Sisi Kehidupan di Bantar Gerbang

Sisi Kehidupan di Bantar Gerbang <p style="text-align: justify;">Bantar Gerbang merupakan salah satu wilayah di Ibu Kota Jakarta yang dikenal sebagai tempat pembuangan akhir (TPA). Tempat yang satu ini sangat identik dengan sampah-sampah yang tak terpakai dari berbagai penjuru Ibu Kota. Meski demikian, masih belum banyak orang yang mengetahui sisi lain kehidupan masyarakat Bantar Gebang yang sarat akan sampah. Karena sampah itulah yang nantinya akan mereka olah demi mendapatkan penghasilan harian.</p>

<h2 style="text-align: justify;">Perjalanan Bantar Gebang sebagai TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu)</h2>

<p style="text-align: justify;">Sebelum dikenal sebagai TPST seperti sekarang, terdapat perjalanan yang cukup panjang hingga akhirnya Bantar Gebang identik dengan sampah. Dimulai dari tahun 1986, Bantar Gebang dipilih sebagai TPST karena di sana terdapat kolam-kolam berukuran besar bekas pengurukan tanah sehingga dianggap cocok untuk tempat pembuangan sampah.</p>

<p style="text-align: justify;">Kemudian pada tahun 1989, akhirnya Pemprov DKI Jakarta resmi menjadikan Bantar Gebang sebagai tempat pembuangan sampah. Pada tahun 2001, Bantar Gerbang sempat ditutup karena mulai muncul berbagai penyakit yang melanda masyarakat. Hal ini diperparah dengan kurangnya layanan kesehatan di daerah tersebut. Hingga akhirnya saat ini wilayah yang berada di Kota Bekasi tersebut digunakan sebagai TPA.</p>

<h2 style="text-align: justify;">Lantas Bagaimana Kehidupan Masyarakat Bantar Gebang?</h2>

<p style="text-align: justify;">Seiring berjalannya waktu, pertumbuhan sampah di Bantar Gebang kian meningkat. Bahkan, setiap harinya berton-ton sampah dibuang di sana. Dari sinilah wajah Bantar Gebang mulai berubah. Ada harga mahal yang harus dibayarkan untuk kondisi tersebut. Utamanya pada masalah lingkungan dan kesehatan yang terus menghantui masyarakat Bantar Gebang.</p>

<p style="text-align: justify;">Meskipun terkenal sebagai tempat pembuangan sampah, nyatanya terdapat banyak sekali masyarakat yang menggantungkan hidup sebagai pemulung sampah di tempat tersebut. Bahkan, sebagian besar pemulung sampah di Bantar Gebang merupakan warga dari luar wilayah itu sendiri.</p>

<p style="text-align: justify;">Sekadar informasi, hingga saat ini gunungan sampah yang terdapat di Bantar Gebang telah mencapai volume 18 juta m<sup>3</sup> dengan ketinggian 25 meter. Tentu saja ini adalah jumlah yang sangat fantastis. Hal tersebut karena setiap harinya, terdapat 1.210 truk sampah yang mengangkut sampah-sampah sebesar 6.500 hingga 70.000 ton. Tak heran apabila wajah Bantar Gerbang dan masyarakat yang tinggal di sekitarnya mulai berubah. Diperkirakan hingga 10 tahun ke depan, Bantar Gebang sudah tak dapat ditinggali oleh masyarakat lagi mengingat potensi penyakit yang dihasilkan sangatlah besar.</p>

<p style="text-align: justify;">Sementara itu, masyarakat di sekitar Bantar Gebang seolah tak punya pilihan lain, mengingat ketergantungan mereka terhadap sampah yang menjadi tumpuan hidup dan sumber penghasilan harian. Mereka mengolah sampah-sampah yang masih layak pakai, kemudian menjualnya kembali.</p>

<p style="text-align: justify;">Menurut data yang diambil dari Pemprov DKI Jakarta, hingga tahun 2016 lalu, tercatat ada lebih dari 6.000 pemulung yang terdapat di Bantar Gebang. Namun, tentu saja jumlah tersebut dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Dengan sedikitnya lahan pekerjaan di Jakarta, tak ada pilihan lain bagi pendatang yang tak mampu bersaing mencari kerja, kecuali menjadi pemulung.</p>

<p style="text-align: justify;">Masyarakat Bantar Gerbang sendiri juga menganggap bahwa pekerjaan sebagai pemulung sampah merupakan pekerjaan yang bebas. Mereka dapat bekerja tanpa adanya paksaan atau pihak lain yang mengatur. Apabila mereka ingin mendapatkan penghasilan yang besar dari sampah, mereka harus bekerja keras.</p>

<p style="text-align: justify;">Dengan kata lain, sampah diibaratkan sebagai koin dengan dua sisi yang sangat berbeda. Bagi sebagian orang, sampah menjadi barang tak terpakai dan harus dibuang. Namun, bagi masyarakat Bantar Gerbang, sampah tersebut dapat menjadi sumber penghasilan untuk menghidupi keluarga.</p>

<p style="text-align: justify;">Nah, kalau Sahabat Bentang termasuk dalam sisi koin yang mana? Sedangkan Jati Wesi dan Tanaya Suma, masuk ke dalam sisi koin yang mana ya? Jati Wesi dan Tanaya Suma? Siapa mereka? Yuk temukan jawabannya dalam buku <a href="http://aromakarsa.bentangpustaka.com/"><strong><span style="color:#800000;">Aroma Karsa</span></strong></a>!</p>

<p style="text-align: justify;"><img alt="" src="/sas-content/uploads/files/images/aroma-karsa-1.jpg" style="width: 200px; height: 283px;" /></p>Rifzan Ahmad

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta