11 Hal yang Perlu Kalian Ketahui tentang Seno Gumira Ajidarma

  1. Terlahir dengan nama lengkap Seno Gumira Ajidarma, lahir di Boston Amerika Serikat pada 19 Juni 1958. Merupakan anak dari Prof. Dr. M.S.A Sastroamidjojo yang merupakan guru besar Fakultas Mipa UGM dan Dr. Poestika Kusuma Sujana
  1. Tak seperti sang Ayah, usai SMP, Seno kecil tidak mau melanjutkan sekolah, ia ingin hidup berkelana seperti dalam cerita-cerita petualangan yang ia baca 
  1. Untuk mewujudkannya, Seno kecil kemudian memutuskan untuk pergi dari rumah. Ia berkenala selama tiga bulan dari Jawa, hingga ke Sumatra. Segala macam pekerjaan ia lakoni untuk memenuhi kebutuhannya, bahkan menjadi buruh pabrik pun ia lakoni
  1. Namun, karena kehabisan uang, ia pun terpaksa kembali dan melanjutkan pendidikannya di SMA Kolese De Britto, Yogyakarta
  1. Sejak kecil, Seno, sudah memiliki jiwa seorang seniman, hal ini ia buktikan dengan mengikuti komunitas-komunitas seni jalanan pada saat SMA
  1. Namun, ia merasa belum puas berkelana. Ia merasa harus berpetualang seperti cerita-cerita yang ia baca di masa kecil. Menjadi seorang wartawan pada umurnya yang ke 19, adalah cara ia berpetualang sambil memburu berita
  1. Meski giat berpetualang memburu berita, namun ternyata Seno telah menaklukan hati Ikke Susilowati dan menikahinya pada umurnya yang masih belia, 19 tahun
  1. Seno kala itu menggunakan nama pena Mira Sato, pernah menuliskan sebuah puisi yang dimuat di media masa kala itu, Mati Mati Mati (1975), Bayi Mati (1978), dan Catatan-catatan Mira Sato (1978) adalah karyanya
  1. Namanya semakin dikenal semenjak ia menulis Trilogi Insiden yang mengisahkan tentang kemelut jurnalisme dan juga permasalahan di Timor Timur. Trilogi Insiden yang terdiri atas; Saksi Mata pada 1994, Jazz, Parfum, dan Insiden pada 1996, dan sebuah esai berjudul “Ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara”, pada 1997, yang kemudian dikumpulkan dan diterbitkan oleh Bentang Budaya
  1. Akibat tulisannya yang sedikit menyentil pemerintah Indonesia atas kejadian di Timor Timur, Seno kemudian dikeluarkan dari majalah tempatnya bekerja. Karya-karya Seno dipengaruhi oleh Umar Kayam, Budi Darma, Putu Wijaya dan WS Rendra. Baginya, Umar Kayam, yang merupakan sastrawan kawakan itu, memberikan sebuah pengaruh besar dalam setiap karya Seno. Umar Kayam, memberikan semacam cita rasa dan sebuah nyawa yang elegan. Berbeda dengan Budi Darma, Seno merasa Budi Darma itu cukup gila, dan karena kegilaan itulah yang membuat Seno berani mengangkat cerita-cerita yang dapat membuat kita berdecak. Lain halnya dengan Putu Wijaya, Seno

 

  1. Terlahir dengan nama lengkap Seno Gumira Ajidarma, lahir di Boston Amerika Serikat pada 19 Juni 1958. Merupakan anak dari Prof. Dr. M.S.A Sastroamidjojo yang merupakan guru besar Fakultas Mipa UGM dan Dr. Poestika Kusuma Sujana
  1. Tak seperti sang Ayah, usai SMP, Seno kecil tidak mau melanjutkan sekolah, ia ingin hidup berkelana seperti dalam cerita-cerita petualangan yang ia baca 
  1. Untuk mewujudkannya, Seno kecil kemudian memutuskan untuk pergi dari rumah. Ia berkenala selama tiga bulan dari Jawa, hingga ke Sumatra. Segala macam pekerjaan ia lakoni untuk memenuhi kebutuhannya, bahkan menjadi buruh pabrik pun ia lakoni
  1. Namun, karena kehabisan uang, ia pun terpaksa kembali dan melanjutkan pendidikannya di SMA Kolese De Britto, Yogyakarta
  1. Sejak kecil, Seno, sudah memiliki jiwa seorang seniman, hal ini ia buktikan dengan mengikuti komunitas-komunitas seni jalanan pada saat SMA
  1. Namun, ia merasa belum puas berkelana. Ia merasa harus berpetualang seperti cerita-cerita yang ia baca di masa kecil. Menjadi seorang wartawan pada umurnya yang ke 19, adalah cara ia berpetualang sambil memburu berita
  1. Meski giat berpetualang memburu berita, namun ternyata Seno telah menaklukan hati Ikke Susilowati dan menikahinya pada umurnya yang masih belia, 19 tahun
  1. Seno kala itu menggunakan nama pena Mira Sato, pernah menuliskan sebuah puisi yang dimuat di media masa kala itu, Mati Mati Mati (1975), Bayi Mati (1978), dan Catatan-catatan Mira Sato (1978) adalah karyanya
  1. Namanya semakin dikenal semenjak ia menulis Trilogi Insiden yang mengisahkan tentang kemelut jurnalisme dan juga permasalahan di Timor Timur. Trilogi Insiden yang terdiri atas; Saksi Mata pada 1994, Jazz, Parfum, dan Insiden pada 1996, dan sebuah esai berjudul “Ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara”, pada 1997, yang kemudian dikumpulkan dan diterbitkan oleh Bentang Budaya
  1. Akibat tulisannya yang sedikit menyentil pemerintah Indonesia atas kejadian di Timor Timur, Seno kemudian dikeluarkan dari majalah tempatnya bekerja. Karya-karya Seno dipengaruhi oleh Umar Kayam, Budi Darma, Putu Wijaya dan WS Rendra. Baginya, Umar Kayam, yang merupakan sastrawan kawakan itu, memberikan sebuah pengaruh besar dalam setiap karya Seno. Umar Kayam, memberikan semacam cita rasa dan sebuah nyawa yang elegan. Berbeda dengan Budi Darma, Seno merasa Budi Darma itu cukup gila, dan karena kegilaan itulah yang membuat Seno berani mengangkat cerita-cerita yang dapat membuat kita berdecak. Lain halnya dengan Putu Wijaya, Seno

Vivekananda Gitanjali

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta