cinta dalam sayap sayap patah

Memaknai Cinta dalam Sayap-Sayap Patah

cinta dalam sayap sayap patah

Memaknai cinta dalam Sayap-Sayap Patah tidak sulit untuk dilakukan, tapi manusia sering luput untuk melakukannya. Saat seseorang jatuh cinta, tidak jarang ambisi untuk memiliki menjadi suatu tujuan paling utama, dibandingkan dengan merayakan rasa tersebut.  Cinta yang bertepuk sebelah tangan, cinta yang yang tak terbalas atau apa pun bentuk permasalahan lainnya seharusnya membuat manusia lebih menghargai rasa itu. Dalam prosa puitis Sayap-Sayap Patah, Kahlil Gibran menuangkan secara tersirat pemaknaan cinta, dengan menciptakan Selma Karamy dan Gibran. Permasalahan yang dihadapi kedua tokoh dalam karya sastra fenomenal ini mengajak para pembacanya dalam arus percintaan keduanya. Sebuah percintaan dengan pasang surut rasa, yang membuat proses pembacaan diisi dengan memaknai perasaan yang tidak hanya melihat keindahannya.

Makna Cinta Sayap-Sayap Patah dalam Perpisahan

Sebagai karya sastra dunia, pembaca Sayap-Sayap Patah tentu berasal dari berbagai belahan dunia. Pemaknaannya pun seragam. Namun satu pendapat menyatakan bahwa kisah dalam Sayap-Sayap Patah adalah kisah yang tragis, sehingga menuntut para pembacanya untuk menghadapi kedongkolan akhir cinta Selma Karamy dan Gibran.  Bentuk pemaknaan cinta menjadi tumpang tindih dengan perpisahan yang dihadirkan oleh Kahlil Gibran atas hubungan kedua tokoh yang malang tersebut. Hubungan yang diakhiri oleh tuntutan sosial memberikan sebuah pemaknaan atas kandasnya hubungan mereka. Perpisahan menjadi kawan baik dengan cinta yang dielu-elukan tersebut.

(Baca juga: Kekalutan Cinta dalam Sayap-Sayap Patah.)

Kisah Selma Karamy dan Gibran yang dipisahkan oleh sesuatu yang di luar kuasa keduanya semakin mengiris hati pembaca. Didukung dengan bentuk narasi yang begitu kaya akan diksi yang indah, rasa sakit, cinta, dan segala komponennya begitu padu. Membaca kisah cinta yang tragis ini memberi ruang bagi para pembacanya untuk menekuni setiap kata dan pemaknaannya. Pembaca bisa menyusuri setiap pesan tersirat agar lebih memaknai cinta dan menghargainya. Kahlil Gibran berusaha menunjukkan bahwa cinta menuntut kita percaya pada pengharapan, dan terus memaknainya meski kondisinya dalam posisi yang buruk.

Ciptakan Pemaknaanmu

Meski hampir keseluruhan pemaknaan pembaca nyaris sama, tentu ada batas-batas yang membedakan pembaa satu dengan pembaca lainnya. Sayap-Sayap Patah dalam proses pembacaanmu tentu memiliki pemaknaannya tersendiri. Kamu bisa memiliki cara tersendiri untuk memaknai cinta berdasarkan kisah Kahlil Gibran yang mendunia ini. Buku fenomenal ini masih bisa kamu dapatkan di Mizanstore atau toko buku kesayanganmu.

Peranan perempuan

Peranan Perempuan dalam Sayap-Sayap Patah

Peranan perempuan

 

Peranan perempuan dalam lingkungan masyarakat era ini bisa diketahui sudah jauh lebih baik. Jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya proses globalisasi dan gaung feminisme, peranan perempuan memang jauh lebih minor. Kita bisa mendapati tokoh-tokoh perempuan dalam serangkaian karya sastra yang begitu tertindas, tidak memiliki daya dan menjadi lapisan kedua di kelompok masyarakat. Satu nama yang bisa dibahas adalah Selma Karamy, seorang tokoh yang dituliskan oleh sastrawan dunia, Kahlil Gibran. Selma Karamy mungkin bisa dibilang sebagai Siti Nurbaya versi milik seluruh dunia. Dengan nasib yang bisa disebut tidak beruntung, Selma menjadi sasaran empuk para penguasa dan kelas sosial yang berlaku di masanya.

Peranan Perempuan dalam Era dan Wilayah

Karya sastra menjadi bentuk paling mujarab dalam penggambaran situasi sosial dan kritik akan hal tersebut. Dalam lini waktu, bentuk-bentuk masyarakat dan habit yang berlaku pun berbeda. Misalnya apabila dikerucutkan perihal masa sebelum menikah. Dalam era Victorian di Eropa, perempuan kerap kali digambarkan sebagai makhluk yang indah dan berdaya untuk menentukan siapa yang akan menjadi suami mereka. Tetapi masih harus ditinjau dari kelas sosial dan rupa mereka. Perempuan-perempuan memang tidak bisa serta-merta menunjuk pilihan secara langsung, tetapi mereka masih memiliki keleluasaan untuk mengambil keputusan.

Baca juga artikel terkait di sini.

Berbeda halnya di Asia Barat, perempuan dapat menjadi komoditas atau sekadar aset yang dikeluarkan ketika waktunya dianggap tepat. Ditinjau dalam karya Kahlil Gibran, Sayap-Sayap Patah yang memfigurasikan masyarakat di lingkungannya. Selma Karamy menjadi suatu ikon yang menggambarkan peranan perempuan di masa dan wilayah tersebut. Selma Karamy yang justru dari keluarga terpandang diharuskan menikah dengan orang yang dianggap sederajat dengannya. Reputasi dan eksistensial Uskup di masyarakat setempat yang begitu diagungkan mampu memberi efek bagi Selma sebagai perempuan yang hendak memilih pasangannya. Selma tidak mampu menggunakan otoritasnya untuk bersatu dengan Gibran. Sayap-Sayap Patah memang sering disebut sebagai suatu karya yang berbasis kisah nyata.

 

Krisik Sosial yang Indah

Meski pada akhirnya beberapa orang lebih menyetujui kisah ini sebagai sebuah fiksi belaka, pembaca tetap mendapat maksud Kahlil Gibran dalam berusaha mengupas peranan perempuan di lingkungan masyarakatnya. Dengan dibalut romance klasik yang menguras emosi, kamu bisa meninjau kritik-kritik yang dituliskan dengan indah. Mulai pembacaan dan analisis sederhana melalui buku Sayap-Sayap Patah yang bisa kamu dapatkan di sini.

Belenggu Romansa dan Relevansi Kondisi Masa Kini

Belenggu romansa pada masa kis

 

Ada banyak jenis belenggu romansa. Beberapa disebabkan oleh konflik internal seperti kepribadian dari kedua belah pihak. Dari kasus internal, masih dapat memiliki turunan konflik. Namun, beranjak dari konflik internal, ada pula yang disebabkan oleh konflik eksternal. Dalam konflik eksternal, sering kali belenggu menjadi sesuatu di luar kuasa dari kedua belah pihak yang menjalin hubungan. Seperti hierarki sosial, atau kasus seperti agama dan ras yang sering kali menjadi alasan pasangan-pasangan berpisah. Kasus eksternal menjadi faktor yang mampu berubah kadar keberpengaruhannya. Hal ini tentu diprakarsai oleh zaman dan era yang terjadi di masa itu. Hal ini bisa dilihat dari kisah Selma Karamy dan Gibran dalam Sayap-Sayap Patah, belenggu romansa mereka yang bersifat eksternal. Jika diterapkan di masa kini, mampu memunculkan tanda tanya, apakah yang terjadi pada keduanya masih relevan di masa kini?

Beda Masa Beda Belenggu Romansa

                Perubahan zaman banyak memberi pengaruh pola pikir. Pada zaman di era Gibran dan keluarga Karamy hidup, kelas sosial bisa jadi menjadi begitu penting untuk mempertimbangkan segala hal, tidak terkecuali persoalan pasangan hidup. Latar belakang sosial dan reputasi seseorang menjadi nilai utama seseorang dipilih menjadi rekan atau pasangan. Tidak hanya persoalan zaman persoalan wilayah dan adat istiadat juga begitu memengaruhi pola pikir. Belenggu-belenggu itu sebenarnya justru diciptakan oleh pola pikir yang dibangun di kelompok masyarakat setempat.

Namun, disamping itu, pada masa kini, faktor-faktor eksternal dari belenggu romansa yang terjadi di masa itu masih bisa ditemui. Tidak sedikit orang-orang yang masih mengaplikasikan adat istiadat dan pola pikir yang konservatif di masa kini. Nilai kebudayaan yang tidak mudah hilang meski penggunaannya dianggap tidak tepat. Kasus ini mampu menjadi pertanyaan yang tidak ada habisnya, masihkah belenggu romansa di ranah sosial masih relevan hingga saat ini? Masihkan kelas sosial menjadi nilai utama dari pemilihan pasangan hidup seperti pada kasus Selma Karamy dengan Gibran? Pertanyaan ini pun mampu menjadi pertanyaan yang sama sinisnya: apakah perbedaan zaman membuat masyarakat meninggalkan budaya yang ditanamkan?

Konflik yang Menyayat Hati

Tidak sedikti kasus Selma Karamy-Gibran yang terjadi di lingkungan masyakat era terkini. Masyarakat yang masih membatasi diri mereka sendiri karena kepercayaan dan kebiasaan yang dianut. Melalui Sayap-Sayap Patah, pembaca bisa melihat betapa berpengaruhnya pola pikir yang membentuk suatu zaman. Kisah cinta kedua tokoh milik Kahlil Gibran ini memberi suatu sudut pandang tentang belenggu romansa yang begitu menyedihkan dan menyayat perasaan. Belenggu yang di luar kuasa para pemilik hubungan itu sendiri.

Dapatkan bukunya di Mizan Store 

sebuah ruangan yang menampilkan pementasan seni

Sebuah Kisah Cinta sebagai Seni Mendunia

Seperti lazimnya suatu seni, ada hal-hal yang kemudian terbangun atas keterhubungan.  Tidak terkecuali dalam karya sastra. Tulisan-tulisan yang memiliki ciri khas sebagai keunggulannya akan menarik perhatian dari pembacanya. Daya tarik itu sering kali hanya sebagai bahan perbincangan, pujian dari mulut ke mulut. Kumpulan manusia yang saling memberikan ulasan dan merekomendasikan bacaan yang baru saja mereka baca. Selanjutnya karya tersebut akan meluas dan terkenal di beberapa kalangan. Namun, ada pula bentuk lain dari apresiasi “daya tarik” yang telah didapatkan. Beberapa orang yang memiliki wewenang dan keahlian tidak jarang melakukan lebih, seperti membuat bentuk adaptasi yang baru untuk interpretasi pembacaan—atau bahkan buku bacaan tersebut. The Broken Wings karya Kahlil Gibran menjadi satu di antara sekian banyak karya yang mendapatkan keistimewaan tersebut.

Didaptasi ke Banyak Wahana

Sebagai suatu karya sastra yang besar dan mendunia, The Broken Wings diekori oleh nama penulisnya, yakni Kahlil Gibran. Karya ini menarik para pembacanya dari segala aspek, baik dalam tema besarnya, kisah cinta, atau penunjang-penunjang yang menjadikan karya tersebut semakin hidup. Para seniman tidak segan-segan datang sebagai tangan sambung untuk melebarkan kisah ini. Kisah yang mengandung konflik-konflik sosial dan peran perempuan ini memberi gambaran baru bagi para penyadurnya untuk lebih dari sekadar membahas kisah cinta. Karya-karya seni adaptasi buku ini berusaha melahirkan kembali The Broken Wings sebagai sesuatu yang lebih terlihat, yakni dalam bentuk visual.

Pada tahun 1964, novel ini diadapatasi menjadi suatu film dengan judul yang sama, yakni The Broken Wings. Film ini disutradarai oleh Yusuf Maloof dengan mengusung latar Arabians. Masih mengisahkan perihal kisah cinta Gibran dengan Salma, film ini juga memberi detail pada lingkungan sosial yang ada pada latar kisahnya. Dibuat dengan nuansa hitam putih memberi citra film klasik yang bisa menjadi representasi baru bagi karya sasta dunia yang satu ini. Selain itu, film ini juga telah disadur menjadi suatu drama musical dengan judul Broken Wings yang ditampilkan di London’s Theatre Royal Haymarket secara perdana.

Intip pelaksanaan pertunjukannya di https://brokenwingsmusical.com/

Karya Tulisnya yang Direkomendasikan

Segala bentuk adaptasi karya seni dapat menjadi tolak ukur keindahan dan daya tarik suatu karya sastra. The Broken Wings telah dialihbahasakan juga ke dalam banyak bahasa, termasuk ke dalam bahasa Indonesia. sebelum menikmati karya seni adaptasinya, puisi prosa karya Kahlil Gibran ini bisa menjadi rekomendasi bacaan untukmu.

seorang perempuan yang merindukan kebebasan

Citra Perempuan dalam Balutan Kekangan Religi

Perihal status dan tingkatan perempuan seolah menjadi topik yang tidak ada habisnya. Perempuan dan lelaki seolah memiliki perbedaan atas keleluasaan, bahkan untuk diri mereka sendiri. Pemahaman dan pemikiran mengenai hal tersebut telah ada dan eksis dalam masyarakat secara umum. Proses awal dan pemulaannya, tidak diketahui pasti tepatnya. Namun, jika ditarik garis dari masa lalu, masa-masa yang dipercaya dalam beberapa kepercayaan, bahwa ada masa-masa ketika perempuan begitu menjadi “objek”. Menjadi sesuatu yang terkontrol penuh dari orang yang dianggap wali atau berhak atas setiap hak-haknya. Seiring berjalannya waktu, pemikiran ini tergerus oleh pemikiran-pemikiran baru, terutama dari mereka yang terkena imbas buruk atas keberadaan pola pikir yang sedemikian rupa.

Membongkar Atas Dasar Luka

Dalam Sayap-Sayap Patah, pemahaman ini dibuat sebagai sesuatu antagonis yang sedang diperangi oleh sang tokoh utama yang jelas memiliki posisi sebagai protagonis. Dalam kisah ini, tokoh Aku sekaligus narator menceritakan pasang surut perasaannya pada Selma Karamy. Selma Karamy adalah wanita yang dijelaskan sebagai anak dari latar belakang yang begitu spesial, sebab ayahnya merupakan keluarga Uskup. Latar belakang ini sekaligus menjadi ranjau bagi hubungan tokoh Aku dan Selma. Sebab, tidak mudah bagi Selma Karamy untuk bisa semaunya memilih pasangan. Latar belakang itu mengikatnya, dan merenggut haknya untuk memilih.

Sayap-Sayap patah dipercaya sebagai suatu kisah yang diambil dari kehidupan sang maestro dunia, Kahlil Gibran. Tokoh Selma Karamy disebut-sebut sebagai sosok yang berasal dari masa lalunya, sekaligus cintanya yang pertama. Meski harusnya diterima sebagai fiksi belaka, beberapa orang masih beranggapan bahwa tulisan ini adalah cara Kahlil Gibran mengritik pandangan sosial pada era tersebut.

Dibalut dengan Religi

Meski berusaha  membongkar, Kahlil tidak menghilangkan jati dirinya sebagai seorang penyair yang lihai dalam pemilihan kata. Dipilihnya serangkaian diksi yang indah, sehingga baik impresi pembaca terhadap Selma Karamy, kisah cinta antarkeduanya, bahkan kasus keagamaan yang membungkusnya menjadi begitu padu. Kisah dengan kasus citra perempuan dalam hal hak yang terenggut ini seperti yang akan mengingatkan pembaca pada beberapa kisah sejenis, seperti Romeo dan Juliet. Kisah membawa perempuan-perempuan mereka pada belenggu yang memberi mereka akhir yang begitu mengenaskan. Kisah ini mengantarkan keindahan pada pembaca, membeberkan pandangan Kahlil dengan balutan latar religi yang pas.

Dapatkan bukunya di  https://mizanstore.com/sayap-sayap_patah_republish_70424

sebuah buku tua yang memancarkan manfaat seperti karya Kahlil Gibran

Karya Kahlil Gibran Satu Abad yang Tetap Terkini

Kahlil Gibran dikenal oleh khalayak umum sebagai sastrawan dunia dengan karya-karya yang berdiksi indah. Padanan kata yang dirangkai menjadi satu kesatuan yang memiliki karakteristik khas seorang Kahlil Gibran. Tidak hanya dikenal dengan keindahannya semata, karya-karya Kahlil Gibran juga dikenal dengan kritik sosial yang terjadi pada masanya. Konflik-konflik yang berada di lingkungannya diadaptasi menjadi suatu karya tulis yang menarik. Tidak hanya demikian, tulisan-tulisan beliau seolah menjadi rujukan para penyair “berguru”. Daya tarik lainnya sebab karya ini juga dipercaya sebagai adaptasi kisah cinta dari sang maestro sendiri

Satu Abad yang Tak Kunjung Padam

Salah satu karya yang lahir dari tangan piawai Kahlil Gibran adalah Sayap-Sayap Patah. Karya ini perdana terbit dengan judul The Broken Wings, terbit sebagai poetic-novel yang dituliskan pertama kali dalam Bahasa Arab. Terbitan pertama kali pada tahun 1912. Terhitung pada tahun ini, karya sastra dunia ini telah hadir di dunia literasi sejak 109 tahun yang lalu. Satu abad lebih! Karya tersebut terus-menerus dikonsumsi oleh para pembaca—bahkan dari seluruh dunia, dan telah diterjemahkan dalam banyak bahasa. Sayap-Sayap Patah yang merupakan kisah cinta dengan diksi indah dan romantis, menambah daya tarik karya satu ini. Seolah menjadi satu paket yang utuh, kisah cinta dengan diksi yang indah ditawarkan lewat karya sastra dunia yang satu ini.

Baca juga https://www.arabnews.com/node/1613941/lifestyle

Karya yang direkomendasikan

The Broken Wings terus hadir menjadi karya yang dirujuk untuk proses kreatif. Begitupun dalam Bahasa Indonesia, telah diterjemahkan dengan judul Sayap-Sayap Patah. Di tahun 2021 ini, Bentang Pustaka menghadirkan karya ini kembali dalam edisi bahasa Indonesia. Bentang Pustaka menghadirkan penerjemah yang mampu menerjemahkan karya Kahlil Gibran menjadi relevan di Indonesia, Sapardi Djoko Damono. Edisi Sayap-Sayap Patah kali ini seolah tetap menjaga karya ini terus menarik perhatian, tanpa menghilangkan orisinalitas, sekaligus menyesuaikan dengan pembahasaan di Indonesia. 109 bukan tahun yang sebentar, tapi relevansi karya ini masih begitu kentara dan direkomendasikan untuk para pembaca di seluruh dunia.

 

 

 

kekalutan cinta sayap patah

Kekalutan Cinta Sayap-Sayap Patah

kekalutan cinta sayap patah

Kekalutan cinta di Sayap-Sayap Patah selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi para pembaca di seluruh dunia. Pada beberapa hal, motif dari cerita romance selalu berulang dan sering kali membentuk “pasar” pembacanya sendiri. Dengan motif yang nyaris selalu sama tersebut. tidak sedikit karya-karya sastra yang menghadirkan kisah cinta dengan balutan konsep yang lebih “meyakinkan”, tidak melulu perkara patah hati dan berporos pada cinta. Misalnya, yang dilakukan oleh Kahlil Gibran pada tulisannya yang berjudul Sayap-Sayap Patah ini. Kahlil seolah memberikan suatu pembuktian bahwa kisahnya ditulis melampaui persoalan cinta, meski memang genre yang diusungnya dalam balutan romance. Ada yang berusaha disampaikannya, dan itu tersirat dengan begitu rapi di dalam karyanya ini.

Kekalutan Cinta Sayap-Sayap Patah

Sayap-Sayap Patah terbit pertama kali pada tahun 1922 dengan judul Broken Wings dan ditulis dengan Bahasa Inggris. Beberapa orang mempercayai bahwa kisah yang satu ini disadur dari kisah kekalutan cinta Sayap-Sayap Patah milik Kahlil Gibran sendiri. Nuansa romance yang dihadirkan begitu nyata, jelas menimbulkan spekulasi bagi para pembacanya pertanyaan yang hingga kini hadir: apakah kekalutan ini benar dirasakan oleh Gibran pada masa itu, sehingga terasa begitu dekat dan nyata? Tidak pernah ada jawaban yang memvalidasi pertanyaan itu. Satu-satunya yang pasti adalah Kahlil Gibran menuliskan karyanya dengan diksi yang begitu indah. Serta, rasa sakit yang dihadirkan terbalut dalam konflik sosial.

(Baca juga Memaknai Cinta dalam Sayap-Sayap Patah)

Rasa dari Bahasa ala Kahlil dan Sapardi

Melampaui unsur romance di dalamnya, Kahlil Gibran dengan berani dan secara terang-terangan menghadirkan berbagai masalah yang berkaitan dengan nasib perempuan, penindasan, ketidakadilan, dan korupsi yang terjadi di Lebanon. Dan, dalam kisah ini semua itu bersumber pada penguasa agama, yakni Uskup.

Karya fenomenal ini kembali hadir. Peminat Kahlil Gibran bisa mulai bersua dengan alur cerita yang membawa pembacanya dalam kekalutan rasa. Dengan alihbahasawan Sapardi Djoko Damono, rasa yang dituliskan oleh Kahlil Gibran ditransformasi dengan begitu baik dengan memberikan sentuhan puitis dan metaforanya. Hal ini menjadi tidak teragukan lagi, mengingat sang penerjemah juga merupakan seorang penyair. Buku ini menjadi “medan” yang menemukan orang yang tepat untuk menggambarkan rasa yang berusaha disampaikah Kahlil Gibran, sesuai dengan segmentasi pembaca di Indonesia. Sayap-Sayap Patah yang hadir untuk masyarakat ini bak Kahlil Gibran yang dibalut oleh Sapardi, dengan kekalutan rasa yang sama.

 

Merespon Sayap-Sayap Patah Sebagai Inklusi Pola Pikir

Karya Kahlil Gibran yang dibumbui dengan roman, memunculkan setidaknya satu judul, yakni Sayap-Sayap Patah. Dengan menggunakan bahasa yang “berat”, pembaca dapat menarik garis dari hal yang berusaha disampaikan oleh Sang Penyair satu ini: sebuah kisah cinta yang menyayat perasaan. Bagaimana tidak? Sayap-Sayap Patah seolah menaungi selera masyarakat dengan menghadirkan luka pada sebuah kisah cinta, dengan mengusung budaya dan keterkungkungan suatu sistem masyarakat dalam kisahnya. Kisah cinta seorang laki-laki pada perempuan yang harus kandas semata-mata terhalang oleh strata sosial yang terbangun secara de facto oleh masyarakatnya sendiri. Kahlil Gibran tidak semata-mata menulis suatu kisah cinta saja, tetapi dihadirkan juga gagasan dari basis pola pikir ala dirinya, prinsip. Hal tersebut berusaha disampaikan dan disebarkannya pada seluruh kalangan dengan karya tulis yang indah dan berciri kuat akan dirinya.

Sayap-Sayap Patah telah dinikmati oleh banyak kalangan di seluruh dunia, bahkan telah diterjemahkan ke dua puluh bahasa di seluruh dunia. Hal ini menunjukkan adanya antusias penerimaan karya tersebut, termasuk banyak kalangan di Indonesia. Pada Maret tahun 2021, Bentang Pustaka melahirkan kembali karya ini dengan sampul yang lebih segar, tanpa mengurangi sarat keindahan yang berusaha digambarkan oleh Kahlil Gibran di dalam tulisannya tersebut. Sayap-Sayap Patah akan lahir kembali 2021 ini untuk memerdekakan pembacanya.

 

Karya Sastra Klasik

Kahlil Gibran selalu muncul menjadi sang maestro, menjadi sang raja untuk setiap sajak yang ditulis dan digaungkannya ke khalayak umum. Kahlil Gibran telah dikenal di banyak sekali kalangan dengan menampilkan jati dirinya sebagai seorang penyair, seniman, dan filsuf yang melahirkan karya-karya yang memiliki dampak. Hampir semua—bahkan seluruh—karyanya selalu mendunia. Perkarya yang terbit memberikan efek tersendiri bagi segenap pembacanya. Karyanya kebanyakan identik dengan transparansi, kritik, dan ironi. Seperti yang kita ketahui bahwa seorang pembaca dapat mengintip bahkan mengetahui dengan gamblang pola pikir, lingkungan, dan kehidupan dari penulis, tidak terkecuali para pembaca terhadap tulisan-tulisan Kahlil Gibran.

Karya-karya Kahlil Gibran beberapa diantaranya adalah Yesus Anak Manusia dan Sayap-sayap Patah. Beberapa karya yang mendapat kritik keras dari kalangan gereja membuat karya-karyanya dibakar dan dihancurkan. Cara Kahlil Gibran memaparkan faktual melalui keindahan berbahasa menciptakan penggemarnya sendiri. Mulai dari kritik sosial—dalam hal ini terhadap gereja—bahkan perihal kisah percintaan dapat dilahirkannya dengan apik dan menggaung di mana-mana.

 

Juwita Wardah M.B

 

Keywords: Kahlil Gibran

© Copyright - Bentang Pustaka