Mengulik Kisah Pandemi dari Wuhan Diary

Kisah pandemi berawal dari Wuhan dan kisah ini diceritakan di Wuhan Diary. Meskipun pahit untuk diakui, kalimat Fang Fang dalam bukunya, Wuhan Diary, tak bisa kita sangkal. Setiap kata yang ia torehkan dalam entri daringnya menceritakan bagaimana virus corona meluluh-lantakkan kota Wuhan pada 2019 lalu. Ya, siapa sangka virus yang awalnya diremehkan banyak orang ini nyatanya berjaya selama lebih dari satu tahun?

“Sejak tahap awal kemunculannya, hingga ke periode penyebarannya, dan sampai pada kondisi ketika virus itu mulai tak terkendali, respons kita beranjak dari yang semula keliru total, menjadi telat, dan akhirnya menjadi seperti ini yang masih saja bercela.”

Kisah Pandemi Wuhan Diary

Perekonomian merayap, pendidikan terhambat, pariwisata lumpuh, dan seluruh dunia tertatih. COVID-19 tak lagi hanya menjadi masalah kesehatan global, semua sektor terdampak. Sekarang, kita tidak bisa meninggalkan rumah tanpa masker, bertemu orang lain tanpa menjaga jarak, dan keluar masuk toko tanpa mencuci tangan. Suka atau tidak, virus corona telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari.

Kecaman dari Pemerintah dan Media Tiongkok

kisah pandemi wuhan diary

Dalam Wuhan Diary, Fang Fang menceritakan bagaimana kota tempat tinggalnya yang megah dikalahkan oleh virus corona. Tidak pernah sekali pun ia melihat jalanan kota Wuhan dan Provinsi Hubei bersih tanpa kehadiran manusia. Semua orang takut untuk menginjakkan kaki ke luar rumah setelah menonton berita yang disajikan awak media di televisi.

Meskipun Fang Fang menuliskan kisahnya dengan sangat brilian dan mendapat respons positif dari warga internasional, nyatanya pemerintah Tiongkok tidak memberikan apresiasi yang sama. Mereka justru menilai tulisan Fang Fang di platform Weibo ini sebagai sindiran keras terhadap kebijakan dan cara pemerintah menangani pandemi di negeri bambu itu. Media lokal juga menyerukan hal yang sama, mengecam torehan pena tajam Fang Fang.

Baca Juga: Catatan Harian Wuhan: Beginilah Kondisi Wuhan selama Awal Penguncian Wilayah!

Umat Manusia Harus Membayar Mahal

Untuk tulisan kontroversialnya, Fang Fang menerima banyak kecaman dan dukungan. Namun, ini bukan perihal bukunya, tetapi lebih tentang kebenaran yang disampaikan oleh Fang Fang. Ia merasa bahwa dunia berhak melihat kebenarannya. Sebagai seorang penulis, sudah merupakan tugasnya untuk menyajikan kisah itu kepada dunia. Biarkan pemerintah mengecam, media melabeli, masyarakat menuding, dan dunia menilai, tapi kebenaran tidak bisa dielak.

Virus corona adalah musuh bersama umat manusia. Kita bisa memilih, ingin menjadi prajurit dalam peperangan ini atau justru menjadi antek-antek virus dengan mengabaikan semua protokol kesehatan. Corona hanya membutuhkan satu manusia abai dan egois untuk memenangkan pertarungan ini. Terlalu besar hal yang dipertaruhkan, terlampau mahal kerugian yang harus dibayar. Segera putuskan, ingin berada di pihak mana kita?

Berkorban untuk Kepentingan Umum

Fang Fang menuliskan bahwa warga Hubei menanggung musibah ini agar penduduk Tiongkok lainnya dapat menjalani kehidupan mereka dengan normal. Melihat bagaimana penduduk lain bisa terus melangkah maju, membuat warga Hubei yang terkurung di rumah, bersyukur telah mengorbankan kebebasan mereka.

Indonesia yang semakin babak-belur akibat virus corona ini semestinya dapat melakukan hal yang sama. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa penduduk negeri kita banyak yang tidak menaati protokol kesehatan semasa pandemi. Apa salahnya berkaca pada pengorbanan warga Wuhan? Jika ingin virus ini segera musnah, maka kita juga harus berkorban, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Sekarang, bukan saatnya kita menjadi manusia yang individualis. Kisah pandemi ini dapat kamu temukan di Wuhan Diary di sini.

“Kita tidak bisa mengungguli virus dan menghentikannya; kita justru dengan kalut mengejar-ngejarnya dan mesti membayar mahal karenanya.” – Fang Fang

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta