Kutukan Keris Empu Gandring: Dendam Masa Lalu dan Banjir Darah Tujuh Turunan

Kutukan Keris Empu Gandring: Dendam Masa Lalu dan Banjir Darah Tujuh Turunan <p style="text-align: center;"><em>Banjir darah sudah siap menyergap Singasari. Keris Empu Gandring sudah tegak berdiri. Diawali dengan kecurigaan yang terpendam dalam benak </em><em>P</em><em>atih Raganata dan segenap pasukannya, kesetiaan</em><em> K</em><em>erajaan Kediri terhadap Singasari pun diuji. Sayangnya, sekali dendam, tetaplah dendam. Dan</em><em>,</em><em> terhitung sejak Kebo Mu</em><em>n</em><em>darang diadili, perjalanan Singasari menuju Sandyakala Raja</em><em>sa</em><em>wangsa pun dimulai.</em></p>

<h1 style="text-align: center;"><span style="font-size:16px;"><strong>-<a href="https://mizanstore.com/majapahit_3_banjir_bandang_60863"><span style="color:#B22222;">Serial Majapahit</span></a>-</strong></span></h1>

<p style="text-align: justify;"> </p>

<p style="text-align: justify;">Ken Arok menyebutnya Empu Gandring. Sebuah keris sakti yang mengantar para tokoh vital kerajaan elite Nusantara untuk menjemput pintu kematiannya. Berawal dari keinginan Ken Arok untuk memperistri Ken Dedes, ia akhirnya memesan sebuah keris pusaka sakti kepada seorang pandai logam bernama Empu Gandring. Ia berpesan untuk menyelesaikan keris tersebut dalam semalam. Keris tersebut rencananya akan digunakan oleh Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung, seorang bawahan Kerajaan Kediri sekaligus suami dari wanita yang ingin direbutnya, Ken Dedes. Motif di balik perebutan ini, tak lain akibat ucapan Brahmana Lohgawe yang mengungkapkan bahwa siapa pun yang menikahi Ken Dedes akan menjadi “Raja Dunia”.</p>

<p style="text-align: justify;">Akan tetapi, sebelum keris pusaka yang berkekuatan besar tersebut jadi sepenuhnya, Ken Arok sudah menjemputnya terlebih dahulu pada Empu Gandring. Atas dasar kemarahan karena belum terselesaikan perintahnya, sekaligus atas dasar keingintahuannya untuk membuktikan kesaktian sang keris, Ken Arok akhirnya menusukkan benda pusaka tersebut pada tubuh Empu Gandring. Dalam keadaan sekarat, Empu Gandring menggaungkan kutukan maut bahwa keris tersebut akan membunuh Ken Arok dan “tujuh turunannya”.</p>

<h2 style="text-align: justify;"><span style="font-size:18px;"><strong>Lantas, benarkah keris tersebut benar-benar membunuh tujuh keturunan Ken Arok?</strong></span></h2>

<p style="text-align: justify;">Pembunuhan pertama dilakukan sendiri oleh Ken Arok untuk membunuh Empu Gandring. Selepas terbunuhnya Empu Gandring, Ken Arok segera menyusun siasat untuk membunuh target utama yang tak lain adalah Tunggul Ametung. Tunggul Ametung berhasil terbunuh, namun berkat siasat liciknya, Kebo Ijo yang merupakan rekan kerjanya justru dituduh sebagai pembunuh Tunggul Ametung.</p>

<p style="text-align: justify;">Pembunuhan ketiga, adalah taktik cuci tangan yang dilakukan Ken Arok. Untuk menghilangkan jejak pembunuhannya terhadap Tunggul Ametung, Kebo Ijo yang mengetahui siasatnya ditikam seketika dengan sang keris pusaka. Tak bertahan lama, anak dari Tunggul Ametung mencium aroma licik yang telah dilakukan ayah tirinya. Maka pembunuhan keempat pun dimulai.</p>

<p style="text-align: justify;">Atas dasar dendam, Anusapati yang merupakan anak dari Tunggul Ametung dan Ken Dedes, mencuri keris Empu Gandring dan merancang sebuah siasat. Ia akhirnya memerintahkan seorang kepercayaannya bernama Ki Pengalasan untuk menusukkan sang keris pusaka pada Ken Arok. Untuk menghilangkan jejak seperti yang dilakukan Ken Arok, Anusapati pun melanjutkan pembunuhan yang kelima dengan membunuh Ki Pengalasan melalui tangannya sendiri.</p>

<p style="text-align: justify;">Tidak ingin tinggal diam, setelah mengetahui cerita di balik kematian ayahnya, anak dari Ken Arok, yaitu Tohjaya, seketika geram dan berniat melakukan balas dendam. Maka, pembunuhan keenam pun terjadi. Dengan siasatnya, Anusapati akhirnya terbunuh dengan keris Empu Gandring yang dikendalikan oleh tangan Tohjaya.</p>

<p style="text-align: justify;">Pembunuhan terakhir, adalah pembunuhan yang dilakukan oleh anak dari Anusapati bernama Rangga Wuni. Ia bersikeras untuk melanjutkan dendam ayahnya dengan membunuh Tohjaya. Meskipun pembunuhan ini tidak menggunakan keris Empu Gandring, Tohjaya pada akhirnya juga meregang nyawa akibat ulah Rangga Wuni. Lantas, setelah kematian Tohjaya ini, ke mana perginya keris Empu Gandring?</p>

<p style="text-align: justify;">Meskipun secara jumlah keris tersebut sudah mengakibatkan terbunuhnya tujuh orang, jika dilihat berdasarkan keturunan, keris tersebut belum sepenuhnya membunuh tujuh keturunan Ken Arok. Namun, sejak kematian Tohjaya, keris ini tiba-tiba menghilang. Konon, ada yang mengungkapkan bahwa keris ini pada akhirnya dibuang di kawah Gunung Kelud.</p>

<p style="text-align: justify;">Sayangnya, entah karena apa, keris pusaka ini tiba-tiba kembali muncul dan merasuki jiwa Raja Kertanegara, raja terakhir Kerajaan Singasari. Seakan mendapatkan angin segar, Raja Kertanegara akhirnya memanfaatkan kehadiran benda pusaka ini untuk melawan Kerajaan Kediri. Tidak seperti Raja Kertanegara yang berbinar menerima kedatangan keris Empu Gandring, segenap penghuni dan keluarga Kerajaan Singasari justru ketakutan dan kelimpungan bukan main.</p>

<p style="text-align: justify;">Lantas, bagaimana akhir kisah dari munculnya kembali keris Empu Gandring dalam trah keturunan Ken Arok? Akankah ia melanjutkan kutukan mautnya? Atau, justru ia hadir untuk mendamaikan dendam masa lalu? Yuk, temukan jawabannya dalam serial <a href="https://mizanstore.com/majapahit_3_banjir_bandang_60863"><span style="color:#B22222;"><em>Majapahit: Banjir Bandang dari Utara</em></span></a>! Sampai berjumpa dengan Empu Gandring dan perjuangan Raden Wijaya!</p>

<p style="text-align: justify;"><img alt="" src="/sas-content/uploads/files/images/1200%20x%20628%20etrbit.jpg" style="width: 700px; height: 419px;" /></p>Aini Syarifah

1 reply

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta