[CERMIN] Surat Cinta
Aku tak pernah berada di luar rumah selama seperti saat ini, biasanya aku akan membuka pagar ketika sampai lalu menutupnya kembali setelah berhasil membuka gemboknya. Di genggaman tanganku, sebuah amplop warna merah muda yang wangi. Baru kali ini semenjak bertahun-tahun lalu tak pernah tukang pos menyambangi rumah dan hari ini tanggal 14 Februari. Kuamati alamat yang tertera di bagian depan amplop itu, terdapat perangko di pojok kanan dan alamat yang tertera tak aku kenali sama sekali. Kemudian aku balik amplop itu, di bagian belakang tertulis demikian: “untuk Gendis, gadis yang terlepas dari pelukan.” Dadaku berdegup, ada suatu perasaan yang meletup. Di bawah tulisan itu alamat rumahku dituliskan lengkap. Sebaris kalimat yang menyebutkan namaku beserta frasa yang membuatku semringah sekaligus curiga. Aku menduga-duga pengirimnya sebab tak ada nama pengirim yang tercantum, mungkin aku bisa mengetahui ketika membaca pesan yang ada di dalamnya. Belum sempat aku mengeluarkan isi dalam amplop, “Dari siapa itu?” Tiba-tiba Ibu mengambil amplop dengan paksa, aku terkejut dan berusaha mengambilnya kembali. “Masih peduli dia dengan kita?” Ibu menyobek amplop merah muda itu dan tak ada yang membuat Ibu naik darah selain Ayah. Pesan kasih sayang Ayah tak pernah sampai padaku, gadis kecil yang dulu mencandui pelukan hangatnya.
***
2 Februari 2015 Aku tak pernah berada di luar rumah selama seperti saat ini, biasanya aku akan membuka pagar ketika sampai lalu menutupnya kembali setelah berhasil membuka gemboknya. Di genggaman tanganku, sebuah amplop warna merah muda yang wangi. Baru kali ini semenjak bertahun-tahun lalu tak pernah tukang pos menyambangi rumah dan hari ini tanggal 14 Februari. Kuamati alamat yang tertera di bagian depan amplop itu, terdapat perangko di pojok kanan dan alamat yang tertera tak aku kenali sama sekali. Kemudian aku balik amplop itu, di bagian belakang tertulis demikian: “untuk Gendis, gadis yang terlepas dari pelukan.” Dadaku berdegup, ada suatu perasaan yang meletup. Di bawah tulisan itu alamat rumahku dituliskan lengkap. Sebaris kalimat yang menyebutkan namaku beserta frasa yang membuatku semringah sekaligus curiga. Aku menduga-duga pengirimnya sebab tak ada nama pengirim yang tercantum, mungkin aku bisa mengetahui ketika membaca pesan yang ada di dalamnya. Belum sempat aku mengeluarkan isi dalam amplop, “Dari siapa itu?” Tiba-tiba Ibu mengambil amplop dengan paksa, aku terkejut dan berusaha mengambilnya kembali. “Masih peduli dia dengan kita?” Ibu menyobek amplop merah muda itu dan tak ada yang membuat Ibu naik darah selain Ayah. Pesan kasih sayang Ayah tak pernah sampai padaku, gadis kecil yang dulu mencandui pelukan hangatnya.
***
2 Februari 2015bentang
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!