Description
Penulis: Dee Lestari | Target terbit: Januari 2012 |
Judul buku: Filosofi Kopi | Kover: Softcover |
Penerbit: Bentang Pustaka | Format: 13.5 x 20 cm |
ISBN: 978-602-8811-61-3 | Jumlah halaman: 156 halaman |
Penyunting: Dhewiberta | Jenis Kertas Isi: Bookpaper 55gr |
Harga: Rp47.000 | Jenis Kertas Sampul: Art carton 230 gr |
Tebal Punggung: 0.8 cm | Kategori versi Penerbit: Novel Indonesia |
Lini: Bentang Pustaka | Kode: BT-504 |
Buku Referensi: seri Supernova, Filosofi Kopi, Madre, Perahu Kertas, Rapijali 2: Menjadi | |
TARGET PEMBACA: Pembaca usia 13-50 tahun, penggemar novel-novel Dee Lestari |
|
KEUNGGULAN
TENTANG PENULISDEWI LESTARI, dikenal dengan nama pena Dee Lestari, lahir di Bandung, 20 Januari 1976. Debut Dee dalam kancah sastra dimulai pada tahun 2001 dengan episode pertama novel serial Supernova berjudul Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Disusul episode-episode berikutnya; Supernova 2: Akar pada 2002, Supernove 3: Petir pada 2004, Partikel pada 2012, Gelombang pada 2014, serial Supernova konsisten menjadi best seller nasional dan membawa banyak kontribusi positif dalam dunia perbukuan Indonesia. Kiprahnya dalam dunia kepenulisan juga telah membawa Dee ke berbagai ajang nasional dan internasional. Supernova ke-6 dengan judul episode Inteligensi Embun Pagi merupakan buku penutup dari serial yang telah digarap Dee selama lima belas tahun terakhir. Dee juga telah melahirkan buku-buku fenomenal lainnya, yakni Filosofi Kopi (2006), Rectoverso (2008), Perahu Kertas (2009), dan Madre (2011). Hampir seluruh karya Dee, termasuk Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh telah diadaptasi menjadi film layar lebar. Selain menulis buku dan mengisi blog, Dee juga aktif di dunia musik sebagai penyanyi dan penulis lagu. Ia tinggal bersama keluarga kecilnya di Tangerang Selatan. Dari dapur rumahnya, Dee juga rajin berkarya resep masakan yang diunggah ke situs pribadinya, www.deelestari.com. KUTIPANSeharusnya ada pepatah bijak yang berbunyi: ‘Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan’. Sekalipun ganjil terdengar, tapi itu penting. Pepatah bukan sekadar kembang gula susastra. |