Menuju Era Bisnis yang Semakin Interdisiplin

The-Innovator-depan“Innovators need a heavy dose of faith. They need to trust their intuition that they are working on a big idea. That faith need not be blind.” ~Clayton Christensen, Profesor Administrasi Bisnis di Harvard Business School

Pakar mind games atau seni berpikir Edward De Bono, pernah mengurai sebuah latihan berpikir yang cukup unik dengan mengandaikan menggabungkan konsep sabun dengan kemacetan. Selintas kedua contoh konseptual ini seakan tak berhubungan. Apa pentingnya menghubungkan sabun dengan kemacetan? Akan tetapi, mari kita sejenak berpikir, karena sabun menghasilkan efek licin, sementara macet artinya lebih banyak diam, tak kunjung bergerak, ataupun menggunakan pergerakan dengan minimal, menghubungkan sabun dengan kemacetan, menghasilkan imajinasi melancarkan kemacetan lalu lintas. Hasil akhirnya tergantung imajinasi masing-masing. Akan tetapi dengan cara menarik De Bono telah lama mengajarkan penting melihat proses berpikir, utamanya melalui metode berpikir lateral, sebagai sebuah cara untuk menghasilkan banyak hal, utamanya keputusan-keputusan yang tepat dalam bisnis yang penuh risiko. Salah satu karyanya yang kemudian diangkat menjadi bahan pelatihan seminar adalah Six Thinking Hats atau Enam Topi Berpikir.

Serupa dengan cara berpikir sabun dan macet, hari ini konteks bisnis maupun ilmu pengetahuan semakin interdisiplin, saling terhubung dari banyak titik mula yang berbeda-beda. Tak ada lagi sesuatu yang tunggal, karena satu hal yang spesifik adalah bagian dari sebuah keseluruhan. Ibarat enam orang buta yang memegang organ-organ vital gajah, masing-masing bagian tentulah yang membuat gajah ada secara keseluruhan. Sampai beberapa tahun lalu kita diyakinkan bahwa expertise atau keahlian adalah cara kita bertahan hidup dan sukses. Jika anda ingin kaya raya jadilah seorang ahli. Akan tetapi, dalam kreativitas, keahlian bisa diartikan sebagai sebuah tempurung baru untuk kreativitas. Keahlian, dengan semua hal luar biasa yang datang darinya, adalah keterbatasan.

Konvergensi media, dan persenyawaan gagasan yang saling bersilangan di banyak ranah akan semakin banyak terjadi di masa depan. Amazon hari ini adalah yang paling besar pendapatannya daripada penerbit. Toko-toko fisik bertumbangan, dan bisnis tidak saja dibesarkan lewat garasi, bahkan sebagian besar domisili pebisnis sekarang tetap memilih menjalankan bisnis dari garasi. Tengok saja para pelapak online yang jumlahnya luar biasa banyak. Tidak mengherankan jika salah satu gerai fashion terbesar di Indonesia pun, kini bergerak di e-commerce dengan meluncurkan mataharimall.com.

Saat youtube diakuisisi google, tak banyak yang tahu apa visi raksasa teknologi yang tidak pernah sama sekali berhubungan dengan dunia penyiaran, atau bahkan mempekerjakan orang dengan keahlian khusus di bidang broadcasting untuk membuat youtube setara jaringan CNN, Reuteurs dan lainnya. Akan tetapi hari ini youtube jauh lebih banyak diakses dibandingkan jaringan televisi konvensional, yang ironisnya banyak diisi konten buruk dan membosankan. Baru-baru ini di Belanda, sebuah layanan perbankan berbasis teknologi digital membuat ribuan karyawan bank dirumahkan, dan banyak karyawan di bidang teknologi informasi diminta pensiun dini. Untuk perusahaan manufaktur, robot-robot canggih telah sejak lama mendepak tenaga kerja manusia dari kawasan pabrik. Untuk melakukan efisiensi produksi dan distribusi, pemanufaktur furniture terbesar di dunia, IKEA, telah lama mempekerjakan robot dalam operasi produksinya. Lalu, bagaimana nasib para penjaga pintu tol ya?

Saya baru saja mengundang seorang kawan yang bergerak di bidang agrobisnis untuk berbagi pengetahuan tentang bagaimana sebuah industri pertanian digerakkan dengan bantuan teknologi informasi. Sebuah pilot project yang menarik disimak adalah bagaimana mengelola tanah bekas areal pertambangan yang berkontur tanah keras dan sangat sulit didaur ulang, secara perlahan diubah menjadi areal yang tidak saja dapat ditanami bahkan setalah kurun waktu tertentu berhasil menghadirkan sejumlah besar serangga, kupu-kupu dan burung. Perbaikan telah dimulai. Yang luar biasa, proyek penghijauan ini digerakkan oleh dua orang kakak beradik yang memiliki keahlian utama arsitektur dan teknologi informasi. Dua dunia berbeda yang tak terbayangkan dapat mengubah lahan dan membudidayakan tanaman.

Dengan semakin “mewabah”nya virus sharing economy yang memiliki kecenderungan tidak saja mengubah melainkan ikut menghancurkan pelaku bisnis yang cenderung mapan, banyak inovator muda kini melakukan terobosan besar. Tengok saja kiprah Go-Jek di yang memulai bisnis jasa tranportasi berbasis aplikasi di ibukota Jakarta. Perusahaan seperti Go-Jek tidak perlu memiliki armada dan tidak memiliki kewajiban menggaji supir secara bulanan. Bandingkan dengan penyedia jasa serupa konvensional yang memiliki struktur biaya tinggi termasuk keharusan menyediakan kendaraan operasional yang jumlahnya luar biasa besar. Hasilnya, Go-Jek berhasil mengganggu stabilitas pemain besar yang tumbuh dalam iklim ekonomi lama—padat modal, analog. Dan, dengan mudah dapat kita tebak, pendiri Go-Jek bukanlah orang yang terdidik dalam bisnis tranportasi maupun mendalami disiplin ilmu rekayasi tranportasi misalnya. Seperti inovator lainnya, para disruptor ini rata-rata adalah “orang luar”.

Para “perusak” seringkali memikirkan ide yang berbeda daripada orang kebanyakan. Keahlian berpikir lateral seperti yang diajarkan De Bono, melatih cara kreatif, sedikit memutar tetapi mengasyikkan, untuk sampai ke tujuan. Seperti kisah Alfa Edison sang penemu bohlam listrik yang terkenal itu. Butuh ribuan cara untuk sampai kepada satu penemuan yang berhasil, yang dilakukan, kala itu oleh seorang amatir. Oya, apakah Anda tahu bahwa arti amatir adalah mereka yang sepenuh hati mencintai (pekerjaan mereka)? The-Innovator-depan“Innovators need a heavy dose of faith. They need to trust their intuition that they are working on a big idea. That faith need not be blind.” ~Clayton Christensen, Profesor Administrasi Bisnis di Harvard Business School

Pakar mind games atau seni berpikir Edward De Bono, pernah mengurai sebuah latihan berpikir yang cukup unik dengan mengandaikan menggabungkan konsep sabun dengan kemacetan. Selintas kedua contoh konseptual ini seakan tak berhubungan. Apa pentingnya menghubungkan sabun dengan kemacetan? Akan tetapi, mari kita sejenak berpikir, karena sabun menghasilkan efek licin, sementara macet artinya lebih banyak diam, tak kunjung bergerak, ataupun menggunakan pergerakan dengan minimal, menghubungkan sabun dengan kemacetan, menghasilkan imajinasi melancarkan kemacetan lalu lintas. Hasil akhirnya tergantung imajinasi masing-masing. Akan tetapi dengan cara menarik De Bono telah lama mengajarkan penting melihat proses berpikir, utamanya melalui metode berpikir lateral, sebagai sebuah cara untuk menghasilkan banyak hal, utamanya keputusan-keputusan yang tepat dalam bisnis yang penuh risiko. Salah satu karyanya yang kemudian diangkat menjadi bahan pelatihan seminar adalah Six Thinking Hats atau Enam Topi Berpikir.

Serupa dengan cara berpikir sabun dan macet, hari ini konteks bisnis maupun ilmu pengetahuan semakin interdisiplin, saling terhubung dari banyak titik mula yang berbeda-beda. Tak ada lagi sesuatu yang tunggal, karena satu hal yang spesifik adalah bagian dari sebuah keseluruhan. Ibarat enam orang buta yang memegang organ-organ vital gajah, masing-masing bagian tentulah yang membuat gajah ada secara keseluruhan. Sampai beberapa tahun lalu kita diyakinkan bahwa expertise atau keahlian adalah cara kita bertahan hidup dan sukses. Jika anda ingin kaya raya jadilah seorang ahli. Akan tetapi, dalam kreativitas, keahlian bisa diartikan sebagai sebuah tempurung baru untuk kreativitas. Keahlian, dengan semua hal luar biasa yang datang darinya, adalah keterbatasan.

Konvergensi media, dan persenyawaan gagasan yang saling bersilangan di banyak ranah akan semakin banyak terjadi di masa depan. Amazon hari ini adalah yang paling besar pendapatannya daripada penerbit. Toko-toko fisik bertumbangan, dan bisnis tidak saja dibesarkan lewat garasi, bahkan sebagian besar domisili pebisnis sekarang tetap memilih menjalankan bisnis dari garasi. Tengok saja para pelapak online yang jumlahnya luar biasa banyak. Tidak mengherankan jika salah satu gerai fashion terbesar di Indonesia pun, kini bergerak di e-commerce dengan meluncurkan mataharimall.com.

Saat youtube diakuisisi google, tak banyak yang tahu apa visi raksasa teknologi yang tidak pernah sama sekali berhubungan dengan dunia penyiaran, atau bahkan mempekerjakan orang dengan keahlian khusus di bidang broadcasting untuk membuat youtube setara jaringan CNN, Reuteurs dan lainnya. Akan tetapi hari ini youtube jauh lebih banyak diakses dibandingkan jaringan televisi konvensional, yang ironisnya banyak diisi konten buruk dan membosankan. Baru-baru ini di Belanda, sebuah layanan perbankan berbasis teknologi digital membuat ribuan karyawan bank dirumahkan, dan banyak karyawan di bidang teknologi informasi diminta pensiun dini. Untuk perusahaan manufaktur, robot-robot canggih telah sejak lama mendepak tenaga kerja manusia dari kawasan pabrik. Untuk melakukan efisiensi produksi dan distribusi, pemanufaktur furniture terbesar di dunia, IKEA, telah lama mempekerjakan robot dalam operasi produksinya. Lalu, bagaimana nasib para penjaga pintu tol ya?

Saya baru saja mengundang seorang kawan yang bergerak di bidang agrobisnis untuk berbagi pengetahuan tentang bagaimana sebuah industri pertanian digerakkan dengan bantuan teknologi informasi. Sebuah pilot project yang menarik disimak adalah bagaimana mengelola tanah bekas areal pertambangan yang berkontur tanah keras dan sangat sulit didaur ulang, secara perlahan diubah menjadi areal yang tidak saja dapat ditanami bahkan setalah kurun waktu tertentu berhasil menghadirkan sejumlah besar serangga, kupu-kupu dan burung. Perbaikan telah dimulai. Yang luar biasa, proyek penghijauan ini digerakkan oleh dua orang kakak beradik yang memiliki keahlian utama arsitektur dan teknologi informasi. Dua dunia berbeda yang tak terbayangkan dapat mengubah lahan dan membudidayakan tanaman.

Dengan semakin “mewabah”nya virus sharing economy yang memiliki kecenderungan tidak saja mengubah melainkan ikut menghancurkan pelaku bisnis yang cenderung mapan, banyak inovator muda kini melakukan terobosan besar. Tengok saja kiprah Go-Jek di yang memulai bisnis jasa tranportasi berbasis aplikasi di ibukota Jakarta. Perusahaan seperti Go-Jek tidak perlu memiliki armada dan tidak memiliki kewajiban menggaji supir secara bulanan. Bandingkan dengan penyedia jasa serupa konvensional yang memiliki struktur biaya tinggi termasuk keharusan menyediakan kendaraan operasional yang jumlahnya luar biasa besar. Hasilnya, Go-Jek berhasil mengganggu stabilitas pemain besar yang tumbuh dalam iklim ekonomi lama—padat modal, analog. Dan, dengan mudah dapat kita tebak, pendiri Go-Jek bukanlah orang yang terdidik dalam bisnis tranportasi maupun mendalami disiplin ilmu rekayasi tranportasi misalnya. Seperti inovator lainnya, para disruptor ini rata-rata adalah “orang luar”.

Para “perusak” seringkali memikirkan ide yang berbeda daripada orang kebanyakan. Keahlian berpikir lateral seperti yang diajarkan De Bono, melatih cara kreatif, sedikit memutar tetapi mengasyikkan, untuk sampai ke tujuan. Seperti kisah Alfa Edison sang penemu bohlam listrik yang terkenal itu. Butuh ribuan cara untuk sampai kepada satu penemuan yang berhasil, yang dilakukan, kala itu oleh seorang amatir. Oya, apakah Anda tahu bahwa arti amatir adalah mereka yang sepenuh hati mencintai (pekerjaan mereka)?bentang

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta