Tag Archive for: Self Care

Introspeksi Diri: Sudahkah Dirimu Berkaca pada Langkahmu Sendiri?

Introspeksi diri bagi beberapa orang menjadi sebuah kelalaian yang sering terjadi. Bercakap dengan lantang, namun enggan untuk membuka diri demi kesiapan yang matang. Benar, kesiapan diri ketika akan menginjak proses pendewasaan. Cukup rumit, bisa dijabarkan?

Sebuah proses introspeksi diri itu berkaitan juga dengan proses menghargai diri sendiri dan hal-hal yang ada di sekitar kita. Bagaimana sudut pandang kita arahkan dengan sebijak mungkin, tanpa ada hati yang merasa tersakiti, termasuk kita.

Kadang kala, introspeksi diri menjadikan kita bisa becermin terhadap diri sendiri, tanpa harus menyalahkan orang lain dalam suatu kondisi yang kita alami. Namun, bagaimana proses yang tepat? Apakah kita sudah mampu menjadikan diri kita sebagai tumpuan bijak? Mulai sekarang, renungkan hal-hal kecil yang mampu menjadikan dirimu lebih bisa menatap lebih dalam arti sebuah kehidupan, salah satu halnya dengan berbenah diri atau koreksi diri.

Baca Juga: Kontrol Diri, Mengendalikan Marah dengan Beberapa Pesan dari Seneca, si Filsuf Stoa

Introspeksi Diri dengan Mengurangi Penghakiman Diri

Era kini memang segalanya bisa cas cis cus dengan gampang, namun tentunya tidak bisa diselaraskan dengan penghakiman. Belum terbukti suatu kabar atau berita perihal kebenarannya, kita sudah bersuara dengan lantang saja, seolah-olah sudah seperti sumber utama. Alhasil, memberikan justifikasi tersendiri. Iya kalau benar, bagaimana jikalau salah?

Introspeksi diri yang paling awal dengan menghindari adanya penghakiman diri, baik terhadap diri sendiri dan orang lain. Memberikan tafsiran tersendiri tanpa mengetahui kebenarannya sesungguhnya hanya merugikan kita sebagai manusia yang sebenarnya sudah dibekali dengan akal dan pikiran yang bisa digunakan untuk berwawasan luas.

Jadikan Dirimu sebagai Alarm Diri

Kalau hidup itu perihal saling mengingatkan, berarti diri kita bisa dijadikan sebagai sebuah perantara antar-ikatan. Ikatan dengan diri sendiri, alam, dan Tuhan sebagai Sang Maha Pencipta. Sikapilah hal-hal yang membuat kita lupa diri dengan rendah hati. Jangan selalu menuntut semesta harus berbaik hati ini-itu kepada kita, justru kitalah yang semestinya menjadi roda penggerak utama (setelah Sang Pelaksana, Tuhan, mengilhami kita).

Baik buruknya tingkah laku atau perkataan juga cerminan diri. Penilaian sepenuhnya ada pada orang-orang yang melihatnya. Kita, sebagai sosok si pemiliki diri, wajibnya menunaikan hal-hal yang tidak lebih dari batasnya. Maka dari itu, adanya introspeksi berguna untuk menuntun kita ke arah yang lebih baik dari kehidupan sebelumya.

Bentuklah karakter diri yang mampu selaras dengan bumi. Jadilah manusia yang mampu mengilhami jiwa dan raga dalam ruhnya. Temukan filosofi hidup lainnya dalam buku yang bertajuk Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya melalui masa pre-order-nya di Bentang Pustaka pada tanggal 1-11 Oktober 2020 mendatang.

Selamat berproses, ya!

Pamungkas Adiputra.

Kontrol diri dengan Menyikapi Kemarahan

Kontrol Diri, Mengendalikan Marah dengan Beberapa Pesan dari Seneca Berikut Ini!

Kontrol diri atau self control itu apa, sih? Memangnya begitu penting? Bukankah kita bisa membuka mata dan sadar sudah lebih dari cukup? Baik, apakah dirimu pernah atau sering dirundung pilu? Entah apa pun itu penyebabnya, yang jelas di situlah peran kontrol diri yang sebenarnya ada dan bekerja.

Kontrol diri adalah salah satu hal yang wajib dimiliki oleh setiap insan. Kontrol diri berguna untuk kendali diri. Jika seorang insan tak memiliki kendali diri, ia akan lepas kendali. Alhasil, berbagai pergolakan dalam hidup yang dijalaninya menjadi tak karuan.

Bagaimana bisa kita meraih tujuan dalam hidup, semuanya kembali lagi pada kontrol diri. Jika kita tak bisa mengatur kontrolnya, bagaimana pula kita bisa mencapai segala angan yang ada? Kontrol diri erat kaitannya dengan mengendalikan emosi, salah satunya kemarahan–yang mana menjadi problematika fundamental bagi kita semua.

Kemarahan bisa menjadi salah satu irisan bahasan penting dari kontrol diri, karena kemarahan bisa merusak tatanan sosial jika tak diselesaikan dengan kita menyadarinya terlebih dahulu. Seneca, seorang filsuf Stoa, turut membagikan seni dalam mengendalikan diri, terutama mengatur kemarahan, untuk kita sebagai manusia yang bersifat sosial.

Ambil Jeda, Tunggu Sejenak

“Obat terbaik untuk amarah adalah menunggu, supaya emosi yang semula tersulut dapat reda dan kabur yang menyelubungi benak sirna,” tutur Seneca. Benarnya memang seperti itu, namun sering kita temui dalam beberapa kasus–termasuk saya dan Sahabat Bentang–sering tersulut kemarahan terlebih dahulu.

Ke depannya, bisa kita jadikan catatan untuk diri sendiri, jikalau sedang menyadari ada kemarahan yang membara dalam diri, segera menarik napas dan mengembuskan napas scara perlahan. Lalu, bisa juga ditambah dengan meminum air putih sebagai penenang pikiran.

Baca Juga: Masalah Tak Kunjung Usai, Buku Ini akan Menyelamatkanmu

Kontrol Diri dengan Mencatat Pemicunya

Kontrol diri selanjutnya yaitu mengetahui pemicunya. Setelah cukup tenang dengan mengambil jeda dan minum segelas air putih, mulai telusuri secara perlahan, apa saja yang menjadi trigger atau pemicu dari kemarahan tersebut.

JANGAN NGAMUK DAHULU! Setelah tahu penyebab awalnya, jangan memberikan judgment terlebih dahulu terhadap penyebab awal tersebut. “Paham betul jika segi sensitif setiap orang berbeda-beda, maka kamu harus tahu dahulu sisi lemah pribadimu,” lanjut tuturan Seneca.

Tersenyumlah

Kalau sudah terjadi, mau diapakan?

Ya, biarkan saja. Tugas kita yang terakhir yaitu dengan memberikan senyuman terhadap segala hal yang terjadi. Negatif, buruk, ataupun kurang mengenakkan keadaan itu hanya sebatas interpretasi kita. Bagaimana pun keadaannya, ambil saja hikmah yang sudah terjadi. Misalkan saja kita bisa belajar dari kejadian tersebut agar tidak terulang kembali pada masa mendatang.

Tentunya, langkah terakhir ini tidak serta-merta hanya menyuruh kita melebarkan mulut ke kanan dan ke kiri agar terlihat manis secara visual saja, melainkan juga dengan menyadari betul setiap hal agar kita mengilhaminya tanpa ada sebuah keraguan. Jika dengan senyuman kita bisa melakukannya dengan sebuah keikhlasan, cepat atau lambat pun batin juga ikut terlunakkan.

3 kunci dari Seneca di atas rasanya sudah cukup menjadi poin penting agar kita lebih peduli dengan kontrol diri sendiri, terutama mengatur kemarahan kita. Jika tak bisa dikurangi sepenuhnya, baiknya dikurangi intensitasnya.

Temukan filosofi hidup lainnya dalam buku bertajuk Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya melalui masa pre-order dari Bentang Pustaka. Tunggu tanggal mainnya dan selamat berproses menjadi insan yang seutuhnya, ya!

Pamungkas Adiputra.

 

 

© Copyright - Bentang Pustaka