FOMO: Takut Ketinggalan Tren yang Jadi Ajang Menimbun Barang

Fear of Missing Out (FOMO) merupakan sebuah fenomena psikologis di mana seseorang merasa takut tertinggal hal-hal yang sedang populer. Rasa kehilangan atau ketertinggalan akan sesuatu memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengambilan keputusan seseorang. Media sosial sangat berpengaruh besar terhadap fenomena yang satu ini. Tidak hanya berkaitan dengan tren digital, FOMO juga bisa mendorong seseorang untuk membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan.

 Kesulitan memutuskan diri dari ketergantungan

Menurut Almasari Aksenta, dosen Komunikasi Politeknik Negeri Samarinda, beberapa gejala FOMO antara lain kesulitan memutuskan diri dari ketergantungan terhadap penggunaan media sosial, selalu berusaha mengikuti tren, memaksa membeli barang-barang tertentu bahkan hingga berhutang hanya karena tidak ingin dianggap ketinggalan zaman, dan keinginan untuk mendapat pengakuan di media sosial.

Meningkatnya penggunaan media sosial semakin membuat kita lebih sering terpapar informasi yang sedang trending. Melihat sebagian besar pengguna sosial media memiliki barang tertentu atau merasa akan lebih percaya diri jika memiliki barang tersebut, sangat mendorong pembelian. Apalagi dengan adanya berbagai platform belanja online beserta segala kemudahannya, membuat kegiatan belanja menjadi sangat praktis dan terasa menyenangkan.

Secara aktif, e-commerce memanfaatkan fenomena ini untuk meningkatkan pembelian. Dengan memberikan diskon terbatas (dalam momentum tertentu), melakukan penjualan secara real-time (live shopping), menampilkan jumlah pengguna barang yang dijual, menunjukkan bahwa barang tersebut sedang dibutuhkan banyak orang, memberikan informasi terkait keterbatasan jumlah barang, memberi batas waktu pembayaran yang sempit, hingga menawarkan gratis ongkir tanpa batas, menjadi hal yang sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan atas pembelian barang.

Over spending vs mengikuti gaya hidup influencer

Tidak jarang, para penjual menyewa jasa endorse dari para influencer untuk meningkatkan daya beli. Pengguna media sosial, terutama remaja akan mudah terpengaruh dengan gaya hidup influencer panutannya ataupun tergiring narasi yang dibuat. Hal ini mengakibatkan seseorang cenderung lebih mudah menghabiskan uang untuk membeli barang tersebut agar tidak dianggap ketinggalan zaman, tanpa memikirkan nilai kegunaannya. Orang-orang akan merasa jika mereka membutuhkan barang tersebut dan harus segera dibeli sebelum harga kembali normal atau sebelum barang tersebut benar-benar habis dan merasa hanya mereka yang tak memiliki barang tersebut.

Kecenderungan membeli karena takut ketinggalan tren ini tentu berbahaya. Selain menyebabkan ketidakstabilan finansial akibat over spending, rumah juga akan lebih cepat penuh dan berantakan. Apalagi jika barang yang dibeli ternyata tidak dibutuhkan dan akhirnya hanya tergeletak hingga rusak atau malah tertumpuk barang lain yang baru datang.

Akhirnya, rumah akan lebih mudah dipenuhi clutter. Proses berbenah rumah akan jauh lebih berat karena ada banyak barang yang harus dibereskan. Setelah decluttering pun yang akan kita temui adalah gunungan barang tak terpakai yang mungkin masih bagus, tapi tidak pernah terpakai karena dibeli hanya untuk memenuhi FOMO.

Harus diingat bahwa tren akan terus berubah. Jadi, pikir dulu sebelum membeli. Apakah memang butuh atau hanya karena takut ketinggalan zaman? Jangan sampai gudang para penjual malah berpindah ke rumah.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta