Si Menggemaskan Cican, Lahir dari Persahabatannya dengan Acan
Acan, putra kecil Wahyu Aditya, punya kegemaran unik, yaitu memakai sepatu orang dewasa. Sebagai ayah, Wadit, begitu ia disapa, ingin memberi tahu pada putranya bahwa kebiasaan tersebut buruk, tanpa ingin ada kesan melarang. Dari situlah muncul ide Wadit untuk membuat cerita tentang tokoh Cican.
Untuk Acan, Wadit menggambar karakter anak kecil dengan telinga kelinci berponi, yang kemudian ia beri nama Cican, kepanjangan dari Kelinci Acan. Dalam gambarnya, Wadit menceritakan bahwa Cican terjatuh saat mengenakan sepatu orang dewasa. Ternyata, hal ini menarik untuk Acan. Sesuai dengan harapan Wadit, Acan memberi sambutan positif dan tidak lagi mengenakan sepatu orang dewasa.
“Ternyata cerita seperti Cican efektif untuk media pembelajaran anak kecil, kenapa tidak untuk dikembangkan?” kata Wadit.
Wadit lantas memperkenalkan Cican pada masyarakat melalui sosial media dan mendapat respon yang positif. Melalui sosial media pula, Wadit mengajak orang-orang memberi ide untuk Cican. Hasilnya, saat ini Cican kian digemari publik sebagai anak laki-laki bertelinga kelinci berponi yang lucu dan menggemaskan.
Setelah Oktober lalu launching di Frankfurt Book Fair 2015, Cican siap untuk hadir meramaikan literasi anak Indonesia melalui berbagai versi buku, seperti pictorial book, activity book, hingga komik. “Dan Cican pun akan terus hadir dengan kartun-kartun lucu. Semoga ya, Cican dapat menjadi karakter fiksi yang bisa menjadi sahabat anak Indonesia,” harap Wadit.
@fitriafarisa Acan, putra kecil Wahyu Aditya, punya kegemaran unik, yaitu memakai sepatu orang dewasa. Sebagai ayah, Wadit, begitu ia disapa, ingin memberi tahu pada putranya bahwa kebiasaan tersebut buruk, tanpa ingin ada kesan melarang. Dari situlah muncul ide Wadit untuk membuat cerita tentang tokoh Cican.
Untuk Acan, Wadit menggambar karakter anak kecil dengan telinga kelinci berponi, yang kemudian ia beri nama Cican, kepanjangan dari Kelinci Acan. Dalam gambarnya, Wadit menceritakan bahwa Cican terjatuh saat mengenakan sepatu orang dewasa. Ternyata, hal ini menarik untuk Acan. Sesuai dengan harapan Wadit, Acan memberi sambutan positif dan tidak lagi mengenakan sepatu orang dewasa.
“Ternyata cerita seperti Cican efektif untuk media pembelajaran anak kecil, kenapa tidak untuk dikembangkan?” kata Wadit.
Wadit lantas memperkenalkan Cican pada masyarakat melalui sosial media dan mendapat respon yang positif. Melalui sosial media pula, Wadit mengajak orang-orang memberi ide untuk Cican. Hasilnya, saat ini Cican kian digemari publik sebagai anak laki-laki bertelinga kelinci berponi yang lucu dan menggemaskan.
Setelah Oktober lalu launching di Frankfurt Book Fair 2015, Cican siap untuk hadir meramaikan literasi anak Indonesia melalui berbagai versi buku, seperti pictorial book, activity book, hingga komik. “Dan Cican pun akan terus hadir dengan kartun-kartun lucu. Semoga ya, Cican dapat menjadi karakter fiksi yang bisa menjadi sahabat anak Indonesia,” harap Wadit.
@fitriafarisabentang
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!