Tag Archive for: obat patah hati

Sakit Hati Berkepanjangan

Sakit Hati Berkepanjangan? Kendalikan Diri dengan Ekspektasimu Sendiri!

Sakit hati, gundah gulana, bahkan hingga merana, tentunya pernah kita alami, dong, ya? Nah, kalau semisal kita berkaca dari pengalaman yang sebelumnya, sering kali gambaran yang ada memperlihatkan kondisi di mana kita selalu menyalahkan orang lain saja, lalu diri kita sendiri membiarkan kondisi tersebut seolah-olah menjadi sebuah pembenaran tanpa ada koreksi diri. Betul atau benar?

Tanpa disadari, hal-hal yang sering membuat kita sakit hati, gundah gulana, bahkan hingga kita merana tersebut merupakan sebuah aksi-reaksi dari diri kita sendiri, tepatnya si ekspektasi. Loh, kok bisa? Ya, semua berawal dari kurangnya kita menyadari akan sesuatu di mana hal-hal mana saja yang harusnya menjadi kendali kita dan yang tidak seharusnya menjadi kendali kita di dalam hidup.

Ketika mulai menulis artikel ini, saya disadarkan dengan sepotong kutipan dari Epictetus, filsuf Stoa yang turut menjadi bagian dari isian buku Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya. Kutipannya seperti ini:

Some things are up to us, some things are not up to us” –Epictetus (Enchiridion)

Baca Juga: Introspeksi Diri: Sudahkah Dirimu Berkaca pada Langkahmu Sendiri?

Sakit Hati Akibat Terobsesi pada Hal Luar

Perlu ditelaah baik-baik, teman-teman, ada beberapa hal yang bukan menjadi kendali kita di dalam kehidupan. Seperti tindakan orang lain (kecuali tentunya dia berada di bawah ancaman kita), opini orang lain, reputasi/popularitas, kesehatan, kekayaan, kondisi saat lahir, dan segala sesuatu di luar pikiran & tindakan kita.

Gampangnya, kan, semacam, kebahagiaan itu tercipta dari dalam diri. Kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan–apa pun dan bagaimana pun bentuknya–pada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Tolong, jangan menaruh harapan lebih pada hal-hal luar. Hal itu hanya akan berujung pada hati yang sakit berkepanjangan jika tak sesuai dengan ekspektasi kita.

Saya menyukai lanjutan ujaran Epictetus, “Siapa pun yang mengingini hal-hal yang ada di luar kendalinya tidak pernah akan benar-benar merdeka dan bisa setia pada dirinya sendiri, tetapi akan terombang-ambing terseret hal-hal tersebut.”

Kendali Bukan Berarti Hanya Soal “Memiliki”, tetapi Juga “Mempertahankan”

Sakit hati bisa kita terima begitu gampangnya, saat menemukan hal-hal di luar kendali yang kita urusi. Padahal, itu bukan tanggung jawab kita. Toh, kebahagiaan hidup kita sangat tidak rasional jika selalu bergantung pada ekspektasi orang lain atau hal-hal di luar kendali diri kita.

Jangan sampai kita diperbudak oleh pikiran kita sendiri. Jiwamu harus merdeka. Pikiran kita, ya, milik kita sendiri. Kita punya otoritas akan hal tersebut. Kenyataannya, apa pun itu yang ada di luar kendali kita (kekayaan, kesehatan, atau semua hal yang kita harapkan) bisa diusahakan untuk dimiliki, tetapi apakah kita yakin bisa sepenuhnya mempertahankan?

Temukan filosofi hidup lainnya dalam buku yang bertajuk Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya melalui masa pre-order-nya dari tanggal 1-11 Oktober 2020 di Bentang Pustaka, ya. Nantikan segera dan selamat berproses menjadi manusia yang seutuhnya!

Pamungkas Adiputra.

 

Obat patah hati, menulis saja kapan lagi!

Obat Patah Hati: Menulis Saja, Kapan Lagi?

Patah hati lagi? Ditinggal doi pas lagi sayang-sayangnya? Atau, sudah memberanikan diri menyatakan cinta, tapi dianggap teman saja? Ouch! Sakitnya, tiada tara. Mau tahu nggak, salah satu obat mujarab untuk patah hati? Dwitasari, penulis novel remaja bestseller, membagikan pengalaman patah hatinya. Namun, ini bukan patah hati biasa. Dwita mengolah semua perasaan nggak nyaman tiap kali ia patah hati dan menjadikannya sebuah tulisan.

Hasilnya? Ia kini dikenal sebagai penulis genre roman remaja yang diperhitungkan di Indonesia. Yuk, kita curi ilmu dari Dwitasari!

Kapan mulai menulis?

Aku mulai menulis sejak kelas 4 SD, saat itu puisi. Kan, suka ada tugas bikin puisi, misalnya yang berhubungan dengan bunga atau pekarangan rumah. Ya, aku bikin tentang itu, tentang ibu atau kakak aku. Pas SMP ternyata menyadari suka banget nulis. Puisi-puisiku kutulis dengan tema lebih bebas. Setelah puisi lalu mulai menulis cerpen. Saat itu sering ikut lomba cerpen, sempat jadi finalis lomba cerpen tingkat Kota Depok. Nggak menang, nggak apa-apa, berarti harus usaha lebih banyak. Lalu saat SMA nulis Raksasa dari Jogja, diterbitkan, jadi bestseller dan langsung difilmin.

Kenapa milih tema roman remaja?

Aku yakin Dwitasari ingin juga mencoba genre yang lain. Namun, aku juga sadar pembacaku butuh cerita yang seperti apa. Mereka sering patah hati karena ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Mereka butuh diobati patah hatinya. Ketika orang patah hati, mereka tahu harus move on, tapi nggak tahu caranya. Jadi, aku berharap novel aku akan jadi obat. Masih banyak yang bisa aku gali di genre ini untuk nyembuhin patah hati.

Proses kreatif ala Dwitasari?

Nggak ada yang harus spesial. Yang penting tahu gambaran besarnya. Aku juga bersyukur punya editor untuk teman diskusi. Harus tahu bagaimana awal dan akhir cerita. Sama seperti kita ke terminal dan tahu tujuannya ke mana. Jadi, akan lebih mudah. Aku mulai nulis kerangka hingga selesai. Kalau kita ngalir terus jadinya kadang bisa macet di tengah jalan. Kalau pakai kerangka, jalan cerita kita akan lebih mudah terbentuk banget. Meski bisa saja berubah di tengah jalan, tetap akan lebih mudah.

Tanggapan Dwitasari ketika novel-novelnya difilmkan?

Seneng banget. Ketika tahu judul-judul novelku seperti Raksasa dari Jogja, Spy in Love, difilmkan. Jadi orang yang menonton filmnya akan cari novelnya, dan jadi baca buku. Saat tahu film itu bentuk adaptasi novel, kan perkiraannya bakalan beda beberapa persen dengan versi buku, ya. Novel dan film saling dukung. Seneng banget ketika ada PH tertarik memfilmkan novel aku.

Makna menulis bagi Dwitasari?

Alasan nulis agar pembaca nggak ngerasain luka hati yang kurasain. Orang kalau sedang patah hati, bisa jadi nulis banyak. Kalau aku patah hati, aku nulis novel. Ketika orang baca novel aku, pembaca bisa belajar dari kejatuhanku. Nulis bisa jadi obat. Kalau patah hati coba deh nulis, siapa tahu bisa diterbitin. Kan, malah bisa menghasilkan.

Pesan dari Dwitasari untuk teman yang suka nulis?

Pasti ada orang yang akan bilang tulisan kamu jelek, sampah, dan nge-bully tulisan lo. Aku bilang nggak usah dengerin mereka. Kita punya dua telinga untuk denger kritik yang baik dan membangun. Orang yang memberi kritik jahat belum tentu bisa nulis seperti lo. Oke misal tulisanmu jelek, tapi lo berani menerbitkan. Mereka belum tentu mulai menulis hari ini. Selera orang itu beda-beda, kita nggak bisa maksain selera tulisan kita sama. Misalnya tulisan Dwitasari dan Andrea Hirata, itu beda. Tapi, bukan berarti tulisan Andrea Hirata yang bagus dan Dwitasari jelek atau sebaliknya. Mereka hanya berbeda. Yang paling jelas, tulisan yang baik adalah tulisan yang selesai.

Nah, itu dia hasil mengorek kisah patah hati Dwitasari yang menghasilkan. Menginspirasi banget, ya! Masih patah hati? Berita bagus! Karena justru amunisimu untuk menulis sedang penuh-penuhnya! Semangat!

Baca juga: PDKT dan Bikin Doi Langsung Nyaman? Ini Dia Tipsnya!

Penasaran dengan karya-karya Dwitasari? Intip di sini, ya!

 

© Copyright - Bentang Pustaka