Tag Archive for: Wabah

Wuhan Diary

Buku Wuhan Diary Kini Akan Segera Hadir di Indonesia!

Buku Wuhan Diary. Melihat dari judul bukunya, pasti semua orang akan menerka-nerka isi buku tidak lain merupakan diari kota Wuhan; sejarah kota Wuhan ataupun Wuhan dengan segala isinya yang berkaitan tentang koronavirus. Memang tidak salah, akan lebih baik saya beri sedikit penegasan, buku ini berisi segala catatan harian daring oleh salah seorang penulis kenamaan Tiongkok, Fang Fang, yang kemudian catatan tersebut diterbitkan pada Juni 2020.

Di balik hiruk pikuk wabah koronavirus yang telah menyebar pertama kali di kota Wuhan, masih ada orang yang memiliki niat untuk merekam segala kejadian awal hingga akhir bagaimana koronavirus menghantam kehidupan umat manusia. Fang Fang menceritakan segala luapan emosi di dalam bukunya itu, baik kegeraman terhadap aparat pemerintah, kemanusiaan yang hadir di tengah wabah, dan bagaimana masyarakat bisa beradaptasi dengan situasi krisis yang tak berkesudahan.

Berikut disajikan beberapa fakta atau spoiler terkait buku Wuhan Diary.

Buku Wuhan Diary ditulis oleh Fang Fang

Memiliki nama asli Wang Fang, sedangkan nama penanya ialah Fang Fang. Lahir di Nanjing, Tingkok, pada 11 Mei 1955. Wang Fang merupakan lulusan Universitas Wuhan. Pada tahun 1975, ia mulai menulis puisi dan pada tahun 1982, ia meluncurkan novel pertamanya, Da Peng Che Shang. Pada tahun 1987, ia merilis mahakaryanya “Feng Jing“, dan memenangkan penghargaan novel medium-length nasional yang luar biasa pada tahun 1987-1988. Karya lainnya, termasuk Qin Duan Kou, dan Xing Yun Liu Shui, “Jiang Na Yi An“, “Yi Chang San Tan“, telah diterima dengan baik juga.

Penguncian wilayah selama 76 hari

Buku Wuhan Diary memiliki cerita yang begitu mendetail, terutama saat awal penguncian wilayah (lockdown). Masyarakat dikagetkan dengan seruan aparat pemerintah setempat yang menyuruh masyarakat untuk segera mengisolasi diri dan menutup semua akses transportasi, jual-beli, dan hal-hal yang yang dijadikan tempat kerumunan. Hal tersebut bertolak belakang dengan seruan awal bahwa virus ini “Tidak Menular Antarmanusia; Bisa Dikendalikan dan Bisa Dicegah”. Wang Fang pun turut geram akan ketidakpastian aparat pemerintah terhadap nasib rakyatnya.

Ditambah lagi, sejak 20 Januari, ketika pakar penyakit infeksi Tiongkok, dr. Zhong Nanshan, mengungkapkan bahwa koronavirus bisa menulari antarmanusia dan terdapat fakta kalau sudah ada empat belas tenaga medis sudah terinfeksi virus. Wang Fang merasa terguncang, tentunya. Ia seketika langsung mengisolasi diri selama 14 hari (sesuai dengan informasi periode inkubasi virus) dan menuliskan di kertas siapa saja yang sudah ditemui 2 minggu ke belakang untuk memberikan informasi jikalau ia benar-benar terinfeksi. Ia pun berpikiran tidak mau kalau orang-orang tersayangnya ikut terinfeksi virus tersebut.

Wuhan layaknya kota mati tak berpenghuni

Kota sebesar Wuhan ditutup? Tak mungkin!

Wang Fang benar-benar tak bisa mengelak jika kota Wuhan harus benar-benar ditutup. Keadaan kota sangat sunyi dan senyap. Jalanan terbentang luas dan ibarat makanan sudah terbengkalai. Sedih rasanya melihat jalanan yang biasanya menjadi pusat keramaian tiba-tiba saja harus bernasib seperti ini. keresahan di dalam benak pun muncul, apakah orang-orang tersayang, termasuk anak dan keluarganya akan atau sudah terinfeksi virus, serta mempertanyakan keadaan masa depan kota Wuhan akan seperti apa.

Akibat penguncian wilayah yang menyebabkan kota Wuhan layaknya kota mati, masyarakat yang sudah memiliki gejala berat–yang ingin memeriksakan diri ke tenaga media–tidak memiliki akses untuk menjangkau pusat pelayanan kesehatan. Tak satu pun transportasi yang melintas di jalanan, sekali pun itu transportasi publik. Alhasil, orang-orang yang bergejala berat tersebut meninggal di tempat sebelum mendapat pertolongan medis.

Keadaan di Wuhan memang benar-benar miris saat awal kemunculan koronavirus. Beberapa bulan kemudian koronavirus menyerang berbagai negara, bahkan hingga saat ini sudah hampir seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.

Itulah sedikit simpulan dari isi buku Wuhan Diary. Nantikan segera di pasaran dan ikuti masa pre-order bukunya di Bentang Pustaka pada tanggal 30 November-15 Desember 2020.

Bagaimana pun keadaanmu pada masa pandemi sekarang ini, saya harap dirimu tetap bisa bertahan dan bangkit dari masa-masa sulit, ya!

Pamungkas Adiputra.

Baca juga: COVID-19: Musibah atau Konspirasi?

 

 

 

 

 

Muhasabah Diri Jamaah Maiyah

Muhasabah Jamaah Maiyah Selama Pandemi

Muhasabah Jamaah Maiyah: Tawakal dan Waspada

Muhasabah Jamaah Maiyah pernah disinggung Cak Nun dalam buku Lockdown 309 Tahun. Cak Nun menceritakan seluk-beluk virus yang telah membumi ini bersamaan dengan jamaah Maiyah yang dapat membentengi diri.

Berbekal jiwa, pola berpikir dan sikap mental tawakal, Jamaah Maiyah berperilaku sebagaimana biasanya. Mereka pergi ke mana pun sesuai dengan keperluan dan kewajibannya. Jamaah sangat berpasrah diri kepada ketentuan Allah apa pun yang akan menimpa dirinya.

Akan tetapi, pada saat yang sama, jamaah Maiyah memaknai “takwa” terutama pada dimensi “waspada”. Mereka waspada kepada keagungan Allah sehingga mengagumi-Nya. Menyadari dengan sangat kekuasaan Allah sehingga senantiasa menggantungkan diri kepada-Nya. Mereka sangat perhatian kepada dirinya sendiri. Jamaah Maiyah ber-muhasabah setiap saat dan terus-menerus terhadap tipisnya jarak antara–misalnya–tawakal dan takabur, yakin dan gedhe rumongso, bertakwa dan percaya buta, juga iman dan kesembronoan.

Wudu dan Ibadah

Jamaah Maiyah merawat kesehatannya, mengistikamahi wudu dan salatnya, menjaga jiwa takwa dan hati tawakalnya, mewakilkan kepada Allah segala sesuatu dan kemungkinan-kemungkinan yang berada di luar kuasa dan kemampuannya. Mereka memastikan bahwa seluruh keutuhan hidupnya semata-mata kepada Maha Penjaga Ka’bah, “Robba hadzal bait”. Sebab, itulah jalan dan rute untuk mendapatkan gaji langit: dijamin tidak kelaparan dan dipastikan dibebaskan dari rasa takut kepada apa pun kecuali Allah.

Kehidupan jiwa dan kesadaran pikiran jamaah Maiyah berpegangan total kepada Al-Qur’an. Darah daging otot syaraf Al-Qur’an di dalam hidupmu memberimu petunjuk melangkah ke mana, lewat sebelah mana, dan menuju ke mana. Jika sesuatu menempel pada jamaah Maiyah sebagai penyakit maka jiwa Al-Qur’an menyembuhkannya.

Mereka berbekal sejumlah pernyataan Allah, misalnya, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Ia akan melindunginya dan memberi jalan keluar atas masalah yang menimpanya.” Dan bahkan, “Menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang di luar perhitungannya.” Arah datangnya kasih sayang Allah bukan di keramaian mal, stasiun, tempat belajar, forum publik, atau di mana pun. Jalan rezeki Allah adalah di jalan takwa setiap orang.

Cekatan dan Sadar Diri

Tidak perlu menunggu dan tergantung langkah pemerintah, Jamaah Maiyah sudah mengerti apa yang harus segera dilakukan. Namun, kalau pemerintah memberikan panduan yang rasional dan realistis, mereka wajib melaksanakannya. Para Maiyah mulai berhitung pada dirinya masing-masing untuk menentukan jangka waktu berdiam diri di dalam rumahnya selama kurang lebih 14 hari, masa inkubasi virus Corona. Dalam jangka dua minggu itu, kalau terjadi gejala-gejala, mereka wajib melakukan ikhtiar dan bergegas ke tenaga medis.

Kalau melewati masa itu tidak terjadi apa-apa pada diri jamaah Maiyah, mereka bisa meyakini bahwa dirinya ke luar rumah takkan mencelakai siapa pun dengan penularan. Namun, mereka tetap harus menjalankan penjagaan diri agar tidak tertulari.

Hakikatnya, ada atau tidaknya virus Corona, jamaah Maiyah dan yang lainnya diwajibkan untuk senantiasa menjaga diri, iman, dan takwa. Mereka diwajibkan untuk selalu menyertakan Allah Sang Maha Pencipta dalam setiap langkah kehidupannya.

Meskipun pandemi belum berhenti, teruslah bermuhasabah diri dengan meminta petunjuk dari Sang Ilahi.

Salam,

Anggit Pamungkas Adiputra

 

 

© Copyright - Bentang Pustaka