Donald Trump Memutihkan Wajah Gedung Putih

Ruang Oval, sebutan ruang kerja presiden Amerika Serikat, boleh dibilang mewakili selera dari sang pemimpin negara adidaya yang sedang berkuasa. Tiap periode kepemimpinan, dekorasi ruang oval tersebut hampir selalu berubah-ubah. <p style="text-align: justify;">Ruang Oval, sebutan ruang kerja presiden Amerika Serikat, boleh dibilang mewakili selera dari sang pemimpin negara adidaya yang sedang berkuasa. Tiap periode kepemimpinan, dekorasi ruang oval tersebut hampir selalu berubah-ubah. Pada era Presiden Donald Trump, ketika dia mulai berkantor di ruangan ini, presiden ke-45 AS itu mengubah nuansa ruangan dengan dominasi warna keemasan. Korden dan karpet warna emas dipilih Trump layaknya istananya sendiri.</p>

<p style="text-align: justify;">Sudah menjadi rahasia umum, rumah Trump penuh dengan sentuhan warna emas, salah satu yang paling mencolok adalah rumah mewahnya di 1985 Apartment, Trump Tower, New York. Gaya klasik Eropa abad pertengahan sepertinya menjadi gaya yang disukai Trump. Karena itu, sentuhan klasik di ruang oval tetap dipertahankannya. <em>Resolute desk</em> yang menjadi meja kerjanya, tidak ia utak-atik. Selain sudah menjadi ikon ruang kepresidenan AS, menurut <em>elledecor.com</em> meja tersebut memiliki nilai sejarah monumental, yakni meja tersebut merupakan hadiah  Putri Victoria untuk  Presiden ke-19 AS Rutherford B. Hayes.</p>

<p style="text-align: justify;">Seperti presiden-presiden sebelumnya, Trump juga mempertahankan keberadaan patung-patung para negarawan yang diletakkan dalam ruang oval. Ia hanya mengubah posisi patung Martin Luther King Jr. dan mengembalikkan kembali patung Winston Churcill ke dalam ruangannya. Sebelumnya, Barack Obama memilih memajang patung tersebut di luar ruang oval. Alasannya, supaya Obama bisa melihatnya tiap hari bahkan saat dia bersantai menonton pertandingan basket di kantornya. Pada hari-hari pertamanya di Gedung Putih, Washington DC, Trump sepertinya tak sekadar menjejalkan gayanya dalam dekorasi ruang oval, namun yang paling mendasar adalah ia menghembuskan atmosfer kontroversial. Adu mulut dan perdebatan mungkin menjadi kultur yang sengaja dibangun oleh Trump.</p>

<p style="text-align: justify;">Drama dan drama. Sebagai pengusaha yang kenyang pengalaman di dunia hiburan khususnya televisi, Trump sepertinya menyukai percik-percik konflik yang dapat dikuping atau bahkan disorot oleh media. Adegan percekcokan bahkan sudah terjadi saat pelantikan Trump sebagai Presiden AS ke-45. Trump dan Melania Knauss, istrinya uring-uringan karena mereka tak nyaman dengan fasilitas hotel tempat mereka menginap. Mereka merasa kegerahan. Padahal hotel tersebut sudah menjadi hotel langganan para calon presiden AS sebelum mereka diambil sumpah.</p>

<p style="text-align: justify;">Belum sempat menghangatkan kursi kepresidenan di ruang oval, Trump lagi-lagi sudah membuat gaduh. Di hari-hari pertamanya berkantor, ia menunjuk Jared Kushner, suami Ivanka Trump, menjadi Penasihat Seniornya serta Steve Bannnon dipilihnya sebagai Kepala Strategi di Gedung Putih. Di mata publik, keberadaan dua sosok tersebut dalam lingkar utama kepresidenan dinilai tidak populer karena yang satu adalah menantu sendiri, praktis menyeruakkan aroma nepotisme dan yang kedua adalah mantan kepala perusahaan sayap kanan, Breitbart. Bannon merupakan otak di balik kebijakan dalam dan luar negeri Trump.</p>

<p style="text-align: justify;">Kebijakan Trump cenderung membangkitkan kembali politik identitas di AS. Retorika Trump yang mendengungkan “mengembalikan kejayaan Amerika Serikat” dan mengistimewakan ras kulit putih seolah menjadi tameng bagi kalangan sayap kanan untuk menggilas konstruksi multikultur yang sudah mengakar kuat. Prinsip demokrasi, yakni “kesetaraan derajat bagi semua ras” yang diperjuangkan oleh Martin Luther King Jr., pada era Trump mengalami degradasi. Trump menerbitkan kebijakan yang membatasi hak kaum imigran.</p>

<p style="text-align: justify;">Seperti dilansir <em>Washington Post</em>, dalam pernyataannya, Trump berujar, “Kenapa orang-orang dari negara-negara ‘lobang kotoran’ datang ke sini?” Pernyataan Trump itu dilontarkan di depan anggota legislatif Partai Demokrat dan Republik usai membahas soal imigrasi pada Januari 2018. Bagi Trump, diksi “lubang kotoran” tersebut dialamatkan kepada mereka yang berasal dari Haiti, El Savador, dan negara-negara Afrika.</p>

<p style="text-align: justify;">Dukungan intelijen dan media memainkan peranan penting dalam mengawal kekuasaannya. Trump sadar betul akan hal itu. Oleh sebab itu, ia mengganti posisi-posisi kunci dalam kelompok intelijen, seperti CIA, FBI, dan NSC dengan orang-orang pilihannya, sedangkan di media dia percayakan pada jejaring Steve Bannon. Sebelumnya, pada hari-hari pertamanya, ia merombak konfigurasi staf Gedung Putih. Hampir 90 persen stafnya adalah orang kulit putih, 80 persennya berjenis kelamin laki-laki. Trump dikenal sebagai orang yang jarang membaca. Karena itu, ia membutuhkan orang-orang pintar, berwawasan, dan sehaluan dengannya untuk membangun kembali kejayaan AS. Dalam konteks ini adalah kejayaan warga negara AS berkulit putih yang diibaratkan sebagai warga pribumi.</p>

<p style="text-align: justify;">Kegaduhan yang dibuat Presiden Donald J. Trump di Gedung Putih tak hanya sampai di situ. Berbagaiaktivitas kontroversial lainnya masih menghiasi Gedung Putih dan menjadi sorotan media. Hal-hal yang bisa kita perlajari dari sosok Donald J. Trump dan kebijakan kontroversial ini terangkum secara lengkap dan padat dalam bulu <em><a href="https://mizanstore.com/fire_and_fury_menyingkap_62809">Fire and Fury</a> </em>karya <a href="https://mizanstore.com/fire_and_fury_menyingkap_62809">Michael Wolff</a>. Diterbitkan dalam versi Bahasa Inggris, buku ini terlah diterjemahkan dalam versi Bahasa Indonesia oleh Bentang Pustaka. Ingin tahu lebih banyak tentang kebijakan <a href="https://mizanstore.com/fire_and_fury_menyingkap_62809">Donald J. Trump</a>? Dapatkan bukunya <a href="https://mizanstore.com/fire_and_fury_menyingkap_62809">di sini</a>.</p>

<p style="text-align: justify;"> </p>

<p style="text-align: justify;">Kontributor: Sigit Suryanto</p>Bentang Pustaka

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta