About Us
Kami adalah penerbit buku berkualitas untuk Indonesia. Sangat bersemangat untuk mencerdaskan bangsa.
Cari
Tautan Penting
Hubungi Kami
Jl. Palagan Tentara Pelajar, No.101, Jongkang RT 004 RW 035, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, DIY, 55281 | |
[email protected] | |
(0274) 2839636 |
Tip Persiapan Balita Masuk PAUD/Sekolah
/0 Comments/in Artikel, Parenting /by RadyastutiSalah satu momentum menjadi orang tua adalah persiapan balita masuk PAUD/Sekolah. Ada banyak perasaan campur aduk yang akan kita rasakan. Mulai dari takut si kecil akan crancky, sedih melihat anak sudah makin besar, sekaligus excited menanti perkembangan si kecil. Semuanya muncul jadi satu.
Bahayanya, jika perasaan negatif yang lebih banyak kita rasakan, si kecil ternyata juga bisa ikut merasakannya, lho. Kalau sudah begitu, bisa-bisa pengalaman pertama mereka masuk PAUD/sekolah bisa jadi karut-marut, nih. Karena itu, Simone Davies membagikan tip spesial untuk membantu kita mempersiapkan balita masuk PAUD/sekolah:
Khusus untuk tip nomor 3, harus dilatih jauh-jauh hari agar persiapan balita masuk PAUD/sekolah lebih maksimal, ya. Karena biasanya, di usia balita si kecil memang cenderung tidak ingin bermain sendirian. Sering kali mereka tidak akan membiarkan kita meninggalkan ruangan, bahkan sekadar ke toilet. Semakin sering kita membuat jarak dengan mereka, yang ada mereka akan semakin menempel. Dalam budaya Jawa fenomena ini biasa digambarkan dengan istilah “bau tangan”.
Agar persiapan balita masuk PAUD/sekolah lancar, kita harus memastikan terlebih dahulu apa saja yang menjadi penyebab “bau tangan” itu. Berikut ini adalah beberapa alasan umumnya:
Lalu gimana cara agar anak jadi tidak bau tangan dan siap masuk PAUD/sekolah tanpa drama? Begini, nih, caranya menurut Simone Davies dalam buku The Montessori Toddler.
Akan tetapi, jangan lupa sisipkan juga mindset positif pada diri kita bahwa pada kenyataannya, balita memang ingin selalu berada di dekat kita, ya. Jadi, jangan sampai demi mempersiapkan anak masuk PAUD/sekolah, kita malah menjaga jarak berlebihan dengan anak. Jangan lupa perbanyak informasi juga mengenai bagaimana cara memilih sekolah yang tepat untuk balita
Intinya, yuk nikmati perjalanan parenting kita!
Tanamkan 5 Kebiasaan Baik untuk Anak
/0 Comments/in Artikel, Parenting /by rahmaKebiasaan baik, seperti halnya kebiasaan lain, akan terbentuk setelah dilakukan berulang. Para ahli menyimpulkan durasinya minimal selama 66 hari. Membentuk sebuah kebiasaan memang bisa dimulai kapan saja. Akan tetapi, waktu yang paling efektif untuk menanamkan perilaku yaitu ketika masa anak-anak, lo! Maka, manfaatkan momen emas untuk memupuk kebiasaan baik si kecil, ya!
Kebiasaan yang Perlu Diajarkan Sejak Kecil
Happy Parents bisa mengajarkan kebiasaan baik mulai dari hal sederhana. Nah, apa saja kebiasaan baik untuk anak yang perlu diajarkan?
Memunculkan kesadaran si kecil akan kebersihan ialah hal yang penting. Nah, Happy Parents bisa mengajari si kecil menjaga kebersihan diri. Misalnya, cuci tangan sebelum dan setelah makan. Akan tetapi, jangan lupa ajarkan si kecil untuk menghemat air ya.
Selain kebersihan diri, penting juga untuk menanamkan cinta lingkungan. Ajak si kecil untuk membuang sampah di tempat sampah, juga merawat lingkungan sekitar. Happy Parents bisa berkebun bersama anak. Biarkan si kecil memberi nama tanaman tersebut agar si kecil semakin antusias.
Terkadang orang tua memaklumi ketika anak bersikap tidak sopan. Padahal, jika dibiarkan sikap tersebut akan berlanjut hingga dewasa. Oleh karena itu, pupuk sikap sopan mulai dari hal-hal sederhana. Misalnya, biasakan si kecil untuk menutup mulut saat bersin atau meminta izin jika mau buang angin.
Tanggung jawab adalah sikap yang bisa dilatih. Meski masih kecil, ajarkan bahwa setiap perbuatan memiliki konsekuensi. Happy Parents bisa mulai membiasakan anak untuk merapikan mainan setelah dimainkan. Jangan lupa beri pemahaman si kecil tentang tujuan tanggung jawab tersebut, ya!
Tahukah, Happy Parents? Menurut penelitian, anak yang mampu bersabar untuk memperoleh kesenangan akan lebih sukses ketika dewasa. Oleh karena itu, latih si kecil untuk sabar. Misalnya, sanggup menunggu untuk makan bersama, sabar mengantre, atau sabar menunggu giliran mainan.
Happy Parents, pasti mau kan si kecil memiliki kebiasaan baik? Jangan menyerah dalam membentuk kebiasaan baik untuk anak ya. Selain dengan contoh dan arahan, penanaman kebiasaan baik juga dapat dilakukan dengan buku cerita. Melalui koleksi buku Seri Kebiasaan Baik si kecil dapat mencontoh kebiasaan-kebiasaan baik yang diajarkan oleh Cican dan kawan-kawan.
Memahami Penyebab Pertengkaran Antara Anak
/0 Comments/in Artikel, Parenting /by RizkyDalam sesi seminar parenting, sering sekali orang tua bertanya bagaimana mengatasi anak yang suka bertengkar, atau bagaimana cara mempersiapkan anak pertama menjadi seorang kakak. Dua hal ini menjadi masalah umum dalam pengasuhan. Sebagai orang tua dan keluarga, menyambut anggota keluarga baru adalah sebuah momen yang sangat dinantikan. Berharap anak kita memiliki teman di masa depannya setelah kita tidak ada. Akankah hal yang sama dirasakan oleh anak pertama? Jawabannya adalah belum tentu. Anak pertama akan merasa bahwa ia akan memiliki saingan dan cinta yang diberikan orang tua tidak cukup baginya. Oleh karena itu, ia menciptakan berbagai drama.
Ketika anak kedua lahir, mereka tumbuh dan di besarkan oleh orang tua yang sama dan dengan pola asuh yang sama. Tapi mengapa mereka sering mengalami pertengkaran dan bersaing? Orang tua merasa bahwa ia telah cukup dan banyak cinta untuk dibagikan kepada anak-anaknya. Tetapi, anak belum tentu merasakan hal itu.
Untuk mengatasi penyebab dari pertengkaran antara anak, kita perlu mengetahui penyebab yang memicunya. Dalam buku Gentle Discipline yang ditulis oleh Sarah Ockwell-Smith, disebutkan bahwa setidaknya ada beberapa penyebab pertengkaran anak.
Kurangnya Perhatian Individu
Berusaha untuk memberikan perhatian penuh secara personal kepada anak lebih dari satu adalah hal yang tidak mudah. Terlebih jika orang tua bekerja. Namun, hal tersebut bukan tidak mungkin dilakukan. Orang tua bisa membuat jadwal untuk mengajak anak pertama saja untuk sekadar jalan- jalan bertiga. Lalu, minggu selanjutnya membawa anak kedua untuk jalan-jalan bertiga dengan orang tua. Hal tersebut akan membuat anak merasa dianggap dan dipedulikan. Keluarga juga harus sering melakukan kegiatan bersama di tengah-tengah kesibukan. Kegiatan tersebut bisa membantu untuk mengurangi pertengkaran anak.
Membandingkan
Sebagai orang tua, kita sering melihat perilaku beragam dari anak-anak kita. Setiap anak dengan perilaku dan tingkahnya masing-masing. Tidak semua perilaku dan tingkah anak disukai oleh orang tua. Ketika orang tua mulai membandingkan baik dan buruk antara satu anak dengan saudaranya, saat itu juga orang tua sudah merusak hubungan antara anak-anaknya. Membandingkan akan membuat anak terputus dari orang tuanya dan pasti akan menyimpan iri kepada saudaranya, sehingga timbullah pertengkaran antara anak. Jika ingin melindungi hubungan anak dengan saudara kandungnya, hindari membandingkan mereka.
Melabeli
Dalam lingkup keluarga, memberi label adalah hal yang biasa. Mengatakan anak dengan “si lucu”, “anak yang nakal”, dan label lainnya yang terkadang disampaikan langsung di depan salah seorang dari anak kita. Hal ini jelas akan menimbulkan pertengkaran antara anak. Setidaknya ada dua masalah yang akan timbul ketika memberikan label pada anak yaitu, harapan yang tidak disadari dan menumbuhkan pola pikir permanen.
Terlalu Banyak Tekanan pada Anak Sulung
Terkadang orang tua meminta anak sulungnya untuk menjaga adik-adiknya, menjadi contoh terbaik, harus lebih memiliki pemahaman lebih, dan keinginan lainnya yang seakan harus ada pada anak sulung. Beberapa anak sulung akan menerima hal tersebut dan sebagian mereka merasa keberatan karena mendapat tanggung jawab dan tugas ekstra. Terlalu banyak kewajiban dan tekanan pada anak sulung akan memicu pertengkaran antara anak karena anak sulung merasa tidak adil dalam pembagian peran tertentu.