Kisah Wallaili Wannahar Ditulis dalam Hitungan Hari
Yogyakarta, NU Online
Novel Layla karya Candra Malik dibedah di Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum Yogyakarta, Ahad (7/5). Selain penulis, hadir sebagai pembicara Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand, Nadirsyah Hosen dan Rektor UNU Yogyakarta, Purwo Santoso.
Candra Malik mengaku menyelesaikan naskah novel ini hanya dalam waktu empat hari dan berbekal hp android. Lebih lanjut ia menjelaskan lahirnya novel ini merupakan ikhtiar untuk mengajak kalangan pesantren untuk menulis sastra. “Saat ini dunia pesantren mulai krisis sastrawan,” kata Wakil Ketua Lesbumi PBNU ini.
Novel Layla menceritakan kisah hidup Wallaili Wannahar yang berubah ketika diterima sebagai murid oleh Abah Suradira, seorang mursyid yang mengajarkannya ilmu tasawuf. Di tengah-tengah proses belajarnya, Lail menghadapi dilema. Lail jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Layla.“Seseorang akan diuji pada titik kekuatannya paling tinggi. Titik kekuatan Lail adalah cinta. Disini Allah menguji Lail dalam bentuk perempuan bernama Layla. Kemudian Lail pun menjadi limbung.“ papar Gus Nadir.
Novel ini menawarkan kisah cinta yang tidak biasa. “Ketika membaca novel tersebut, seperti silih berganti membaca antara sajak dan puisi, ada kenikmatan tersendiri yang saya rasakan. Gus candra, berani keluar dari zona nyaman. Ngajinya beliau dalam hal sufisme dikomunikasikan keluar dalam bentuk sastra. Sastra itu mengasah budi, Tasawuf juga mengasah budi,” kata Purwo menyampaikan salah satu keunggulan novel Layla.
Bedah buku yang berlangsung cukup lama ini diikuti oleh sekitar 500 peserta dari berbagai kalangan pesantren, pemerhati budaya dan masyarakat umum. Bedah buku ini berlangsung cukup meriah diselingi dengan guyonan sehingga diskusi berlangsung dengan menarik. Acara yang diprakarsai oleh PP. Ali Maksum Krapyak bekerjasama dengan penerbit Bentang ini juga membagikan beberapa buku secara gratis. (Zulfa/Zunus)
*Dikutip dari NU.or.id
Yogyakarta, NU Online
Novel Layla karya Candra Malik dibedah di Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum Yogyakarta, Ahad (7/5). Selain penulis, hadir sebagai pembicara Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand, Nadirsyah Hosen dan Rektor UNU Yogyakarta, Purwo Santoso.
Candra Malik mengaku menyelesaikan naskah novel ini hanya dalam waktu empat hari dan berbekal hp android. Lebih lanjut ia menjelaskan lahirnya novel ini merupakan ikhtiar untuk mengajak kalangan pesantren untuk menulis sastra. “Saat ini dunia pesantren mulai krisis sastrawan,” kata Wakil Ketua Lesbumi PBNU ini.
Novel Layla menceritakan kisah hidup Wallaili Wannahar yang berubah ketika diterima sebagai murid oleh Abah Suradira, seorang mursyid yang mengajarkannya ilmu tasawuf. Di tengah-tengah proses belajarnya, Lail menghadapi dilema. Lail jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Layla.“Seseorang akan diuji pada titik kekuatannya paling tinggi. Titik kekuatan Lail adalah cinta. Disini Allah menguji Lail dalam bentuk perempuan bernama Layla. Kemudian Lail pun menjadi limbung.“ papar Gus Nadir.
Novel ini menawarkan kisah cinta yang tidak biasa. “Ketika membaca novel tersebut, seperti silih berganti membaca antara sajak dan puisi, ada kenikmatan tersendiri yang saya rasakan. Gus candra, berani keluar dari zona nyaman. Ngajinya beliau dalam hal sufisme dikomunikasikan keluar dalam bentuk sastra. Sastra itu mengasah budi, Tasawuf juga mengasah budi,” kata Purwo menyampaikan salah satu keunggulan novel Layla.
Bedah buku yang berlangsung cukup lama ini diikuti oleh sekitar 500 peserta dari berbagai kalangan pesantren, pemerhati budaya dan masyarakat umum. Bedah buku ini berlangsung cukup meriah diselingi dengan guyonan sehingga diskusi berlangsung dengan menarik. Acara yang diprakarsai oleh PP. Ali Maksum Krapyak bekerjasama dengan penerbit Bentang ini juga membagikan beberapa buku secara gratis. (Zulfa/Zunus)
*Dikutip dari NU.or.id
Vivekananda Gitanjali
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!