Budaya Konsumerisme Masyarakat: Membeli Barang dengan Sifat Konsumtif

Budaya Konsumerisme Masyarakat: Dilematis Keinginan atau Kebutuhan?

Budaya konsumerisme masyarakat kini menjadi semakin nyata. Kalau dahulu kala, orang lapar hanya membutuhkan satu tujuan: kenyang. Hal yang dibutuhkan untuk merasakan kenyang: makan. Sudah cukup, itu saja. Sekarang, pola seperti lapar – makan – kenyang saja tidaklah cukup. Perlu ada sesuatu yang lebih untuk dirasa kenyang.

Tafsiran ‘kenyang’ oleh orang-orang yang hidup dalam era modernisme itu bermacam-macam. Jika kita menilik lebih dekat, saat ini ‘kenyang’ tidak hanya urusan perut semata, tetapi juga kepuasan diri demi sebuah eksistensi. Bisa dikatakan, ‘kenyang’ saat ini sudah beralih menjadi pengonsumsian sesuatu yang melibatkan semua aspek.

Pengonsumsian suatu hal secara berlebihan bisa kita masukkan dalam kategori konsumerisme, sifat konsumtif yang menjadi konstruksi baru di dalam kehidupan kita. Pada akhirnya, membuat kita terjebak dalam dilematis: sekadar keinginan atau memang menjadi sebuah kebutuhan?

Globalisasi Menjadi Penggeraknya

Budaya konsumerisme masyarakat berawal dari keberadaan kita dalam era globalisasi. Dari globalisasi, kita akan terkoneksi dari belahan dunia mana pun. Kedatangan dan penerimaan akses informasi pun menjadi tak terelakkan. Semua bisa kita terima dan jika tidak melakukan filterisasi, bisa saja mengubah gaya hidup hanya dalam sekejap mata.

Melalui globalisasi, para pelaku usaha dari ranah industri menjadi memuncak. Kita, para konsumen atau konsumtor menjadi merasa ‘cuci mata’ dengan banyaknya produk-produk yang dipublikasikan.

Jadi, bisa dimengerti bahwa pengaruh globalisasi terhadap sifat konsumtif masyarakat menjadi sangat nyata jika tak ada remnya. Pengaruhnya bisa berimbas pada gaya hidup yang menonjolkan kemewahan, kesenangan, dan berfoya-foya menghamburkan uang.

Budaya Konsumerisme Masyarakat dari Hasrat yang Tak Terkendalikan

Konsumerisme merupakan penyimpangan orientasi kegiatan konsumsi. Penyimpangan konsumsi yang pada awalnya tidak membutuhkan akal dan pikiran yang jernih untuk memilah-milah dari antara keinginan atau kebutuhan. Dari hal tersebut, munculah hasrat yang menggebu-gebu untuk memiliki sesuatu.

Munculnya sifat ingin memiliki telah terpatri dari awal. Budaya konsumtif menjadikan adanya hasrat hedonism yang kian menjulang. Hedonisme yang tak memikirkan keadaan, lalu “belanja terus sampai mati,” layaknya penggalan lagu dari Efek Rumah Kaca.

Kecukupan Diri yang Dibutuhkan

Kalau sudah punya satu, mengapa harus dua, tiga, dan seterusnya?

Kalau tidak butuh-butuh amat, mengapa tetap bersikukuh untuk menjadi penikmat?

Kendali diri sangat dibutuhkan dalam menghempas sifat konsumerisme. Kita jangan terus-menerus terjebak dalam ego sendiri. Sejatinya, kita punya otoritas diri untuk melawan hawa nafsu dari ‘kekurangan dan kehausan’ akan sesuatu.

Kecukupan diri dibutuhkan saat hasrat berlebihan melampaui ambang batas. Pemikiran rasional akan sebuah pertimbangan dalam membeli dan menikmati barang juga diperlukan. Jika tidak, kita akan terjebak dalam gua kapitalisme yang sedari kini mengakar dalam era globalisasi.

Kebudayaan zaman dahulu yang baik janganlah sampai direnggut oleh globalisasi. Belanja itu pasti, kebutuhan pasti terus ada, namun jangan sampai keinginan nafsu memiliki menjadi menguasai. Terus miliki sebuah skala prioritas dalam kehidupan, yang sekiranya perlu didahulukan dan diurungkan.

Nantikan buku dari Emha Ainun Nadjib yang akan terbit ulang di Bentang Pustaka, bertajuk Indonesia Bagian dari Desa Saya pada 1-15 November 2020.

Pamungkas Adiputra

 

 

 

 

 

 

 

1 reply

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] kita belum benar-benar bisa memberikan sikap konsumerisme yang tepat. Kita masih terjebak dalam konsumerisme yang bernilai negatif. Tata ekonomi menjadi amburadul dan bertolak dari rasa susila dan kesamaan […]

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta