Kekalutan Cinta Sayap-Sayap Patah

kekalutan cinta sayap patah

Kekalutan cinta di Sayap-Sayap Patah selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi para pembaca di seluruh dunia. Pada beberapa hal, motif dari cerita romance selalu berulang dan sering kali membentuk “pasar” pembacanya sendiri. Dengan motif yang nyaris selalu sama tersebut. tidak sedikit karya-karya sastra yang menghadirkan kisah cinta dengan balutan konsep yang lebih “meyakinkan”, tidak melulu perkara patah hati dan berporos pada cinta. Misalnya, yang dilakukan oleh Kahlil Gibran pada tulisannya yang berjudul Sayap-Sayap Patah ini. Kahlil seolah memberikan suatu pembuktian bahwa kisahnya ditulis melampaui persoalan cinta, meski memang genre yang diusungnya dalam balutan romance. Ada yang berusaha disampaikannya, dan itu tersirat dengan begitu rapi di dalam karyanya ini.

Kekalutan Cinta Sayap-Sayap Patah

Sayap-Sayap Patah terbit pertama kali pada tahun 1922 dengan judul Broken Wings dan ditulis dengan Bahasa Inggris. Beberapa orang mempercayai bahwa kisah yang satu ini disadur dari kisah kekalutan cinta Sayap-Sayap Patah milik Kahlil Gibran sendiri. Nuansa romance yang dihadirkan begitu nyata, jelas menimbulkan spekulasi bagi para pembacanya pertanyaan yang hingga kini hadir: apakah kekalutan ini benar dirasakan oleh Gibran pada masa itu, sehingga terasa begitu dekat dan nyata? Tidak pernah ada jawaban yang memvalidasi pertanyaan itu. Satu-satunya yang pasti adalah Kahlil Gibran menuliskan karyanya dengan diksi yang begitu indah. Serta, rasa sakit yang dihadirkan terbalut dalam konflik sosial.

(Baca juga Memaknai Cinta dalam Sayap-Sayap Patah)

Rasa dari Bahasa ala Kahlil dan Sapardi

Melampaui unsur romance di dalamnya, Kahlil Gibran dengan berani dan secara terang-terangan menghadirkan berbagai masalah yang berkaitan dengan nasib perempuan, penindasan, ketidakadilan, dan korupsi yang terjadi di Lebanon. Dan, dalam kisah ini semua itu bersumber pada penguasa agama, yakni Uskup.

Karya fenomenal ini kembali hadir. Peminat Kahlil Gibran bisa mulai bersua dengan alur cerita yang membawa pembacanya dalam kekalutan rasa. Dengan alihbahasawan Sapardi Djoko Damono, rasa yang dituliskan oleh Kahlil Gibran ditransformasi dengan begitu baik dengan memberikan sentuhan puitis dan metaforanya. Hal ini menjadi tidak teragukan lagi, mengingat sang penerjemah juga merupakan seorang penyair. Buku ini menjadi “medan” yang menemukan orang yang tepat untuk menggambarkan rasa yang berusaha disampaikah Kahlil Gibran, sesuai dengan segmentasi pembaca di Indonesia. Sayap-Sayap Patah yang hadir untuk masyarakat ini bak Kahlil Gibran yang dibalut oleh Sapardi, dengan kekalutan rasa yang sama.

 

1 reply

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] (Baca juga: SAYAP-SAYAP PATAH: KEKALUTAN CINTA YANG MENDUNIA.) […]

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta