabat Yesus Anak Manusia

Sahabat-Sahabat Yesus dalam Serangkai Kisah Liris

Sahabat menjadi salah satu hal penting dalam kehidupan kita. Sebagai seorang manusia, kita sering mendambakan kehadiran sahabat. Mempunyai sahabat menjadikan kita memiliki seseorang untuk berbagi perasaan dari kebahagiaan hingga kesedihan. Lumrah bila kita sangat membutuhkannya untuk menjalani kehidupan yang terkadang amat menyulitkan. Yesus memiliki beberapa sahabat yang sangat dekat dengannya. Sebagian besar dari mereka adalah murid-muridnya yang bertugas mencatat setiap ucapan, sikap, hingga tindakan Yesus dalam setiap peristiwa yang dilalui bersama.

Sahabat Matius dan Kelaparan

Matius mengalami peristiwa luar biasa dengan Yesus ketika dihadapkan dengan rasa lapar dan haus. Yesus berpesan untuk kita senantiasa merasa lapar dan haus, baik secara fisik maupun batin. Sebab keduanya akan membawa kita menuju pencarian akan kebenaran dan kebaikan. Dalam konteks ini, pesan Yesus ditujukan sebagai motivasi kepada kita untuk selalu berusaha dan tidak cepat merasa puas akan segala pencapaian.

 

“Diberkatilah mereka yang lapar akan kebenaran dan keindahan sebab rasa lapar mereka akan membawa roti dan rasa haus mereka akan membawa air sejuk.”

Percakapan antara mereka berdua juga menyinggung persoalan kecukupan dan kebersyukuran. Yesus menuturkan bahwa kita mesti memikirkan soal hari ini, bukan esok, atau bahkan bertahun-tahun ke depan. Pesan inilah yang membuat kita semakin berpikir ulang tentang makna bersyukur dan tidak serakah. Hal inilah yang menjadikan kisah ini begitu manusiawi.

baca juga : https://bentangpustaka.com/yesus-anak-manusia-sebuah-kisah-tuhan-yang-manusiawi/

“Jangan terlalu memberikan perhatian pada hari esok, tetapi lebih baik tataplah hari ini sebab yang mencukupi untuk hari ini adalah keajaiban sesudahnya.”

Sahabat Lukas dan Kemunafikan

Kisah Lukas dengan Yesus adalah ketika mereka berdua menemui sekumpulan pendosa yang terkungkung atas ajaran nenek moyangnya. Mereka juga menemui orang-orang munafik. Orang-orang yang sebetulnya mengerti tetapi tak mau memahami. Kemudian, percakapan antara mereka berdua, Yesus dan Lukas, terjadi dalam perumpamaan dan asosiasi yang indah.

“Orang-orang lemah yang kausebut pendosa adalah seperti anak burung yang belum bersayap yang jatuh dari sarangnya. Sedangkan, si munafik adalah gagak yang bertengger di atas batu menunggu kematian korbannya.”

Dan tak berselang lama, orang-orang munafik itu menangkap Yesus untuk kemudian membunuh-Nya. Dan Lukas menjadi saksi terbunuhnya Yesus oleh orang-orang munafik. Betapa sahabat senantiasa hadir, sekalipun di akhir hayat.

Nah, itu tadi kisah dua sahabat Yesus dalam Yesus Anak Manusia. Masih banyak kisah tentang sahabat Yesus lainnya yang tak kalah menggetarkan perasaan. Jadi ingin punya sahabat sebaik dan seloyal sahabat-sahabat Yesus.

Penasaran? Langsung pesan mumpung masih ada penawaran spesial. Simak informasinya di bawah ini!

Special Offer Yesus Anak Manusia

– 25 Mei-7 Juni 2021

– link pesan: bit.ly/pesanYAM

– bonus: poster Yesus Anak Manusia

the prophet

The Prophet: Sebuah Perjalanan yang Begitu Dicintai

The Prophet atau Sang Nabi merupakan karya dari sang sastrawan dunia, Kahlil Gibran yang terbit perdana pada tahun 1923. Setelah hampir 100 tahun terbit, karya ini telah dinikmati oleh banyak sekali pembaca dari seluruh dunia. Kahlil Gibran menuliskannya dengan tokoh utama yang begitu dikenal oleh dunia, yakni Sang Nabi. Seperti dalam judulnya. karya ini ditokohutamai oleh Sang Nabi, yang kemudian dikenal dengan Almustafa. Pada bukunya ini, Kahlil Gibran menuangkan banyak sekali masalah-masalah yang akan kerap ditemui oleh para manusia di bumi. Perihal cinta, rasa, hidup dan hal-hal yang menyertainya, bahkan perihal antarmanusia, orang tua kepada anak misalnya.

The Prophet yang Dicintai Semua Kalangan

Pembaca dunia merespons karya ini sebagai suatu karya yang sangat membangun. Hal ini bisa terlihat dari lalu lalang manusia yang ditemui oleh Sang Nabi agung di seluruh dunia. Digambarkan tanpa kecenderungan keyakinan apa pun membuat kisah ini bisa diterima oleh semua kalangan, terlebih kisahnya yang begitu inspiratif. Sebab, kehidupan sendiri menawarkan dan menyediakan banyak sekali pesan dan amanat dari setiap masalah, buku ini seolah merangkumnya menjadi satu kesatuan yang siap dikaji bersama. Kahlil Gibran melalui tokoh inspiratifnya ini, seolah-olah merangkum keseluruhan masalah yang ada dalam bait-bait indah yang dihasilkan oleh tangannya yang lihai. Sebuah karya yang dicintai dan dinikmati oleh banyak manusia, entah sebagai penghiburan atau sebagai sebenar-benarnya buku yang dipelajari.

Perjalanan yang dilakukan Sang Nabi membawa pembaca dalam satu pemahaman dan pemahaman lainnya. Beberapa hanya membaca dan menyimak. Atau bahkan lebih dari itu, pembaca senantiasa menelaah betul isi dalam buku tersebut. tidak hanya demikian, beberapa pihak telah mewujudkan buku bijak satu ini ke dalam bentuk yang lain, yakni film. Alih wahana buku prosa-puisi Kahlil Gibran ini membuktikan adanya ketertarikan dari masyarakat luas kepada karya sastra ini. suatu karya yang menjadi besar karena keindahan, kebijaksanaan yang ditawarkan dalam setiap pertemuan Sang Nabi.

The Prophet karya Kahlil Gibran telah hadir di dalam bahasa Indonesia dengan judul Almustafa. Dialihbahasakan oleh maestro dalam negeri, Sapardi Djoko Damono, yang telah mengenal betul seluk beluk sastra dan keindahan di dalamnya.

Dapatkan buku Almustafa di sini.

seorang perempuan yang merindukan kebebasan

Citra Perempuan dalam Balutan Kekangan Religi

Perihal status dan tingkatan perempuan seolah menjadi topik yang tidak ada habisnya. Perempuan dan lelaki seolah memiliki perbedaan atas keleluasaan, bahkan untuk diri mereka sendiri. Pemahaman dan pemikiran mengenai hal tersebut telah ada dan eksis dalam masyarakat secara umum. Proses awal dan pemulaannya, tidak diketahui pasti tepatnya. Namun, jika ditarik garis dari masa lalu, masa-masa yang dipercaya dalam beberapa kepercayaan, bahwa ada masa-masa ketika perempuan begitu menjadi “objek”. Menjadi sesuatu yang terkontrol penuh dari orang yang dianggap wali atau berhak atas setiap hak-haknya. Seiring berjalannya waktu, pemikiran ini tergerus oleh pemikiran-pemikiran baru, terutama dari mereka yang terkena imbas buruk atas keberadaan pola pikir yang sedemikian rupa.

Membongkar Atas Dasar Luka

Dalam Sayap-Sayap Patah, pemahaman ini dibuat sebagai sesuatu antagonis yang sedang diperangi oleh sang tokoh utama yang jelas memiliki posisi sebagai protagonis. Dalam kisah ini, tokoh Aku sekaligus narator menceritakan pasang surut perasaannya pada Selma Karamy. Selma Karamy adalah wanita yang dijelaskan sebagai anak dari latar belakang yang begitu spesial, sebab ayahnya merupakan keluarga Uskup. Latar belakang ini sekaligus menjadi ranjau bagi hubungan tokoh Aku dan Selma. Sebab, tidak mudah bagi Selma Karamy untuk bisa semaunya memilih pasangan. Latar belakang itu mengikatnya, dan merenggut haknya untuk memilih.

Sayap-Sayap patah dipercaya sebagai suatu kisah yang diambil dari kehidupan sang maestro dunia, Kahlil Gibran. Tokoh Selma Karamy disebut-sebut sebagai sosok yang berasal dari masa lalunya, sekaligus cintanya yang pertama. Meski harusnya diterima sebagai fiksi belaka, beberapa orang masih beranggapan bahwa tulisan ini adalah cara Kahlil Gibran mengritik pandangan sosial pada era tersebut.

Dibalut dengan Religi

Meski berusaha  membongkar, Kahlil tidak menghilangkan jati dirinya sebagai seorang penyair yang lihai dalam pemilihan kata. Dipilihnya serangkaian diksi yang indah, sehingga baik impresi pembaca terhadap Selma Karamy, kisah cinta antarkeduanya, bahkan kasus keagamaan yang membungkusnya menjadi begitu padu. Kisah dengan kasus citra perempuan dalam hal hak yang terenggut ini seperti yang akan mengingatkan pembaca pada beberapa kisah sejenis, seperti Romeo dan Juliet. Kisah membawa perempuan-perempuan mereka pada belenggu yang memberi mereka akhir yang begitu mengenaskan. Kisah ini mengantarkan keindahan pada pembaca, membeberkan pandangan Kahlil dengan balutan latar religi yang pas.

Dapatkan bukunya di  https://mizanstore.com/sayap-sayap_patah_republish_70424

Pemaknaan pada Sebuah Perjalanan

Bagi beberapa orang, perjalanan adalah bagian dari pembelajaran kehidupan. Sebuah pasang surut yang terus terjadi adalah sarana orang-orang merefleksikan diri mereka. Dalam karyanya yang satu ini, Kahlil Gibran menuliskan terkait pemahaman dan pemaknaan dalam kehidupan. Perjalanan identik dengan menemukan, penemuan baru, mendapatkan perspektif baru, dan penerimaan. Karya kondang yang berjudul The Prophet telah dialihbahasakan oleh Sapardi Djoko Damono dengan judul Almustafa. Tentu tanpa mengubah isi cerita, hanya lebih menyorot pada sang tokoh Almustafa, sang tokoh utama, melakukan perjalanan panjang yang memberi pemaknaan pada hal-hal yang ditemui dan terjadi di dalam perjalannya tersebut.  Almustafa membungkus refleksi dan konsumsi rohani dengan kalimat-kalimat puitis dan diksi yang indah.

Refleksi untuk Kualitas Diri

Sejatinya setiap hal yang terjadi dalam kehidupan adalah perjalanan itu sendiri. Buku-buku yang mengantarkan pada satu permasalahan ke permasalahan lainnya, atau perjalanan ke perjalanan lainnya membawa pembaca dalam interpretasi yang begitu luas. Seolah mendayung melampaui dua pulau, Almustafa mampu berperan sebagai perjalanan dalam sebuah buku, sekaligus buku yang mengusung penafsiran tentang perjalanan kehidupan. Sebuah paket kombo untuk self-help bagi mereka yang ingin meningkatkan kualitas diri dari buku yang mengusung topik konflik kehidupan. Kahlil Gibran dengan khas yang tidak menghakimi dan terlalu menggurui para pembacanya. Almustafa sebagai perpanjangan tangan untuk menyampaikan nilai moral pada kisah-kisah yang diusungnya. Segala penemuan dan perspektif yang bertolak belakang, dihadirkan sebagai media refleksi dan cermin untuk berkaca pada yang telah lalu.

The Prophet telah mengantarkan pembaca pada sebuah pemahaman tentang kehidupan dengan lebih menyenangkan. Almustafa tidak menempatkan dirinya sebagai mahatahu yang menyebalkan. Kahlil Gibran menjadikan tokoh utamanya ini sebagai figur yang membumi dan penuh pengertian. Sebab itulah, karya yang nyaris berusia seratus tahun ini telah menarik perhatian para pembaca dari seluruh dunia dan terus memberi nilai kehidupan dengan diksi-diksi yang indah. Almustafa bisa menjadi rekomendasi bacaan pada krisis-krisis kedirian, juga sebagai pembaruan refleksi diri yang sederhana tetapi berdampak besar.

Dapatkan buku Almustafa: di https://mizanstore.com/al_mustafa_republish_70454

 

kekalutan cinta sayap patah

Kekalutan Cinta Sayap-Sayap Patah

kekalutan cinta sayap patah

Kekalutan cinta di Sayap-Sayap Patah selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi para pembaca di seluruh dunia. Pada beberapa hal, motif dari cerita romance selalu berulang dan sering kali membentuk “pasar” pembacanya sendiri. Dengan motif yang nyaris selalu sama tersebut. tidak sedikit karya-karya sastra yang menghadirkan kisah cinta dengan balutan konsep yang lebih “meyakinkan”, tidak melulu perkara patah hati dan berporos pada cinta. Misalnya, yang dilakukan oleh Kahlil Gibran pada tulisannya yang berjudul Sayap-Sayap Patah ini. Kahlil seolah memberikan suatu pembuktian bahwa kisahnya ditulis melampaui persoalan cinta, meski memang genre yang diusungnya dalam balutan romance. Ada yang berusaha disampaikannya, dan itu tersirat dengan begitu rapi di dalam karyanya ini.

Kekalutan Cinta Sayap-Sayap Patah

Sayap-Sayap Patah terbit pertama kali pada tahun 1922 dengan judul Broken Wings dan ditulis dengan Bahasa Inggris. Beberapa orang mempercayai bahwa kisah yang satu ini disadur dari kisah kekalutan cinta Sayap-Sayap Patah milik Kahlil Gibran sendiri. Nuansa romance yang dihadirkan begitu nyata, jelas menimbulkan spekulasi bagi para pembacanya pertanyaan yang hingga kini hadir: apakah kekalutan ini benar dirasakan oleh Gibran pada masa itu, sehingga terasa begitu dekat dan nyata? Tidak pernah ada jawaban yang memvalidasi pertanyaan itu. Satu-satunya yang pasti adalah Kahlil Gibran menuliskan karyanya dengan diksi yang begitu indah. Serta, rasa sakit yang dihadirkan terbalut dalam konflik sosial.

(Baca juga Memaknai Cinta dalam Sayap-Sayap Patah)

Rasa dari Bahasa ala Kahlil dan Sapardi

Melampaui unsur romance di dalamnya, Kahlil Gibran dengan berani dan secara terang-terangan menghadirkan berbagai masalah yang berkaitan dengan nasib perempuan, penindasan, ketidakadilan, dan korupsi yang terjadi di Lebanon. Dan, dalam kisah ini semua itu bersumber pada penguasa agama, yakni Uskup.

Karya fenomenal ini kembali hadir. Peminat Kahlil Gibran bisa mulai bersua dengan alur cerita yang membawa pembacanya dalam kekalutan rasa. Dengan alihbahasawan Sapardi Djoko Damono, rasa yang dituliskan oleh Kahlil Gibran ditransformasi dengan begitu baik dengan memberikan sentuhan puitis dan metaforanya. Hal ini menjadi tidak teragukan lagi, mengingat sang penerjemah juga merupakan seorang penyair. Buku ini menjadi “medan” yang menemukan orang yang tepat untuk menggambarkan rasa yang berusaha disampaikah Kahlil Gibran, sesuai dengan segmentasi pembaca di Indonesia. Sayap-Sayap Patah yang hadir untuk masyarakat ini bak Kahlil Gibran yang dibalut oleh Sapardi, dengan kekalutan rasa yang sama.

 

Sastra Kahlil Gibran

Dari Kahlil Gibran: Sastra Sang Nabi Untuk Dunia

The Prophet (Sang Nabi/Almustafa) menjadi salah satu sastra besar di dunia, mengikuti ketenaran yang telah melekat pada sosok Kahlil Gibran. Kahlil Gibran dikenal sebagai maestro yang menghasilkan serangkaian karya yang romantis dan melankolis. Menyadur dari kehidupan dan kisah cintanya, beliau melahirkan karya yang tragis, dan memberi banyak hal inspiratif. Kahlil Gibran menghembuskan karsanya yang kemudian terkemas dalam satu judul: The Prophet. Kahlil Gibran menghidupkan tokoh bernama Al-Mustofa dalam bukunya ini. The Prophet menjadi karya Kahlil Gibran pendobrak—barangkali pula sebagai penguat dari stereotip tersebut. Melalui konflik yang ada pada kehidupannya, penulis merefleksikannya menjadi petuah sekaligus media meditasi spiritual.  Terbit pertama kali pada tahun 1923 tidak mengurangi eksistensi karya ini di mata para pembaca di seluruh dunia.

Sastra Kahlil Gibran

Buku The Prophet telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 40 bahasa. Selain itu pula menjadi karya ranah public, dan beberapa di antaranya telah memiliki penyesuaian dan interpretasi baru, meski tidak mengubah isi cerita sesuai yang telah dituliskan Kahlil Gibran. Dengan interpretasi-interpretasi tersebut, masyarakat umum mampu meleburkan –pemaknaan buku tersebut sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing. Salah satunya adalah Al-Mustafa, terbitan Bentang yang akan hadir kembali dalam bentuk cover baru pada bulan Maret 2021. Mengubah judul menjadi suatu usaha untuk menghadirkan pendekatan masyarakat Indonesia dengan isi buku. Usaha untuk memberi interpretasi baru tanpa mengubah substansi karya.

Spiritualitas dalam Sastra Kahlil Gibran

Kahlil Gibran menembus batas perihal bahwa sastra sekadar mengandung nilai estetika. Pada tulisannya kali ini, sastrawan Lebanon ini menghadirkan lebih dari estetika, nilai-nilai sosial dan inspiratif. Menghadirukan tokoh nabi dalah kisah ini menjadi sesuatu ikon dan tanda bagi nilai-nilai moral yang disampaikan kepada pembacanya. Identitas tokoh Al-Mustafa sebagai seorang nabi mampu menghadirukan sesuatu yang lebih valid untuk menggambarkan nilai-nilai spiritual dalam setiap potongan-potongan perjalannya.

Baca juga: Almustafa: Kisah Kenabian Penuh Manfaat

Seseorang yang dikisahkan telah mendiami sebuah kota yakni Orphalese dalam waktu hingga 12 tahun dan hendak menaiki kapal yang akan membawanya pulang. Dalam perjalanannya tersebut Al-Mustafa banyak memberikan dan menerangkan petuah. Petuah tersebut menjadikan buku tersebut digolongkan menjadi bab-bab yang berhubungan dengan persoalan cinta, pernikahan, anak-anak, pemberian atau hadiah, makan minum, pekerjaan, suka dan duka, perumahan-perumahan, pakaian-pakaian, jual beli, kriminalitas atau kejahatan beserta ganjarannya, peraturan-peraturan, keterusterangan, akal budi, hasrat atau keinginan besar, rasa penderitaan, pengenalan akan diri sendiri, kegiatan pembelajaran dan pengajaran, jalinan pertemanan, perbuatan baik dan buruk, persembahyangan, kepelesiran atau kesenangan, keindahan, agama dan kematian. Menghadirkan hal-hal yang lekat pada kehidupan sehari-hari dengan bungkus diksi yang sarat akan nilai estetika tetap menjadi karya yang khas ala Kahlil Gibran. Al-Mustafa mampu menjadi opsi sebagai bacaan pembangkit kembali kebutuhan moralitas dan inspirasi dalam diri.

© Copyright - Bentang Pustaka