My Wedding Dress: Pertemuan Abby dan Wira yang Tidak Direncana

Processed with VSCOcam

Processed with VSCOcam

“Awalnya, tak ada niatanku untuk mempertemukan Abby dan Wira saat traveling. Sebenarnya,aku justru ingin mempertemukan Abby dengan perempuan asing saat traveling, lalu mereka roadtrip bersama.”

Begitulah penuturan Dy Lunaly tentang konsep awal buku terbarunya, My Wedding Dress. Semula, Dy terpikir untuk membuat cerita tentang seorang perempuan bernama Abby yang ditinggalkan pada hari pernikahannya oleh calon suami. Sampai konsep tersebut,  editor Bentang Pustaka dapat meloloskan, dan ide tersebut menjadi cerita pembuka di My Wedding Dress. Namun kemudian, dalam ceritanya Dy berencana mempertemukan Abby dengan sosok perempuan asing ketika dirinya traveling dalam rangka melepas beban pernikahannya yang gagal berantakan. Lalu, dua perempuan ini roadtrip bersama, sambil membicarakan banyak hal, mulai cinta, pernikahan, dan segala cerita tentang perempuan. Namun ternyata, editor meminta Dy untuk merombak konsep lanjutan tersebut. Dy juga diminta untuk menambahkan tokoh laki-laki dalam ceritanya.

“Akhirnya, aku pertemukanlah Abby dengan Wira, si bule traveler. Jadi deh, konsep ceritanya aku rombak habis-habisan!” kata Dy.

Konsep baru ini ternyata justru mempermudah Dy untuk memilih setting tempat saat tokoh bertraveling. Dalam cerita My Wedding Dress, Dy menjadikan Penang dan Singapura sebagai kota yang dipilih Abby dan Wira untuk traveling, sekaligus menjadi kota saksi perjalanan menemukan cinta keduanya.

“Aku memilih kota ini menjadi setting karena aku lagi kangen keduanya. Bercanda, jawaban seriusnya karena aku ngerasa kedua kota ini mewakili tokoh utamanya. Penang itu serupa Abby yang menggenggam erat masa lalu, dan Singapura itu seperti Wira yang tidak sabar untuk menyambut masa depan,” bebernya.

Pernah mengunjungi setting tempat yang ditulis dalam ceritanya, Dy awalnya meyakini bahwa proses kreatifnya menulis akan lebih mudah. Namun ternyata dirinya salah. Dy mengaku kesulitan dalam menggambarkan detail setting tempat. Lagi-lagi, Dy tetap harus melakukan riset mendetail untuk menghadirkan setting secara lebih riil karena banyak detail yang terlewat oleh ingatannya

“Selain itu, setiap kali nulis aku juga mendadak kangen dengan Penang dan Singapura. Kalau yang merhatiin tweet-tweet aku pasti ngeh kalau tahun lalu aku sering banget ngetweet kangen Penang atau share foto Penang,” kekeh Dy.

@fitriafarisa 

Processed with VSCOcam

Processed with VSCOcam

“Awalnya, tak ada niatanku untuk mempertemukan Abby dan Wira saat traveling. Sebenarnya,aku justru ingin mempertemukan Abby dengan perempuan asing saat traveling, lalu mereka roadtrip bersama.”

Begitulah penuturan Dy Lunaly tentang konsep awal buku terbarunya, My Wedding Dress. Semula, Dy terpikir untuk membuat cerita tentang seorang perempuan bernama Abby yang ditinggalkan pada hari pernikahannya oleh calon suami. Sampai konsep tersebut,  editor Bentang Pustaka dapat meloloskan, dan ide tersebut menjadi cerita pembuka di My Wedding Dress. Namun kemudian, dalam ceritanya Dy berencana mempertemukan Abby dengan sosok perempuan asing ketika dirinya traveling dalam rangka melepas beban pernikahannya yang gagal berantakan. Lalu, dua perempuan ini roadtrip bersama, sambil membicarakan banyak hal, mulai cinta, pernikahan, dan segala cerita tentang perempuan. Namun ternyata, editor meminta Dy untuk merombak konsep lanjutan tersebut. Dy juga diminta untuk menambahkan tokoh laki-laki dalam ceritanya.

“Akhirnya, aku pertemukanlah Abby dengan Wira, si bule traveler. Jadi deh, konsep ceritanya aku rombak habis-habisan!” kata Dy.

Konsep baru ini ternyata justru mempermudah Dy untuk memilih setting tempat saat tokoh bertraveling. Dalam cerita My Wedding Dress, Dy menjadikan Penang dan Singapura sebagai kota yang dipilih Abby dan Wira untuk traveling, sekaligus menjadi kota saksi perjalanan menemukan cinta keduanya.

“Aku memilih kota ini menjadi setting karena aku lagi kangen keduanya. Bercanda, jawaban seriusnya karena aku ngerasa kedua kota ini mewakili tokoh utamanya. Penang itu serupa Abby yang menggenggam erat masa lalu, dan Singapura itu seperti Wira yang tidak sabar untuk menyambut masa depan,” bebernya.

Pernah mengunjungi setting tempat yang ditulis dalam ceritanya, Dy awalnya meyakini bahwa proses kreatifnya menulis akan lebih mudah. Namun ternyata dirinya salah. Dy mengaku kesulitan dalam menggambarkan detail setting tempat. Lagi-lagi, Dy tetap harus melakukan riset mendetail untuk menghadirkan setting secara lebih riil karena banyak detail yang terlewat oleh ingatannya

“Selain itu, setiap kali nulis aku juga mendadak kangen dengan Penang dan Singapura. Kalau yang merhatiin tweet-tweet aku pasti ngeh kalau tahun lalu aku sering banget ngetweet kangen Penang atau share foto Penang,” kekeh Dy.

@fitriafarisabentang

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta