Pandji Pragiwaksono: Satu Dulu, Baru Bergerak
Usai sudah perjalanan Pandji Pragiwaksono membandingkan nama Indonesia dengan negara-negara besar dunia seperti Singapura, Sydney, Melbourne, Adelaide, Brisbane, Gold Coast, Hongkong, Makau, London, Liverpool, Manchaster, Amsterdam, Leiden, Berlin, Guangzhou, Beijing, Tokyo, Kyoto, Los Angeles, dan San Fransisco. Setelah berkeliling ke 20 kota di delapan negara dan empat benua dalam waktu satu tahun, Pandji Pragiwaksono akhirnya berhasil “menemukan Indonesia”. Lewat buku terbarunya berjudul Menemukan Indonesia, Pandji menceritakan pengalamannya world tour, dan menceritakan banyak hal menggelitik yang tak pernah ia temui sebelumnya di Indonesia.
“Rasanya kita akan selalu terkejut mengetahui bahwa saus tomat dan sambal harus bayar lagi di restoran cepat saji luar negeri, sementara di Indonesia kita bisa ambil sepuasnya bahkan sampai tak terpakai,” tutur Pandji.
Pandji juga mengatakan, bahwa seburuk-buruknya layanan taksi di Indonesia, ketus tidak akan menjadi kebiasaan yang tidak dikomplain orang Indonesia. Oleh karenanya, tak heran bahwa negeri ini dikenal akan keramah-tamahannya. Tak hanya itu, mengenai masalah kebersihan toilet, pendidikan, hingga potensi pasar sebagai penyokong ekonomi negara juga tak lepas dari sorotan Pandji.
Dari sinilah Pandji paham bahwa dunia sebenarnya memahami potensi Indonesia. Namun demikian, Indonesia masih kesulitan menguasai dirinya. Pandji menegaskan, persatuan adalah hal yang utama. “Persatuan dulu, baru kita sama-sama bergerak,” katanya. “Tanpa persatuan, gerak kita akan acak, bahkan bukan mustahil malah jadi saling menjatuhkan,” katanya lagi.
Setelah berkaca dari sistem yang diterapkan oleh banyak negara di dunia, lewat bukunya, Menemukan Indonesia, Pandji juga menekankan mengenai perlunya pembangunan infrastruktur di Indonesia sebagai penggerak roda ekonomi bangsa.
Fitria Farisa Usai sudah perjalanan Pandji Pragiwaksono membandingkan nama Indonesia dengan negara-negara besar dunia seperti Singapura, Sydney, Melbourne, Adelaide, Brisbane, Gold Coast, Hongkong, Makau, London, Liverpool, Manchaster, Amsterdam, Leiden, Berlin, Guangzhou, Beijing, Tokyo, Kyoto, Los Angeles, dan San Fransisco. Setelah berkeliling ke 20 kota di delapan negara dan empat benua dalam waktu satu tahun, Pandji Pragiwaksono akhirnya berhasil “menemukan Indonesia”. Lewat buku terbarunya berjudul Menemukan Indonesia, Pandji menceritakan pengalamannya world tour, dan menceritakan banyak hal menggelitik yang tak pernah ia temui sebelumnya di Indonesia.
“Rasanya kita akan selalu terkejut mengetahui bahwa saus tomat dan sambal harus bayar lagi di restoran cepat saji luar negeri, sementara di Indonesia kita bisa ambil sepuasnya bahkan sampai tak terpakai,” tutur Pandji.
Pandji juga mengatakan, bahwa seburuk-buruknya layanan taksi di Indonesia, ketus tidak akan menjadi kebiasaan yang tidak dikomplain orang Indonesia. Oleh karenanya, tak heran bahwa negeri ini dikenal akan keramah-tamahannya. Tak hanya itu, mengenai masalah kebersihan toilet, pendidikan, hingga potensi pasar sebagai penyokong ekonomi negara juga tak lepas dari sorotan Pandji.
Dari sinilah Pandji paham bahwa dunia sebenarnya memahami potensi Indonesia. Namun demikian, Indonesia masih kesulitan menguasai dirinya. Pandji menegaskan, persatuan adalah hal yang utama. “Persatuan dulu, baru kita sama-sama bergerak,” katanya. “Tanpa persatuan, gerak kita akan acak, bahkan bukan mustahil malah jadi saling menjatuhkan,” katanya lagi.
Setelah berkaca dari sistem yang diterapkan oleh banyak negara di dunia, lewat bukunya, Menemukan Indonesia, Pandji juga menekankan mengenai perlunya pembangunan infrastruktur di Indonesia sebagai penggerak roda ekonomi bangsa.
Fitria FarisaFitria Farisa
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!