Lahir Dari Keresahan, Buku “Muslimah Bukan Agen Moral” Menjadi Gambaran Fenomena Keagamaan di Masyarakat
Menghadiri acara bedah buku “Muslimah Bukan Agen Moral” di Perpustakaan Masjid Raya Sheikh Zayed Solo pada 15 Februari 2024, Maria Fauzi menjelaskan bahwa buku ini berasal dari keresahannya terkait fenomena masyarakat dan keagamaan yang muncul belakangan ini.
“Terlebih, sosial media dan dunia digital sangat besar pengaruhnya yang akhirnya juga menggeser, bahkan mengubah wacana keagamaan hari ini,” lengkapnya.
Masuknya kapitalisme dan agama
Menurut Maria Fauzi, masuknya kapitalisme dan agama yang dimodifikasi sedemikian rupa di media sosial memunculkan polarisasi ekspresi keagamaan yang salah satunya adalah bagaimana potret perempuan terutama muslimah dalam ruang digital, termasuk perannya dalam rumah tangga.
Dosen UIN Salatiga dan UIN Raden Mas Said Surakarta, Shofi Puji Astuti menjelaskan bahwa buku ini sangat menarik untuk dibaca karena ditulis dengan sangat kritis dan cerdas dalam menampilkan beberapa realita yang ada di masyarakat terkait dakwah di media sosial dan terutama tentang permasalahan perempuan.
“Muslimah itu bagaimana? Yang dianggap muslimah sekarang itu yang berpakaian syar’i, yang menutup aurat. Padahal dalam buku ini, muslimah sejati adalah perempuan yang dapat menjadi sumber anugerah bagi dirinya dan orang lain,” jelasnya.
Berkembangnya sosial media juga menciptakan agama siap pakai yang sangat populer di masyarakat. Sayangnya, hal ini akhirnya digunakan untuk melakukan justifikasi. Membuat masyarakat mudah menghakimi orang lain yang tampak berbeda dari apa yang mereka ketahui.
“Sekarang banyak otoritas agama baru karena munculnya banyak influencer dakwah. Sebagai influencer, mereka bisa posting tentang hadis atau hal lain yang berkaitan dengan agama. Jadi, saleh itu bisa dibentuk lewat branding. Maka dari itu, kita dituntut lebih kritis saat menerima agama siap pakai ini,” jelasnya.
Pesan untuk seluruh lapisan masyarakat
Ditulis dengan bahasa yang sangat ringan, Maria Fauzi berharap pesan yang ia sampaikan bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Apalagi perkembangan sosial media yang sangat pesat membuat daya baca masyarakat semakin menurun, terutama para generasi Z.
Bukan hanya membahas tentang perempuan dan keagamaan, buku ini juga membahas hubungan manusia dengan alam. “Kita bicara tentang agama, tentang perempuan, dan lain-lain, tapi kita sering lupa dari mana kita berasal,” ungkapnya. Menurutnya, spiritualitas bukan hanya tentang ritual keagamaan, tapi juga bagaimana kita berinteraksi dengan alam semesta.
Lebih jauh, Maria Fauzi juga mengungkapkan bahwa ulama zaman dulu menganggap semua benda punya ruh. Kesadaran ini membuat para ulama terdahulu berinteraksi dengan alam sebagai sesama makhluk.
Oleh Maria Fauzi, buku “Muslimah Bukan Agen Moral” ditulis bukan untuk mempertentangkan antara perempuan dan laki-laki, tapi agar kita semakin aware dengan berbagai ekspresi keagamaan di sekitar kita.
“Saya berharap kita bisa beragama dengan bahagia, beragama dengan luas, dan beragama dengan terbuka agar kita tidak menjadi makhluk yang egois. Agama kita mengedepankan kemanusiaan. Mengedepankan keuniversalan dengan alam semesta dan seisinya, sehingga kita bisa sama-sama bertumbuh.” (Maria Fauzi, 2024)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!