Sujud Kendang Jadi Penampil Tunggal di Launching Musafir Biker
Siapa tak kenal Sujud Kendang? Mendengar namanya, seketika terbayang pukulan kendang yang rancak, suara meliuk-liuk melantunkan syair “nakal”, serta seorang bapak yang tak lagi muda. Sujud, seniman asli Yogyakarta ini telah puluhan tahun menghibur warga Yogya dengan kendang tunggalnya. Ia memainkan kendang dengan irama-irama riang, sekaligus lirik lagu ? yang terkadang lagu jawa, kadang dangdut, keroncong, hingga pop ? dengan lirik yang sedikit dimodifikasi, sehingga lebih renyah dan tak jarang mengundang gelak tawa.
Sudah lebih dari lima puluh tahun Sujud menyusuri pintu demi pintu, rumah demi rumah, jalan demi jalan, hingga panggung demi panggung seni di Yogya bersama kendangnya. Putus sekolah di bangku SLTP lantaran kekurangan biaya, sejak 1964, Sujud memutuskan untuk menyambung hidup lewat seni; bermain kendang dan menyanyi. Dari yang semula berkeliling kampung, Sujud kini dikenal sebagai seniman ulung yang lekat di hati warga Yogyakarta. Perjalanannya yang tak mudah, membawa Sujud sampai pada wujud impiannya, menjadi seniman seutuhnya.
Keunikan dan totalitas seni Sujud Kendang kembali dapat warga Yogya nikmati, esok Minggu pagi (22/5), di Jalan Mangkubumi. Ia akan tampil membuka acara peluncuran buku Musafir Biker.
Buku ini sendiri menceritakan tentang perjalanan seorang pebisnis sukses sekaligus traveler, Bakhtiar Rahman. Untuk pertama kalinya, lelaki yang akrab disapa BR ini meluncurkan bukunya di bawah naungan Penerbit Bentang Pustaka. Seperti judulnya yang nyleneh, lewat bukunya, BR merangkum perjalanan dirinya mengelilingi dunia menunggangi motor gede (moge), sekaligus perjalanannya menemukan diri sendiri.
Sebagai “anak moge”, sudah sangat akrab baginya jalanan Nusantara: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Ternate, hingga Halmahera. Panasnya aspal jalanan Nepal, India, Afrika Utara, hingga Amerika Serikat, pun telah kenyang BR cicipi. Tak hanya berjalan menyusuri jalanan, Musafir Biker juga mengisahkan perjalanan BR dalam menemukan diri sendiri, alam, keberagaman manusia, budaya, toleransi, serta menguatkan cinta kepada Sang Pencipta.
Seperti Sujud Kendang, seperti itu pula BR. Menyusuri tempat-tempat baru, berjumpa orang-orang baru, menemukan “jalanan” baru, untuk mendapatkan pelajaran dan pencapaian yang juga baru.
Siapa tak kenal Sujud Kendang? Mendengar namanya, seketika terbayang pukulan kendang yang rancak, suara meliuk-liuk melantunkan syair “nakal”, serta seorang bapak yang tak lagi muda. Sujud, seniman asli Yogyakarta ini telah puluhan tahun menghibur warga Yogya dengan kendang tunggalnya. Ia memainkan kendang dengan irama-irama riang, sekaligus lirik lagu ? yang terkadang lagu jawa, kadang dangdut, keroncong, hingga pop ? dengan lirik yang sedikit dimodifikasi, sehingga lebih renyah dan tak jarang mengundang gelak tawa.
Sudah lebih dari lima puluh tahun Sujud menyusuri pintu demi pintu, rumah demi rumah, jalan demi jalan, hingga panggung demi panggung seni di Yogya bersama kendangnya. Putus sekolah di bangku SLTP lantaran kekurangan biaya, sejak 1964, Sujud memutuskan untuk menyambung hidup lewat seni; bermain kendang dan menyanyi. Dari yang semula berkeliling kampung, Sujud kini dikenal sebagai seniman ulung yang lekat di hati warga Yogyakarta. Perjalanannya yang tak mudah, membawa Sujud sampai pada wujud impiannya, menjadi seniman seutuhnya.
Keunikan dan totalitas seni Sujud Kendang kembali dapat warga Yogya nikmati, esok Minggu pagi (22/5), di Jalan Mangkubumi. Ia akan tampil membuka acara peluncuran buku Musafir Biker.
Buku ini sendiri menceritakan tentang perjalanan seorang pebisnis sukses sekaligus traveler, Bakhtiar Rahman. Untuk pertama kalinya, lelaki yang akrab disapa BR ini meluncurkan bukunya di bawah naungan Penerbit Bentang Pustaka. Seperti judulnya yang nyleneh, lewat bukunya, BR merangkum perjalanan dirinya mengelilingi dunia menunggangi motor gede (moge), sekaligus perjalanannya menemukan diri sendiri.
Sebagai “anak moge”, sudah sangat akrab baginya jalanan Nusantara: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Ternate, hingga Halmahera. Panasnya aspal jalanan Nepal, India, Afrika Utara, hingga Amerika Serikat, pun telah kenyang BR cicipi. Tak hanya berjalan menyusuri jalanan, Musafir Biker juga mengisahkan perjalanan BR dalam menemukan diri sendiri, alam, keberagaman manusia, budaya, toleransi, serta menguatkan cinta kepada Sang Pencipta.
Seperti Sujud Kendang, seperti itu pula BR. Menyusuri tempat-tempat baru, berjumpa orang-orang baru, menemukan “jalanan” baru, untuk mendapatkan pelajaran dan pencapaian yang juga baru.
Fitria Farisabentang
Kk bantu bagaimana cara menganalisis unsur intrinsiknya di novel musafir biker kk,
Dan juga mengenai covernya itu membahas apa sih?
Tugas sekolah aku bingung, ini yg cerita narator apa sih penulis.
Tlg bantu kk.