Ini Gunjingan Sujiwo Tejo pada Kementerian Agama
Merupakan pengalaman tak terlupakan bagi Lukman Hakim Saifuddin, saat membaca buku Balada Gathak Gathuk besutan Sujiwo Tejo. Kala itu, ia tengah menunaikan tugas kenegaraannya sebagai Menteri Negara; mempersiapkan musim haji 2016. Kadangkala, Lukman mendaras buku setebal 272 halaman itu diringi lantunan bacaan Al-Quran di Masjid Al-Haram. Suatu ketika, di antara lembaran halaman bercetak tinta itu, ia mengaku sempat merasa kecut.
“Bukan karena keasaaman menelan kata-kata, melainkan tersedak gunjingan yang bersangkut paut dengan Kementerian Agama, instansi yang kini sedang kukelola bersama,” aku Lukman.
Pasalnya, dalam buku Balada Gathak Gathuk, Sujiwo memang menyebutkan setidaknya dua perkara yang berkaitan dengan Kementerian Agama RI. Pertama, tentang Kantor Urusan Agama (KUA) yang administrasinya sempat mandek lantaran kehabisan buku nikah dan penghulunya mogok akibat kencangnya dugaan gratifikasi. Kedua, soal korupsi dana haji.
Membaca hal itu, bumi Lukman seketika gonjang-ganjing.“Namun, sejurus kemudian aku menarik napas panjang karena yang dipergunjingkan adalah kejadian sebelum diriku mendapat amanah di situ,” kata Lukman.“Hikmahnya, semakin bergelora tekad untuk melenyapkan segala kehinaan di instansi yang mulia itu,” imbuhnya.
Menurut Lukman, Balada Gathak Gathuk ibarat syarah (keterangan) yang ngepop. “Saranku, bacalah senikmat kopi tanpa gula,” jelas Lukman. Katanya lagi, kopi tanpa gula itu ibarat kehidupan. Jika tidak bisa meresapi kenikmatannya, hidup itu terasa pahit dan asam belaka. Namun, jika sudah paham kenikmatannya, otomatis bisa membedakan antara kopi asli dan kopi palsu, baik yang campur jagung, campur iklan, maupun campur sianida.
Merupakan pengalaman tak terlupakan bagi Lukman Hakim Saifuddin, saat membaca buku Balada Gathak Gathuk besutan Sujiwo Tejo. Kala itu, ia tengah menunaikan tugas kenegaraannya sebagai Menteri Negara; mempersiapkan musim haji 2016. Kadangkala, Lukman mendaras buku setebal 272 halaman itu diringi lantunan bacaan Al-Quran di Masjid Al-Haram. Suatu ketika, di antara lembaran halaman bercetak tinta itu, ia mengaku sempat merasa kecut.
“Bukan karena keasaaman menelan kata-kata, melainkan tersedak gunjingan yang bersangkut paut dengan Kementerian Agama, instansi yang kini sedang kukelola bersama,” aku Lukman.
Pasalnya, dalam buku Balada Gathak Gathuk, Sujiwo memang menyebutkan setidaknya dua perkara yang berkaitan dengan Kementerian Agama RI. Pertama, tentang Kantor Urusan Agama (KUA) yang administrasinya sempat mandek lantaran kehabisan buku nikah dan penghulunya mogok akibat kencangnya dugaan gratifikasi. Kedua, soal korupsi dana haji.
Membaca hal itu, bumi Lukman seketika gonjang-ganjing.“Namun, sejurus kemudian aku menarik napas panjang karena yang dipergunjingkan adalah kejadian sebelum diriku mendapat amanah di situ,” kata Lukman.“Hikmahnya, semakin bergelora tekad untuk melenyapkan segala kehinaan di instansi yang mulia itu,” imbuhnya.
Menurut Lukman, Balada Gathak Gathuk ibarat syarah (keterangan) yang ngepop. “Saranku, bacalah senikmat kopi tanpa gula,” jelas Lukman. Katanya lagi, kopi tanpa gula itu ibarat kehidupan. Jika tidak bisa meresapi kenikmatannya, hidup itu terasa pahit dan asam belaka. Namun, jika sudah paham kenikmatannya, otomatis bisa membedakan antara kopi asli dan kopi palsu, baik yang campur jagung, campur iklan, maupun campur sianida.
Fitria Farisabentang
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!