Tag Archive for: Rahvayana

Trivia Rahwana

Trivia Menarik tentang Rahwana dalam Mitos Hindu

Trivia Rahwana

Apa yang terlintas dalam benakmu begitu mendengar nama Rahwana? Raksasa jahat yang menculik Sinta dari Ayodhya? Sosok antagonis yang ditaklukan oleh Hanoman dan Rama?

Baca juga: Fakta tentang Alengka dan Ayodhya, Kerajaan Rahwana dan Rama

Empat fakta di bawah ini akan memberikan pandangan baru untukmu tentang sang penguasa Alengka yang katanya dibutakan oleh cinta.

Rahwana, Raksasa Berwajah Sepuluh

Rahwana juga dikenal dengan sebutan Dasamuka. Dasa yang berarti sepuluh dalam bahasa Jawa dan muka berarti wajah. Ia adalah raksasa yang memiliki sepuluh wajah. Terdapat dua versi yang menjelaskan tentang hal ini. Versi pertama, yang biasa diadaptasi dalam babad Ramayana ialah bahwa kalung sembilan mutiara pemberian ibunya menghasilkan ilusi pengelihatan. Jadi sebenarnya, wajahnya hanya satu. Versi kedua mengatakan bahwa untuk menyenangkan dewa Siwa, ia memotong kepalanya sendiri menjadi beberapa bagian. Namun, pengabdiannya membuat kepalanya memunculkan kepala yang lain.

Cicit dari Dewa Brahma

Tahukah kamu? Jika melihat garis keturunan Rahwana, dia merupakan putra dari resi Wisrawa dan Kaikesi. Wisrawa adalah putra dari Pulastya, salah satu dari sepuluh anak Brahma. Itu membuatnya menjadi cicit dari dewa agung Brahma. Meskipun begitu, Rahwana tidak dipuja layaknya dewa. Terutama setelah insiden penculikan Sinta, banyak yang menganggapnya sebagai sosok jahat yang egois.

Rahwana Mahir Memainkan Alat Musik Veena

Meskipun penampilannya tampak sangar, nyatanya Rahwana memiliki jiwa seni yang cukup tinggi. Hal itu dibuktikan dengan kelihaiannya memainkan veena atau alat musik tradisional India yang menyerupai kecapi.  Ia bahkan mendesain alat musiknya sendiri yang kemudian dinamai Ravana Veena. Raksasa berwajah sepuluh ini juga membuat komposisi stotra (lagu pujian) untuk Batara Siwa yang diberi judul Shiv Tandav.

 Hanya Mencintai Satu Wanita Seumur Hidupnya

Mungkin ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun di kerajaannya, Rahwana telah memiliki ratu dan anak-anak, perasaannya terhadap satu wnaita tidak pernah bisa dihapuskan. Selama ribuan tahun, hatinya telah digenggam erat oleh Dewi Widowati yang bereinkarnasi menjadi Dewi Sukasalya, Dewi Citrawati, dan terakhir Dewi Sinta. Orang bilang cintanya gegabah, tapi sebenarnya itu sebuah ketulusan. Ia bahkan tidak menyentuh dan memaksa Sinta agar membalas cintanya selama dewi cantik itu berada di kerajaannya. Dia menunggu. Menunggu sampai wanita pujaannya membuka hati untuknya, tak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan. Rahwana bahkan siap menunggu selama keabadian untuk Sinta.

 

Apabila penasaran bagaimana personifikasi sang Dasamuka, kamu bisa membaca novel Sujiwo Tejo, Rahvayana: Aku Lala Padamu, yang terbit ulang bulan April lalu. Dalam karyanya, Mbah Tejo menghadirkan tokoh Rahwana yang telah didekonstruksi dan disesuaikan dengan sosok laki-laki pada zaman sekarang. Jemput segera Rahvayana milikmu di toko-toko buku kesayanganmu atau klik di sini.

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

Rahvayana Surat Cinta

Rahvayana: Surat Cinta Rahwana untuk Sinta

“Entah kenapa, Sinta, sesudah ribuan suratku kepadamu

maka suratku kepadamu kali ini tanpa basa-basi di awal.”

 

Perjuangan cinta Rahwana untuk mendapatkan Sinta tertutup oleh kisah-kisah heroik dengan tokoh-tokoh utama seperti Rama, Romeo, Menelaos, dan lain sebagainya. Namun, Sujiwo Tejo menghadirkan kisah khusus untuk Rahwana, si raksasa bermuka sepuluh, dalam Rahvayana: Aku Lala Padamu.

Baca juga: Rahvayana: Kisah Cinta Pewayangan yang Harus Dibaca Generasi Milenial

Membaca 20 bab Rahvayana ini, kita layaknya sedang diam-diam mencuri baca surat-surat cinta Rahwana kepada Sinta. Surat-surat itu menceritakan ulang pertemuan pertama, perdebatan, dan momen kebersamaan keduanya dari sudut pandang Rahwana.

Kisah yang Menembus Dimensi Ruang, Waktu, dan Tempat

Dalam Rahvayana, pembaca akan menjumpai tokoh-tokoh dari berbagai zaman berada di dunia yang sama. Batas ruang dan waktu seolah benar-benar kabur dalam universe yang diciptakan sang penulis dengan brilian. Kita akan jumpai Plato, Audrey Hepburn, Cleopatra, Hamlet, Tristan dan Isolde, serta banyak tokoh lainnya. Di sini, dimensi waktu berlaku dengan begitu bebasnya, mungkin sebab dunia pewayangan terbiasa dengan umur beribu-ribu.

Selain itu, Rahwana dan Sinta juga akan mengajakmu terbang ke berbagai tempat menakjubkan. Bali, Berlin, Singapura, dan Dubai adalah beberapa contohnya. Selain kota dan negara indah itu, pembaca juga akan diperkenalkan pada kerajaan Alengka dan Ayodya, wilayah kekuasaan Rahwana dan Rama. Semua disebutkan dalam surat Rahwana yang campur aduk kepada Sinta.

Berkenalan dengan Keempat Adik Rahwana

Pada bab awal, tampak Rahwana memperkenalkan keempat adiknya kepada Sinta melalui suratnya. Di dalam cerita Ramayana dengan Sri Rama sebagai tokoh sentral yang heroik, kita tidak dibiarkan mengintip siapa saja orang yang berada di sekitar Rahwana. Kita hanya dibiarkan menudingnya sebagai antagonis. Rahvayana membawa kita lebih dekat pada sosok Rahwana, orang-orang di sekitarnya, pemikirannya, dan perasaannya pada Sinta.

Lawwamah, Mutmainah, Supiah, dan Amarah adalah nama dari adik-adik Rahwana. Masing-masing dari mereka merepresentasikan pola pikir Rahwana. Merekalah yang memengaruhi keputusan-keputusan yang diambil Rahwana. Pembaca juga akan menemukan psikologi warna yang disampaikan lewat keempat saudara Rahwana tersebut. Lawwamah si penyuka hitam, Mutmainah si pendamba putih, Supiah si maniak kuning, dan Amarah pencandu merah.

Tak hanya itu, ketika menjawab telepon atau membaca pesan BBM dari mereka, Rahwana sampai harus menghadap arah mata angin favorit para adik. Ia akan berjalan ke utara untuk Lawwamah, menoleh ke barat untuk Mutmainah, mengarah ke selatan untuk Supiah, dan condong ke timur untuk Amarah.

 

“Keempatnya adik-adikku. Mereka lucu-lucu. Kamu harus tahu, Sinta. Supaya kalau suatu hari bertandang ke rumahku, kamu nggak kaget ketemu mereka.”

 

Baca tiap lembar surat cinta Rahwana untuk Sinta dan ikuti kisah cinta mereka yang seperti roller-coaster dalam Rahvayana: Aku Lala Padamu. Meskipun periode prapesan telah berakhir, karya Sujiwo Tejo yang satu ini masih bisa kamu dapatkan di sini.

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

kisah cinta wayang milenial

Kisah Cinta Wayang yang Harus Dibaca Generasi Milenial

Pingin baca kisah cinta wayang yang cocok untuk generasi milenial? Pada tahun 2014, ketika Rahvayana: Aku Lala Padamu karya Sujiwo Tejo pertama kali diterbitkan, istilah budak cinta atau bucin belum beredar di khalayak. Dulu, kata untuk deskripsikan tokoh Rahwana yang sering dielukan adalah setia. Namun selain itu, istilah bucin ternyata sangat sesuai untuk menggambarkan bagaimana sikap Rahwana kepada wanita pujaannya. Ya, Rahwana sangat bucin jika menyangkut Sinta.

Kebucinan Rahwana kepada Sinta bisa kita baca dalam Rahvayana, kisah pewayangan dekonstruktif yang digabungkan dengan aspek-aspek modern. Jika cinta mati itu benar ada, maka Mbah Tejo berhasil menggambarkannya dengan luar biasa melalui Rahvayana. Pembaca akan diajak untuk memikirkan kembali makna dan definisi cinta setelah menjumpai tokoh Rahwana.

“Tuhan, jika cintaku pada Sinta terlarang, mengapa kau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku?” Rahwana dalam Rahvayana

 

kisah cinta wayang milenial

“Kisah-Kisah Cinta di Luar Rahvayana adalah Cinta-cintaan”

Begitu tutur Mbah Tejo ketika ditemui Bentang Pustaka pada hari Sabtu, 27 Maret 2021 lalu. Cerita cinta yang ecek-ecek dengan suka-dukanya yang tidak terlalu greget dan manis getirnya yang tidak terlampau ngena di hati belum bisa memaknai cinta. Lalu, mengapa Rahvayana penting dibaca oleh generasi milenial?

Karena buku ini tentang cinta. Sesederhana itu jawaban sang penulis. Beliau juga memberikan perumpamaan dengan menyebutkan salah satu tokoh wayang yang terkenal, Gatot Kaca. Gatot Kaca yang sejak kecil sudah memiliki sayap, pada kenyataan baru benar-benar bisa merasa terbang setelah ia jatuh cinta. Ibaratnya, cinta akan memberimu sayap. Dan karena itulah buku ini penting untuk dibaca.

Pelajaran tentang Cinta dan Filsafat dalam Satu Karya

Selain menyajikan kisah romansa Rahwana yang terus memperjuangkan cintanya untuk Sinta, pembaca juga dapat sekaligus mempelajari nilai-nilai filsafat yang terkandung di dalamnya. Kata Mbah Tejo, kisah dalam Rahvayana sebenarnya semua berlangsung di dalam diri kita, berlangsung di dalam jiwa kita. Pembaca akan mengetahui bahwa dalam hidup ini, manusia rupanya dituntun oleh empat macam nafsu.

Tanpa perlu membaca buku-buku filsafat, pelajarannya dapat kita petik dalam Rahvayana. Ingin belajar pikiran-pikiran ala filsuf Plato? Tenang, kamu bisa menemui Pak Plato yang menjadi pelayan di negara Alengka dalam buku ini. Tertarik dengan ajaran Aristoteles? Kamu juga dapat menemukannya di Rahvayana. Keduanya merepresentasikan pikiran dan ajaran filsafat hidup yang perlu kita ketahui.

Dalam Rahvayana, Sujiwo Tejo menghadirkan cerita pewayangan yang sangat lekat dengan keseharian kita, menggelitik, dan sarat akan perenungan. Buku ini menawarkan beragam refleksi mendalam tentang hidup, relasi antarmanusia, dan cinta. Sambil menikmati cerita, pembaca bisa mendengarkan iringan musik yang dapat diakses dengan scan QR code di halaman-halaman buku.

Menarik, bukan? Untuk mendapatkan Rahvayana: Aku Lala Padamu, kamu bisa mengikuti kisah cinta wayang untuk generasi milenial di sini. Selain buku menakjubkan ini, kamu juga akan mendapatkan poster eksklusif Mbah Tejo dengan tanda tangannya. Segera pesan bukunya sebelum kehabisan!

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

rahwana-dan-sinta

Kisah Cinta Rahwana dan Sinta dalam Rahvayana

Kisah cinta Sinta dan Rama pastinya sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, namun bagaimana kisah cinta Rahwana dan Sinta? Kita kerap mendengarnya sebagai sastra lisan, cerita turun-temurun dari para pendahulu. Banyak juga yang menemukannya di dalam teks buku pelajaran. Semuanya kurang lebih sama, mengisahkan tentang bagaimana Rama menyelamatkan istrinya, Sinta, yang diculik oleh raksasa jahat bernama Rahwana.

Selama ini, kita menerima kisah itu sebagaimana anggapan umum yang beredar di masyarakat. Rahwana adalah si antagonis yang memaksakan cintanya kepada Sinta, Rama adalah pahlawan yang berjuang untuk menyelamatkan istrinya, dan Sinta menjadi wanita yang perlu diselamatkan. Namun, pernahkah kamu bertanya-tanya, apa benar ceritanya seperti itu? Atau mungkin ada sesuatu yang sejarah sembunyikan?

rahwana-dan-sinta

idntimes.com

Karya Sastra yang Dekonstruktif: Rahwana dan Sinta

Saat ini, definisi kebenaran bukanlah kejujuran atau fakta tentang suatu hal, melainkan apa yang dipercaya oleh banyak orang. Di sinilah Sujiwo Tejo hadir dengan dwiloginya, Rahvayana. Seri pertama Rahvayana, Aku Lala Padamu, akan memperkenalkan pembaca pada konsep dekonstruksi fiktif dalam sebuah karya sastra yang masih terhitung jarang di pasaran.

Sang penulis atau yang kerap disapa Mbah Tejo, memberikan redefinisi cinta lewat representasi tokoh Rahwana. Bagi pembaca baru karya Mbah Tejo, mungkin akan merasa bingung pada awalnya karena alur yang tidak runtut. Namun, setelah menamatkan Rahvayana, benang merah dapat ditarik tentang bagaimana perjuangan Rahwana demi mendapatkan cinta Sinta yang merupakan titisan Dewi Widowati.

Baca Juga: Rahvayana: Surat Cinta Rahwana untuk Sinta

Rahvayana Sudah Bisa Dipesan

Jika Rahvayana, Aku Lala Padamu mengisahkan tentang cerita cinta Rahwana dan Sinta, lalu bagaimana dengan Rama? Apakah lambat laun Sinta melabuhkan hatinya kepada Rahwana setelah menyaksikan langsung perjuangannya? Mungkinkah Sinta akhirnya luluh usai membaca untaian kata indah dalam surat-surat cinta dari Rahwana? Kamu bisa menemukan jawabannya dalam Rahvayana!

Karya yang menyegarkan ini akan membawa perasaanmu jungkir balik seperti sedang menaiki wahana roller-coaster. Kamu akan dibuat gemas dengan sikap Sinta dan berkali-kali meneriakkan, “Bucin!” kepada Rahwana. Tenang saja, penantianmu tidak akan lama, Rahvayana: Aku Lala Padamu dengan kover terbaru bisa mulai kamu pesan bulan depan. Mari kita selami dunia dekonstruktif Mbah Tejo dan ikuti perjalanan cinta Rahwana dan Sinta dalam Rahvayana di sini.

 

“Sinta, kabarmu masih baik, kan? Kalau tak salah hitung, ini sudah suratku yang kedelapan kepadamu. Darimu belum ada balasan.”

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

© Copyright - Bentang Pustaka