Cerita tentang Tato dan Hijrah
“Orang-orang mencegah saya masuk masjid. Waktu bilang saya mau shalat, ustaznya bilang bahwa saya nggak bisa shalat, A’. ‘Percuma kamu shalat karena kalaupun kamu shalat, nggak akan diterima sama Allah lantaran badan kamu penuh tato.’”
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, merajah tubuh masih dipandang sebelah mata. Siapa pun yang terlihat memiliki rajah tubuhnya, pasti akan bermunculan stigma negativ terhadapnya. Stigma ini secara tidak sadar telah diperatahankan oleh masyarakat, dan memang pada kenyataannya banyak penjahat yang menggunakan rajah tubuh sebagai bentuk keberanian dan kejantanan. Semakin banyak rajah di tubuhnya, semakin garang ia. Meski begitu, tidak semua yang bertato adalah penjahat.
Sebenarnya, tato atau rajah tubuh adalah simbol pada kulit yang dibuat dengan memasukan implementasi pigmen mikro ke kulit. Pada tubuh manusia, rajah berfungsi sebagai modifikasi. Sementara itu, rajah juga bisa ditemukan di tubuh binatang sebagai identifikasi. Rajah tubuh sudah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Pun rajah tubuh tersebar di berbagai wilayah di bumi. Dahulu, rajah tubuh diidentikan dengan ritual sebuah kepercayaan. Saat ini, rajah tubuh termasuk ke dalam budaya populer. Ada berbagai alasan orang-orang memilih untuk merajah tubuh, salah satunya adalah sebagai bentuk pengingat akan kejadian masa lalu atau hal yang dianggap penting.
Bang Tato, begitulah sapaan akrabnya. Siapapun yang bertemu dengannya, sudah tentu akan berusaha tidak membuat masalah. Dari namanya, sudah barang tentu jika di tubuhnya banyak terdapat rajahan. Mulai dari tumit hingga leher. Selain berprofesi sebagai seorang preman, ia dulunya juga berprofesi sebagai seorang tukang tato. Hingga suatu ketika ia memutuskan berhijrah setelah mendapat cahaya. Akan tetapi, hijrahnya ke jalan illahi ini tidak semulus yang ia bayangkan. Banyak pemuka agama yang menolak mengajarinya karena rajahan tubuhnya.
Perjalanan hidup Bang Tato alias Lalan Maulana ini kemudian mengilhami Fahd Pahdepie untuk menulis buku terbarunya yang berjudul Hijrah Bang Tato yang akan meluncur pada 4 November nanti. Melalui bukunya ini, Fahd berharap dapat meyakinkan setiap orang bahwa setiap orang berhak atas kesempatan kedua di dalam hidupnya.
Kontributor: Vivekananda Gitandjali dan Afina Mahardhika
“Orang-orang mencegah saya masuk masjid. Waktu bilang saya mau shalat, ustaznya bilang bahwa saya nggak bisa shalat, A’. ‘Percuma kamu shalat karena kalaupun kamu shalat, nggak akan diterima sama Allah lantaran badan kamu penuh tato.’”
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, merajah tubuh masih dipandang sebelah mata. Siapa pun yang terlihat memiliki rajah tubuhnya, pasti akan bermunculan stigma negativ terhadapnya. Stigma ini secara tidak sadar telah diperatahankan oleh masyarakat, dan memang pada kenyataannya banyak penjahat yang menggunakan rajah tubuh sebagai bentuk keberanian dan kejantanan. Semakin banyak rajah di tubuhnya, semakin garang ia. Meski begitu, tidak semua yang bertato adalah penjahat.
Sebenarnya, tato atau rajah tubuh adalah simbol pada kulit yang dibuat dengan memasukan implementasi pigmen mikro ke kulit. Pada tubuh manusia, rajah berfungsi sebagai modifikasi. Sementara itu, rajah juga bisa ditemukan di tubuh binatang sebagai identifikasi. Rajah tubuh sudah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Pun rajah tubuh tersebar di berbagai wilayah di bumi. Dahulu, rajah tubuh diidentikan dengan ritual sebuah kepercayaan. Saat ini, rajah tubuh termasuk ke dalam budaya populer. Ada berbagai alasan orang-orang memilih untuk merajah tubuh, salah satunya adalah sebagai bentuk pengingat akan kejadian masa lalu atau hal yang dianggap penting.
Bang Tato, begitulah sapaan akrabnya. Siapapun yang bertemu dengannya, sudah tentu akan berusaha tidak membuat masalah. Dari namanya, sudah barang tentu jika di tubuhnya banyak terdapat rajahan. Mulai dari tumit hingga leher. Selain berprofesi sebagai seorang preman, ia dulunya juga berprofesi sebagai seorang tukang tato. Hingga suatu ketika ia memutuskan berhijrah setelah mendapat cahaya. Akan tetapi, hijrahnya ke jalan illahi ini tidak semulus yang ia bayangkan. Banyak pemuka agama yang menolak mengajarinya karena rajahan tubuhnya.
Perjalanan hidup Bang Tato alias Lalan Maulana ini kemudian mengilhami Fahd Pahdepie untuk menulis buku terbarunya yang berjudul Hijrah Bang Tato yang akan meluncur pada 4 November nanti. Melalui bukunya ini, Fahd berharap dapat meyakinkan setiap orang bahwa setiap orang berhak atas kesempatan kedua di dalam hidupnya.
Kontributor: Vivekananda Gitandjali dan Afina Mahardhika
Afina Emas
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!