Menteri Agama Ucap Istighfar Baca Buku Sujiwo Tejo

IMG_20160512_104344[1]

Empat puluh dua menit sebelum boarding memasuki pesawat GA 982 menuju Jeddah, tepatnya Rabu 9 Maret 2016 pukul 14.48, masuk direct message (DM) ke akun twitter Lukman Hakim Saifuddin. Pesan pribadi itu datang dari dalang kondang yang hobi nge-tweet, Sujiwo Tejo. Isinya kira-kira berupa permohonan Sujiwo kepada sang Menteri Agama RI, untuk menuliskan kata pengantar di buku terbaru Sujiwo, Balada Gathak-Gathuk. Meski diberi waktu yang sangat singkat untuk menuliskan kata pengantar, yaitu satu minggu, Lukman menyanggupinya. Kata Lukman, entah karena merasa tertantang, atau sihir pengirim DM yang lebih kuat, ia langsung mengiyakan. Alhasil, jadilah perjalanan Lukman Jakarta-Jeddah diiringi halaman demi halaman naskah Balada Gathak-Gathuk.

“Astaghfirullah…. tulisannya sih ringan, tapi bahasannya begitu berat,” ucap Lukman.

Buku yang kemudian terbit pada akhir April di bawah naungan penerbit Bentang Pustaka ini, berisi tentang kritik dan sindiran Sujiwo terhadap kehidupan sosial dan politik di Indonesia. Manis, kritik dan sindiran Sujiwo kemas lewat perjalanan dua abdi Tanah Giri, Gathak dan Gathuk, yang kelimpungan mencari junjungan mereka, Raden Jayengresmi. Lebih dalam lagi, Sujiwo bercerita tentang pengembaraan Gathak dan Gathuk dengan meminjam Serat Centhini, salah satu kitab Jawa fenomenal gubahan Syekh Amongraga.

Menurut Lukman, dalam Balada Gathak-Gathuk, sesekali Sujiwo menaburkan kata yang manis, asin, asam, gurih, dan juga pedas sebagai penyedap. “Bila ada yang mukanya berkerut karena terlalu asam ketika membacanya, ya jangan salahkan penulis,” seloroh Lukman.

“Pada bukunya yang entah ke berapa ini, Sujiwo Tejo sedang ngawur sengawur-ngawurnya. Tapi kengawurannya benar, atau setidaknya dapat dimaklumi karena ia berhasil meng-gathuk-kan yang gathak,” kata Lukman. Katanya lagi, “Buku ini mencerminkan upaya penulisnya menegakkan amar makruf nahi munkar di dunia yang penuh sandiwara.”

Fitria Farisa

  IMG_20160512_104344[1]

Empat puluh dua menit sebelum boarding memasuki pesawat GA 982 menuju Jeddah, tepatnya Rabu 9 Maret 2016 pukul 14.48, masuk direct message (DM) ke akun twitter Lukman Hakim Saifuddin. Pesan pribadi itu datang dari dalang kondang yang hobi nge-tweet, Sujiwo Tejo. Isinya kira-kira berupa permohonan Sujiwo kepada sang Menteri Agama RI, untuk menuliskan kata pengantar di buku terbaru Sujiwo, Balada Gathak-Gathuk. Meski diberi waktu yang sangat singkat untuk menuliskan kata pengantar, yaitu satu minggu, Lukman menyanggupinya. Kata Lukman, entah karena merasa tertantang, atau sihir pengirim DM yang lebih kuat, ia langsung mengiyakan. Alhasil, jadilah perjalanan Lukman Jakarta-Jeddah diiringi halaman demi halaman naskah Balada Gathak-Gathuk.

“Astaghfirullah…. tulisannya sih ringan, tapi bahasannya begitu berat,” ucap Lukman.

Buku yang kemudian terbit pada akhir April di bawah naungan penerbit Bentang Pustaka ini, berisi tentang kritik dan sindiran Sujiwo terhadap kehidupan sosial dan politik di Indonesia. Manis, kritik dan sindiran Sujiwo kemas lewat perjalanan dua abdi Tanah Giri, Gathak dan Gathuk, yang kelimpungan mencari junjungan mereka, Raden Jayengresmi. Lebih dalam lagi, Sujiwo bercerita tentang pengembaraan Gathak dan Gathuk dengan meminjam Serat Centhini, salah satu kitab Jawa fenomenal gubahan Syekh Amongraga.

Menurut Lukman, dalam Balada Gathak-Gathuk, sesekali Sujiwo menaburkan kata yang manis, asin, asam, gurih, dan juga pedas sebagai penyedap. “Bila ada yang mukanya berkerut karena terlalu asam ketika membacanya, ya jangan salahkan penulis,” seloroh Lukman.

“Pada bukunya yang entah ke berapa ini, Sujiwo Tejo sedang ngawur sengawur-ngawurnya. Tapi kengawurannya benar, atau setidaknya dapat dimaklumi karena ia berhasil meng-gathuk-kan yang gathak,” kata Lukman. Katanya lagi, “Buku ini mencerminkan upaya penulisnya menegakkan amar makruf nahi munkar di dunia yang penuh sandiwara.”

Fitria Farisa

 bentang

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta