Perjalanan Lain Menuju Bulan: Ide Kreatif Alih Wahana

“Kesetiaan adalah takdirku dan cinta adalah kutukan berwajah lain. Jika akhirnya aku menemukanmu, berjalanlah bersamaku menuju rumah. Di sana kita berbagi rasa sakit, kemudian saling melepaskan.”

Perihal kebebasan perempuan adalah topik yang tak pernah basi. Hal ini digaungkan dengan berbagai cara, di berbagai tempat. Namun, selayaknya sebuah ide, ia tak pernah mati.

Tak hanya kalangan akademisi, pun seniman sudah lebih dahulu menyuarakan permasalahan perempuan ini. Salah satunya adalah Ismail Basbeth. Sineas Indonesia yang focus pada karya indie ini telah menelurkan film yang tembus ke festival internasional, Another Trip to the Moon.

Uniknya, dalam karya  ini ia tak hanya berkutat dalam urusan film. Adalah Aan Mansyur, sastrawan yang turut menggarap konsep cerita dalam wahana lain; kumpulan puisi.

Saat membuka buku ini, pembaca akan disambut oleh Ismail Basbeth yang mejelaskan ide awal hinggal lahirnya Perjalanan Lain Menuju Bulan. Ide yang dimaksud ini tergolong jarang dilakukan di Indonesia. Konsep kumpulan puisi Perjalanan Lain Menuju Bulan sama dengan cerita yang ada di film. Ia berusaha menggambarkan pembebasan perempuan dalam wahana yang berbeda. Dalam buku tersebut, disebutkan bahwa buku prosa puisi ini merupakan kerangka program Creative Development Laboratory yang mengikutsertakan berbagai pihak dan artis.

Kumpulan puisi ini dibuat oleh Aan Mansyur dalam 3 babak. Setiap babaknya adalah kisah dan pandangan masing-masing tokoh atau kepingan dalam cerita.

Digarap oleh penerbit Bentang Pustaka, buku kumpulan puisi terbit setelah film rilis. Meskipun berjarak cukup jauh, penikmat tak akan bingung dengan konsep serupa yang diusung karya-karya ini.

Hal lain yang menjadikan buku ini menarik adalah garapan desainnya. Tak hanya buku, karya ini juga dikantongi dengan kepingan CD kumpulan musikalisasi Another Trip to the Moon. Konsepnya sama seperti buku. Karya music ini mengambil inti cerita yang sama dan mengalihwahanakannya ke dalam bentuk lagu.

Terlepas dari film ataupun musik, pembaca tidak akan kesulitan menangkap cerita yang disajikan dalam kumpulan puisi ini. Gaya penulisan Aan yang ciamik dan upayanya untuk masuk ke dalam masing-masing karakter, serta ilustrasi yang disediakan, memudahkan pembaca merangkai imajinasi. Gambaran cerita akan terasa begitu jelas meskipun puisi tidak disajikan dengan urutan waktu peristiwa.

Menikmati buku ini sembari memutar CD yang disematkan pada buku adalah kombinasi yang lengkap. Ia akan membawa pembaca larut ke dalam cerita dan kata. 

“Kesetiaan adalah takdirku dan cinta adalah kutukan berwajah lain. Jika akhirnya aku menemukanmu, berjalanlah bersamaku menuju rumah. Di sana kita berbagi rasa sakit, kemudian saling melepaskan.”

Perihal kebebasan perempuan adalah topik yang tak pernah basi. Hal ini digaungkan dengan berbagai cara, di berbagai tempat. Namun, selayaknya sebuah ide, ia tak pernah mati.

Tak hanya kalangan akademisi, pun seniman sudah lebih dahulu menyuarakan permasalahan perempuan ini. Salah satunya adalah Ismail Basbeth. Sineas Indonesia yang focus pada karya indie ini telah menelurkan film yang tembus ke festival internasional, Another Trip to the Moon.

Uniknya, dalam karya  ini ia tak hanya berkutat dalam urusan film. Adalah Aan Mansyur, sastrawan yang turut menggarap konsep cerita dalam wahana lain; kumpulan puisi.

Saat membuka buku ini, pembaca akan disambut oleh Ismail Basbeth yang mejelaskan ide awal hinggal lahirnya Perjalanan Lain Menuju Bulan. Ide yang dimaksud ini tergolong jarang dilakukan di Indonesia. Konsep kumpulan puisi Perjalanan Lain Menuju Bulan sama dengan cerita yang ada di film. Ia berusaha menggambarkan pembebasan perempuan dalam wahana yang berbeda. Dalam buku tersebut, disebutkan bahwa buku prosa puisi ini merupakan kerangka program Creative Development Laboratory yang mengikutsertakan berbagai pihak dan artis.

Kumpulan puisi ini dibuat oleh Aan Mansyur dalam 3 babak. Setiap babaknya adalah kisah dan pandangan masing-masing tokoh atau kepingan dalam cerita.

Digarap oleh penerbit Bentang Pustaka, buku kumpulan puisi terbit setelah film rilis. Meskipun berjarak cukup jauh, penikmat tak akan bingung dengan konsep serupa yang diusung karya-karya ini.

Hal lain yang menjadikan buku ini menarik adalah garapan desainnya. Tak hanya buku, karya ini juga dikantongi dengan kepingan CD kumpulan musikalisasi Another Trip to the Moon. Konsepnya sama seperti buku. Karya music ini mengambil inti cerita yang sama dan mengalihwahanakannya ke dalam bentuk lagu.

Terlepas dari film ataupun musik, pembaca tidak akan kesulitan menangkap cerita yang disajikan dalam kumpulan puisi ini. Gaya penulisan Aan yang ciamik dan upayanya untuk masuk ke dalam masing-masing karakter, serta ilustrasi yang disediakan, memudahkan pembaca merangkai imajinasi. Gambaran cerita akan terasa begitu jelas meskipun puisi tidak disajikan dengan urutan waktu peristiwa.

Menikmati buku ini sembari memutar CD yang disematkan pada buku adalah kombinasi yang lengkap. Ia akan membawa pembaca larut ke dalam cerita dan kata.Afina Emas

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta