Annisa Tyas: Kita Cari Benang Merahnya Dulu untuk NVO!
Setelah TwitTalk Penulis Negeri Van Oranje sebelumnya membahas mengenai proses pembuatan NVO yang dilakukan secara LDR-an, malam tadi Kak Annisa Tyas (@nisatyas) juga mau curhat tentang suka-dukanya menulis novel dalam empat kepala, satu jalan cerita, dan LDR-an.
“Sekarang, kami mau cerita dikit soal huru-hara di belakang proses nulisnya #NegeriVanOranje!” tweet Kak Nisa.
Hal pertama yang dilakukan oleh Kak Nisa dan ketiga temannya, yang pastinya adalah “rembukan”. Ini untuk menentukan buku jenis apa yang nantinya ingin dituliskan oleh mereka. Saat itu, mereka memiliki keinginan membuat novel yang informatif, menghibur, dan menginspirasi. Hingga akhirnya terbentuklah novel Negeri Van Oranje yang sangat “hidup”. Cerita yang hidup ini dibangun dengan penggalian pengalaman ekstra. Kak Nisa mengatakan bahwa untuk membuat cerita Lintang di Leiden, dia harus gali-gali pengalaman dan cerita-cerita dari teman-teman di sana. Bahkan penggalian dispesifikkan ke lokasi kafe favorit, suasana kanal di Leiden saat sore hari, hal ini agar pembaca ikut menikmati suasana Negeri Van Oranje. Dari penggalian informasi itu terbentuklah cerita-cerita haru dan lucu teman-teman kuliahnya yang kemudian dikompilasi jadi jalinan cerita tokoh-tokoh. Oleh karena itu, walaupun tokoh-tokohnya fiktif, tapi banyak cerita yang benar adanya.
“Begitu dikompilasi cerita-cerita empat penulis dengan teman-teman di empat kota berbeda, wow! Seru banget!” ujar Kak Nisa.
Mereka harus mencari benang merah dari cerita tersebut. Itu bukanlah hal yang mudah bagi mereka. Hingga akhirnya ditentukanlah Lintang-lah yang menjadi benang merahnya. Lintang satu-satunya tokoh yang travel ke semua kota. Dari situlah muncul ide bahwa Lintang menjadi obyek rebutan keempat tokoh.
“Itu awal mulanya #NegeriVanOranje yang awal mulanya dimaksudkan sebagai buku tips and tricks berubah menjadi novel roman haha,” lanjut Kak Nisa.
Salah satu keinginan mereka sudah terwujud, yakni menjadikan Negeri Van Oranje novel yang menginspirasi dan menghibur, tinggal mencari cara bagaimana caranya menjadi novel yang menginspirasi. Setelah bergelas-gelas koffie verkeerd (kopi susu), akhirnya mereka menemukan satu “angle“, yaitu pertanyaan mendasar yang terbesit di benak semua mahasiswa yang belajar ke LN (Luar Negeri). Seperti: buat apa balik ke Indonesia? Menurut Kak Nisa, semua yang di LN pernah mengalami pertanyaan dilematis menjawab pertanyaan itu. Hingga pada akhirnya mereka berusaha menyajikan berbagai sudut pandang untuk menjawab pertanyaan itu. Dan mereka berkesimpulan, walaupun jawaban terhadap pertanyaan itu berbeda-beda, namun jawaban itu tak ada yang benar atau salah.
“Mau balik, bagus. Mau berkiprah di luar, great! Paspor boleh beda-beda, asal hatinya tetap merah putih!” tegasnya.
Jadi, lengkaplah tiga elemen yang ada di Negeri Van Oranje; menginformasi, menghibur, dan menginspirasi. Dan menjadi novel yang diapresiasi oleh pecinta buku di Indonesia.
Film yang diterbitkan pada tahun 2009 ini akan tayang di bioskop-bioskop pada 23 Desember mendatang. Dengan kerjasama dari Falcon Picture, film ini dibintangi oleh Chicco Jerikho, Tatjana Saphira, Arifin Putra, Abimana Aryasatya, dan Ge Pamungkas.
Setelah TwitTalk Penulis Negeri Van Oranje sebelumnya membahas mengenai proses pembuatan NVO yang dilakukan secara LDR-an, malam tadi Kak Annisa Tyas (@nisatyas) juga mau curhat tentang suka-dukanya menulis novel dalam empat kepala, satu jalan cerita, dan LDR-an.
“Sekarang, kami mau cerita dikit soal huru-hara di belakang proses nulisnya #NegeriVanOranje!” tweet Kak Nisa.
Hal pertama yang dilakukan oleh Kak Nisa dan ketiga temannya, yang pastinya adalah “rembukan”. Ini untuk menentukan buku jenis apa yang nantinya ingin dituliskan oleh mereka. Saat itu, mereka memiliki keinginan membuat novel yang informatif, menghibur, dan menginspirasi. Hingga akhirnya terbentuklah novel Negeri Van Oranje yang sangat “hidup”. Cerita yang hidup ini dibangun dengan penggalian pengalaman ekstra. Kak Nisa mengatakan bahwa untuk membuat cerita Lintang di Leiden, dia harus gali-gali pengalaman dan cerita-cerita dari teman-teman di sana. Bahkan penggalian dispesifikkan ke lokasi kafe favorit, suasana kanal di Leiden saat sore hari, hal ini agar pembaca ikut menikmati suasana Negeri Van Oranje. Dari penggalian informasi itu terbentuklah cerita-cerita haru dan lucu teman-teman kuliahnya yang kemudian dikompilasi jadi jalinan cerita tokoh-tokoh. Oleh karena itu, walaupun tokoh-tokohnya fiktif, tapi banyak cerita yang benar adanya.
“Begitu dikompilasi cerita-cerita empat penulis dengan teman-teman di empat kota berbeda, wow! Seru banget!” ujar Kak Nisa.
Mereka harus mencari benang merah dari cerita tersebut. Itu bukanlah hal yang mudah bagi mereka. Hingga akhirnya ditentukanlah Lintang-lah yang menjadi benang merahnya. Lintang satu-satunya tokoh yang travel ke semua kota. Dari situlah muncul ide bahwa Lintang menjadi obyek rebutan keempat tokoh.
“Itu awal mulanya #NegeriVanOranje yang awal mulanya dimaksudkan sebagai buku tips and tricks berubah menjadi novel roman haha,” lanjut Kak Nisa.
Salah satu keinginan mereka sudah terwujud, yakni menjadikan Negeri Van Oranje novel yang menginspirasi dan menghibur, tinggal mencari cara bagaimana caranya menjadi novel yang menginspirasi. Setelah bergelas-gelas koffie verkeerd (kopi susu), akhirnya mereka menemukan satu “angle“, yaitu pertanyaan mendasar yang terbesit di benak semua mahasiswa yang belajar ke LN (Luar Negeri). Seperti: buat apa balik ke Indonesia? Menurut Kak Nisa, semua yang di LN pernah mengalami pertanyaan dilematis menjawab pertanyaan itu. Hingga pada akhirnya mereka berusaha menyajikan berbagai sudut pandang untuk menjawab pertanyaan itu. Dan mereka berkesimpulan, walaupun jawaban terhadap pertanyaan itu berbeda-beda, namun jawaban itu tak ada yang benar atau salah.
“Mau balik, bagus. Mau berkiprah di luar, great! Paspor boleh beda-beda, asal hatinya tetap merah putih!” tegasnya.
Jadi, lengkaplah tiga elemen yang ada di Negeri Van Oranje; menginformasi, menghibur, dan menginspirasi. Dan menjadi novel yang diapresiasi oleh pecinta buku di Indonesia.
Film yang diterbitkan pada tahun 2009 ini akan tayang di bioskop-bioskop pada 23 Desember mendatang. Dengan kerjasama dari Falcon Picture, film ini dibintangi oleh Chicco Jerikho, Tatjana Saphira, Arifin Putra, Abimana Aryasatya, dan Ge Pamungkas.
bentang
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!