Stigma Perempuan Muslim Dengan atau Tanpa Hijab, Masalahnya Dimana?

Perempuan muslim memiliki banyak stigma buruk yang melekat pada dirinya. Mulai dari moral, cara berpakaian, hingga hijabnya pun ikut dikomentari. Padahal, bukan masalah jika seorang perempuan muslim memakai ataupun tidak memakai kerudung. Karena kerudung sendiri harus dipakai untuk orang yang senantiasa ingin memakainya, bukan karena tuntutan agama.

 

Melalui buku “Muslimah Bukan Agen Moral” karya Maria Fauzi, kita akan diajak untuk menjelajahi stigma apa saja yang sudah mendarah daging pada perempuan muslim. Untuk itu, simak artikel Bentang Pustaka berikut ini ya untuk pembahasannya!

Idealisasi Hijab

Umat ​​Islam harus bisa secara bebas dan terbuka memperdebatkan jilbab. Memang benar, sebagaimana dikemukakan Asra Nomani, idealisasi hijab dapat menempatkan perempuan yang memilih untuk tidak memakainya pada posisi yang menantang. 

 

Jadi, ya, berbicara sebagai seorang Muslim, tidak perlu menutupi  rambutnya dan tidak perlu khawatir akan dinilai oleh rekan-rekan sebagai kurang religius atau “suci.” Tapi hal ini tidak mengubah fakta bahwa, sama seperti wanita harus bebas dan diberdayakan untuk memilih untuk tidak memakai hijab, mereka juga harus bebas dan diberdayakan untuk memakainya, jika itu yang mereka inginkan.

 

Baca Juga:

Feminisme Islam dari Perspektif Perempuan Muslim

Stigma Jilbab yang Buruk

Perlu juga dicatat bahwa sama seperti jilbab bisa dipaksakan, demikian juga mereka yang tidak bisa memakainya. Tunisia dan Turki mengalami paksaan selama berpuluh-puluh tahun, di mana jilbab tidak hanya distigmatisasi dan diremehkan karena dianggap terbelakang, namun juga dilarang di institusi negara dan publik. 

 

Agaknya, banyak wanita yang masih memilih untuk memakai jilbab dalam keadaan seperti ini memiliki resiko yang cukup besar. Di Tunisia, mengenakan jilbab berarti membuat dirimu dicurigai sebagai anggota atau pendukung gerakan Islam yang saat itu dilarang, Ennahda. (Hanya sedikit yang berargumen bahwa jilbab adalah ciptaan Islamis dengan antusiasme yang lebih tinggi daripada kediktatoran sekuler tertentu). 

 

Hingga beberapa tahun yang lalu, mengenakan jilbab di Turki berarti kamu tidak bisa melanjutkan ke universitas di negaramu sendiri atau bekerja sebagai dokter di rumah sakit pemerintah.

 

Baca Juga:

Sejarah Awal Gerakan Feminisme di Indonesia

Buku “Muslimah Bukan Agen Moral”

Seperti yang telah dijelaskan diatas, menggunakan atau tanpa menggunakan jilbab pun pasti terdapat stigma buruk terhadap perempuan muslim. Jika di negara lain perempuan yang mengenakan jilbab akan diremehkan, maka di Indonesia juga perempuan muslim yang tidak mengenakan jilbab akan dihujat karena merusak moral agama.

 

Ironis bukan? Maka melalui buku “Muslimah Bukan Agen Moral” karya Maria Fauzi ini, kita akan diajak menjelajahi stigma buruk apa saja yang melekat pada perempuan muslim. Buku ini akan membahas mengenai bagaimana perempuan selalu dianggap sebagai agen moral yang harus membawa nama baik agamanya.

 

Belum lagi masalah seorang ibu muslim yang harus mengajari anaknya mengenai dimana Tuhan berada ketika ditanya anaknya, beban sanak keluarga terkait keagamaan yang selalu menuntut ini itu pada menantunya, dan masalah lainnya.

 

Jika salah sedikit saja, maka para perempuan ini akan diragukan keshalehannya terhadap agama dan Tuhannya. Namun itu semua juga dipengaruhi oleh sejarah, tradisi, adat, dan nilai-nilai yang dianut masing-masing individu.

 

Nah, dengan begitu kalian juga perlu mempelajarinya lebih lanjut kan mengenai masalah-masalah buruk yang telah di-cap manusia lainnya terhadap perempuan? Untuk itu kamu bisa membeli bukunya terlebih dahulu melalui official store Bentang Pustaka. Atau jika ingin membelinya secara offline, kalian bisa membelinya melalui toko-toko buku kesayangan kalian ya!

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta