[CERMIN] Mentari Tapal Batas
Mentari mulai menampakkan dirinya lagi. Setelah semalam penuh tenggelam di sana, di ufuk barat, dengan wajah tak secerah pagi ini. Wajahnya terlihat semburat jingga berkilauan masam, namun sama indahnya ketika terbit. Mungkin dia sedih meninggalkan tugasnya menerangi kami, yang jauh dari cahaya.
Kami, anak perbatasan, selalu merindukan cahaya dan belaian hangat dari mentari. Kami menangis ketika mentari beranjak pergi dan membuat kami bertarung dengan kegelapan malam yang sunyi. Ingin rasanya membawa sedikit bagian darinya ke tempat kami. Agar malam nanti tak semuram malam-malam yang lalu.
Kami berjumpa Bu Guru ketika kami sedang bersedih di bawah langit jingga dan memandang mentari di ufuk barat.
“Bu guru, kak mane mentari tu pergi? Tak dapatkah dia kak sini sahaja? Tengok perbatasan tu, Indonesia mesti selalu gelap. Kenape kak sana tak?”
“Mentari tu mesti pergi lah, dia menerangi alam ni secare bergantian. Indonesia ni besar tau, masih banyak saudara kite senasib macam kak sini. Jadi sabarlah, suatu saat, malam kak sini dapat bersinar macam kak negara tetangga tu.”
“Ya lah bu guru, setidaknya koruptor yang ambil sinar kite, macam negara tetangga tu, tak dapat korupsi mentari kite ye.”
*****
Oleh: Putri Idhaini
Sumber gambar: Leovita Augusteen Mentari mulai menampakkan dirinya lagi. Setelah semalam penuh tenggelam di sana, di ufuk barat, dengan wajah tak secerah pagi ini. Wajahnya terlihat semburat jingga berkilauan masam, namun sama indahnya ketika terbit. Mungkin dia sedih meninggalkan tugasnya menerangi kami, yang jauh dari cahaya.
Kami, anak perbatasan, selalu merindukan cahaya dan belaian hangat dari mentari. Kami menangis ketika mentari beranjak pergi dan membuat kami bertarung dengan kegelapan malam yang sunyi. Ingin rasanya membawa sedikit bagian darinya ke tempat kami. Agar malam nanti tak semuram malam-malam yang lalu.
Kami berjumpa Bu Guru ketika kami sedang bersedih di bawah langit jingga dan memandang mentari di ufuk barat.
“Bu guru, kak mane mentari tu pergi? Tak dapatkah dia kak sini sahaja? Tengok perbatasan tu, Indonesia mesti selalu gelap. Kenape kak sana tak?”
“Mentari tu mesti pergi lah, dia menerangi alam ni secare bergantian. Indonesia ni besar tau, masih banyak saudara kite senasib macam kak sini. Jadi sabarlah, suatu saat, malam kak sini dapat bersinar macam kak negara tetangga tu.”
“Ya lah bu guru, setidaknya koruptor yang ambil sinar kite, macam negara tetangga tu, tak dapat korupsi mentari kite ye.”
*****
Oleh: Putri Idhaini
Sumber gambar: Leovita Augusteenbentang
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!