George Orwell, Animal Farm: Sebuah Kisah Tentang Kekuasaan

Anggapan bahwa kekuasaan bisa mengubah sifat seseorang ternyata bukanlah sekadar isapan jempol belaka. Sudah banyak bukti di sekitar kita, orang yang awalnya memiliki sifat keadilan dan kebaikan ternyata bisa berubah menjadi orang yang penuh dengan kerakusan dan ketamakan saat mendapatkan kekuasaan.

Meskipun tidak semua orang yang awalnya berlabel “penuh kebaikan” akan mengalami perubahan ketika mendapat kuasa, pada aslinya, manusia memanglah makhluk yang sulit untuk puas, bahkan tidak akan pernah.

Lantas, apakah hal ini juga berlaku bagi para hewan? Apakah para hewan juga memiliki sifat rakus & tamak akan kekuasaan seperti manusia? Ataukah malah para hewan bisa lebih baik dari manusia jika diberikan sebuah kekuasaan?

George Orwell melalui novelnya yang berjudul Animal Farm menggambarkan situasi serupa yang terjadi pada manusia kebanyakan. Bedanya, dalam novel legendaris yang sudah dibaca banyak orang ini, Orwell mengangkat isu kekuasaan dengan hewan yang hidup di peternakan sebagai simbolisasinya.

Novel yang ditulis sejak 17 Agustus 1945 ini mengisahkan tentang kehidupan para penguasa dan penggambaran sifat asli manusia serta karakternya saat mendapatkan kekuasaan. 

George Orwell menuliskan novel fiksi ini karena ia tertarik tentang masalah politik. Isu seputar kekuasaan dan ketidakadilan memang sudah melekat erat di banyak model pemerintahan sejak zaman dulu kala. Orwell pun tidak ragu untuk mengisahkan novel ini dengan menempatkan karakter hewan sebagai satir politiknya.

Dilansir dari Kompas.com, Anasta mengungkapkan bahwa Orwell secara jenius juga berhasil menggambarkan serba-serbi kehidupan masyarakat kelas bawah yang dipaksa tunduk dan menjalan aturan dari penguasa.

Sebuah Kritik untuk Pemerintahan Uni Soviet

Dilansir dari Gramedia.com, Orwell secara gamblang menyatakan bahwa ia menjadikan novel ini sebagai sarana untuk mengkritisi masa pemerintahan Stalin di Uni Soviet yang dikenal terlalu otoriter dan diktator pada masa itu. 

Menurut Ahmad dari Modern Diplomacy, Orwell mencoba menggambarkan sisi suram dari kemunafikan dan kepalsuan Uni Soviet. Tak hanya itu, bahkan penindasan terhadap kelas pekerja dan meningkatnya kesenjangan di Rusia komunis berhasil ia hubungkan dengan hewan-hewan yang tertindas di peternakan dalam cerita novel ini. 

Selama masa perang dunia II, Orwell mencurahkan berbagai bentuk kritiknya ke dalam kisah ini. Setelah pertama kali terbit di Inggris, novel ini langsung mendapatkan peminat baca yang besar. Segera setelah itu, novel ini mulai diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dengan banyak versi juga.

Beberapa versi dari novel ini memiliki judul yang berbeda, menyesuaikan dengan penerjemahan bahasanya. Ada yang mendapatkan subjudul “A Fairy Story” dan beberapa lainnya memiliki subjudul “A Satire”. Tak hanya judulnya saja, beberapa karakter di dalam novel juga mendapatkan adaptasi nama yang berbeda, menyesuaikan dengan penerjemahannya.

Sinopsis Cerita Novel Animal Farm Karya George Orwell

Pernahkah Anda membayangkan, bagaimana jadinya jika sekelompok hewan yang hidup di dalam peternakan mulai berpikir untuk menguasai wilayah dan bahkan mencoba menjadi pemimpin yang lebih baik dari manusia?

Melalui pena tajamnya, George Orwell akan membawa kita ke dalam kisah fiksi yang menceritakan hewan-hewan di peternakan yang penuh ambisi. Bukan sembarang ambisi, tapi mereka memiliki ambisi untuk menjadi pemimpin yang lebih baik dari manusia. 

Tuan Jones merupakan sang pemilik Manor Farm yang menjadi saksi awal perlawanan hewan-hewan di peternakannya terhadap kekejaman dan tirani manusia selama ini. 

Suatu ketika, Mayor Tua, seekor Babi Hutan (pemimpin peternakan) mengadakan pertemuan rahasia di malam hari. Ia menceritakan mimpinya untuk memiliki kehidupan yang bebas, bahagia, dan seimbang kepada seluruh hewan di peternakan. Tak lupa, ia pun menghasut semua hewan di sana untuk melakukan revolusi jika ingin menjalani kehidupan yang ia mimpikan.

Tak lama setelah kematian Mayor Tua, semua binatang: babi, anjing, sapi, domba, ayam, dan lainnya bekerja sama melakukan pemberontakan melawan Tuan Jones. Sejumlah perlawanan ketat dari para hewan ternak membuat Tuan Jones yang membawa para peternak lain kewalahan dan lebih memilih untuk menyerah. 

Akhirnya, revolusi terjadi dan peternakan Manor diubah menjadi peternakan hewan yang dipimpin oleh dua ekor Babi yang sudah ditunjuk Mayor Tua untuk menggantikan kepemimpinannya jika ia mati. Mereka bernama Napoleon dan Snowball.

Ajaibnya, para hewan ini ternyata bisa membangun sistem kerjasama dan gotong royong yang baik. Setelah membereskan peternakan, mereka pun segera memastikan makanan terbagi dengan adil untuk setiap jenis hewan. Begitu pula tempat tinggal yang layak bagi setiap hewan.

Awal Mula Ketamakan Muncul di Animal Farm

Hari demi hari berganti. Setiap hewan masih memiliki semangat untuk memainkan perannya masing-masing. Peternakan berjalan dengan baik. Mulai dari kuda, sapi, kambing, bebek, ayam, musang, hingga burung saling bergotong royong. Namun, lambat laun, mereka mulai menyadari bahwa tidak mungkin bisa ada dua kepala dalam satu badan. 

Meski awalnya berjalan dengan baik, lambat lain sifat asli Napoleon dan Snowball mulai terlihat. Napoleon yang sedikit kasar, pemalas, dan serakah adalah babi hitam yang sibuk mengurus rumah Tuan Jones dan anak-anak anjing yang ditinggalkan ibunya.

Sementara Snowball, si babi putih yang cerdas dan terstruktur adalah yang paling vokal dalam memberikan komando. Ia bertugas mengatur ritme kerja hewan lain agar mereka bisa terus hidup tanpa perlu takut kehabisan suplai makanan.

Karena sifatnya yang terstruktur, Snowball menuliskan 7 hukum “Animal Farm” yang wajib ditaati oleh para hewan. Salah satu ayatnya merupakan ucapan Mayor Tua, yakni bahwa semua hewan itu setara. Hal ini pun terus Snowball lanjutkan dengan membuat program dan rencana bulanan untuk peternakan hewan. Salah satunya dengan membangun kincir angin yang dapat meringankan beban kerja para hewan dan meningkatkan keuntungan.

Namun demikian, di sisi lain, Napoleon mulai tidak suka dengan Snowball karena dirasa terlalu mengatur. Karena kebenciannya inilah, Napoleon ingin mengusir Snowball dari peternakan. Ia lalu memerintahkan anjing-anjing untuk mengusir Snowball saat sedang mengadakan pertemuan. 

Disinilah akhirnya Napoleon berhasil mewujudkan niat buruknya dan kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa peternakan hewan dan mewujudkan pembebasan dari setiap aturan.

Kepemimpinan Napoleon Menghancurkan Animal Farm

Tak lama, kondisi peternakan mulai kacau balau. Tidak ada kerjasama untuk bercocok tanam. Napoleon pun mencuri ide Snowball dengan membuat kincir angin. 

Selama setahun, para hewan bekerja keras untuk membangun kincir angin ini. Sementara itu, Napoleon justru memperbolehkan para babi lainnya untuk beristirahat dan bermalas-malasan di dalam rumah.

Kesenjangan antara babi dan hewan lainnya pun semakin terlihat, terutama ketika hewan lain melihat para babi tidur di rumah Tuan Jones, makan selai dan makanan manusia lain, minum bir, serta melakukan semua pantangan dalam 7 Hukum Peternakan Hewan.

Masa kekuasaan Napoleon yang diktator membuat para hewan kewalahan. Mereka merasa bahwa Napoleon justru lebih buruk daripada saat Tuan Jones masih di sana. Kini, hewan-hewan tidak mendapatkan makanan. Para ayam diambil telurnya yang kemudian ditukar dengan selai kesukaan para babi.

Hingga suatu ketika, Tuan Jones kembali ke peternakan itu untuk merebut dan menegaskan dominasinya atas peternakan. Pertempuran pun tak bisa dihindari lagi. Alhasil, kesengsaraan semakin menjadi dan Napoleon semakin tenggelam dalam ketamakannya.

Lantas bagaimanakah akhir dari cerita Animal Farm karya George Orwell ini? Apakah peternakan akan terus tenggelam dalam kediktatoran dari Napoleon? Atau akan ada juru selamat yang muncul untuk membebaskan peternakan dari penindasan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, pastikan Anda membaca novel Animal Farm karya George Orwell ini dengan membelinya di Bentangpustaka.com ya.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta