Feminisme Islam dari Perspektif Perempuan Muslim

Image By Pang

Memandang Feminisme Islam dari perspektif perempuan Muslim (Muslimah) menunjukkan bahwa perjumpaan antara Islam dan feminisme begitu beragam dari waktu ke waktu, bergantung pada faktor-faktor yang membentuk aliansi politik mereka dan kondisi sosial yang mengikat para peneliti pada objek kajiannya.  

Istilah feminisme sendiri berasal dari Barat, membuat istilah “Feminisme” sulit diterima di kalangan umat Muslim dan selalu dipersoalkan oleh kaum Muslim yang memandangnya sebagai simbol Barat, dan menganggap feminisme tidak relevan dengan umat Muslim.

Dari Sudut Pandang Muslimah

Etin Anwar di dalam bukunya yang berjudul “Feminisme Islam” memberikan penjelasan tentang pengertian feminisme Islam. Pertama, ia merujuk pada karya dan aktivisme feminis dalam jaringan kerja budaya Islam, termasuk Islam dari segi isi dan bentuknya. Mengingat Islam sendiri tidak homogen, resignifikasi Islam tertanam dalam kontekstualisasi ujaran dan aksi feminis. 

Kedua, “Feminisme Islam” merujuk pada gerakan sosial yang menyoroti dan menangani kesenjangan gender di ranah pribadi dan publik. Di ranah-ranah tersebut sering terjadi upaya penghapusan ketidakadilan gender dan sistem produksinya yang menimbulkan penindasan di tingkat personal, keluarga, politik dan sosial di kehidupan sehari-hari.

Istilah feminisme Islam sendiri sudah muncul di berbagai negara seperti Iran, Turki, dan Malaysia. Para perempuan Muslim membuat gerakan perjuangan untuk melawan ketidakadilan gender menggunakan bahasa dan retorika agama. Termasuk di daerah Timur Tengah di mana konflik-konflik dan penindasan perempuan selalu terjadi setiap tahunnya. Adanya praktik patriarki di sana membuat Muslimah menderita serta menjadi objek penindasan.

 

Etin Anwar juga menjelaskan, proses integrasi Islam dan feminisme memproduksi pemikiran baru tentang Islam yang merangkul perempuan. Islam dan feminisme saling menguatkan dalam mempromosikan kemajuan perempuan, menghargai perempuan sebagai agen moral yang seutuhnya.

 

Dari sini kita dapat menyimpulkan makna feminisme Islam sendiri yang merupakan gerakan perempuan Muslim untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai Muslimah. Serta merupakan upaya mempromosikan keadilan antara laki-laki dan perempuan serta menggugat penundukan perempuan oleh budaya yang menindas.

Baca juga, Sejarah Awal Gerakan Feminisme di Indonesia

Buku Feminisme Islam

Buku Feminisme Islam merupakan hasil penelitian Etin Anwar selama 10 tahun. Karya ini merupakan penelitian genealogis untuk menunjukkan perubahan hubungan antara Islam dan feminisme; merekam proses wacana tentang kemunculan feminisme Islam; dan menelaah bentuk-bentuk wacana tentang dukungan feminisme Islam terhadap kesetaraan pada awal 1990-an di Indonesia. 

Nah, kalian dapat membeli bukunya disini!

Sejarah Awal Gerakan Feminisme di Indonesia

Desain by pang.png

Gerakan Feminisme di Indonesia berawal dari gerakan perempuan-perempuan Indonesia yang melawan kolonialisme Belanda, munculnya kesadaran nasional, dan pembentukan negara. Sosok pahlawan perempuan seperti R.A. Kartini (1879-1905), Dewi Sartika (1884-1947) dan Rahmah El-Joenesijjah (1900—1969), yang menangkap semangat nasionalisme, dan meletakkan perjumpaan antara feminisme dan Islam sebagai sumber kemajuan dalam konteks kolonialisme lokal.

Emansipasi Batu Loncatan Menuju Kesetaraan Gender

Sementara ide-ide tentang kemajuan dalam Islam dan feminisme di Indonesia tumbuh secara lokal dan menunjukkan perkembangannya pada nasionalisme, mereka secara kompleks berkaitan dengan jaringan umat Islam dan feminisme global.

Sosok R.A Kartini, Dewi Sartika, dan Rahmah El-Joenesijjah merupakan salah satu tokoh perempuan yang mengadvokasi kebutuhan akan perubahan status sosial perempuan melalui pendidikan. Mereka menciptakan preseden bagaimana gerakan perempuan di Indonesia melawan kolonialisme – serta spirit nasionalisme dan reformisme Islam.

R. A. Kartini mencatat bahwa androsentrisme laki-laki tumbuh melalui pengasuhan ibu mereka. Laki-laki kemudian mengontrol anggota perempuan di keluarganya sendiri. Setelah menikah, laki-laki terus memegang otoritas dan kontrol. Akibatnya, para perempuan menderita setiap hari.

Dari sini R. A. Kartini berpendapat bahwa perempuan memiliki kebebasan berkehendak tetapi dikuasai oleh adat. Pada saat itu pendidikan perempuan diklaim berisiko merusak tatanan moral masyarakat. Selain itu, kaum tua khawatir bahwa pendidikan perempuan dapat mengganggu peran perempuan itu sendiri ketika menjadi istri.

Sedangkan Dewi Sartika berpendapat orang tua hanya menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Oleh karena itu, Dewi Sartika berusaha meyakinkan orang tua untuk menyekolahkan anaknya agar terdidik. Perempuan yang terdidik akan menjadi ibu dan menjadi kunci penyebaran pengetahuan bagi anak-anaknya kelak.

Ia juga menyuarakan kesetaraan laki-laki dan perempuan dari berbagai aspek karena menurutnya kemajuan perempuan sebagai syarat kemajuan negara.

                              Baca Juga ulasan singkat Buku Feminisme Islam, disini!

Sementara Rahmah El-Joenesijjah mewakili sosok reformis baru dari golongan perempuan Muslim. Ia tumbuh dari golongan reformisme Islam di Minangkabau, Sumatra Barat. Ia mewujudkan mimpinya dengan mendirikan sekolah Dinijjiah Sekolah Poetri yang didukung oleh saudara laki-lakinya.

Dinijjiah Sekolah Poetri bertujuan mendidik anak-anak bangsa dengan pendidikan lengkap; fisik dan moral. Sekolah tersebut memberi pendidikan Agama Islam karena masih banyak perempuan yang belum mengetahui ajaran Islam.

Konteks Perjuangan Emansipasi

Dari sini kita tahu bahwa para tokoh perempuan Indonesia telah meletakkan dasar bagi perubahan kondisi sosial dan politik di lingkungan mereka, yaitu melalui gerakan-gerakan feminisme yang berjalan beriringan dengan gerakan nasionalis di Indonesia.

Nah, kalian dapat membaca lebih lanjut penelitian tentang feminisme Islam di Indonesia karya Etin Anwar yang dikemas dengan sangat apik dan dengan bahasa yang mudah dipahami. Dapatkan bukunya disini!

Feminisme Islam

Feminisme Islam karya Etin Anwar Hadir untukmu

Feminisme Islam

Feminisme dan Islam adalah dua hal yang sering diperdebatkan. Banyak yang mengatakan, keduanya tidak sejalan. Feminisme bukan Islam dan Islam tidak pernah mengajarkan tentang feminisme. Benarkah demikian? Feminisme Islam: Genealogi, Tantangan, dan Prospek di Indonesia akan meyakinkan kamu bahwa dua hal itu nyatanya saling berkelindan dalam tatanan etik. Buku ini berisi kajian mendalam yang membahas tentang perkembangan feminisme di Indonesia sejak masa kolonialisme hingga poskolonialisme.

Sekilas tentang Penulis

Etin Anwar adalah seorang ahli di bidang humaniora interdisipliner dan dosen di Hobart and William Smith College, Geneva, New York, yang aktif menulis dan melakukan riset. Ia merupakan founder Reducates yang merupakan platform webinar dan networking untuk membagikan ilmu dan pertukaran budaya secara daring. Etin Anwar telah menulis buku dan artikel dalam jurnal internasional yang juga mengangkat isu perempuan dan feminisme khususnya di Indonesia. Bukunya yang berjudul Jati Diri Perempuan dalam Islam juga telah diterbitkan oleh Mizan pada tahun 2017. Karya terbarunya menawarkan wacana tentang pentingnya menjadi seorang perempuan Muslim dalam memperjuangkan kesetaraan gender.

Hasil Riset Selama 10 Tahun

Tahukah kamu? Etin Anwar sudah pernah menerbitkan buku ini sebelumnya dalam bahasa Inggris dengan judul A Genealogy of Islamic Feminism: Pattern and Change in Indonesia. Karyanya diterjemahkan oleh sahabat penulis, Profesor Nina Nurmila. Buku ini merupakan hasil riset selama 10 tahun tentang relasi antara gender, feminisme, dan Islam. Singkatnya buku ini mengeksplorasi bagaimana perempuan Muslim mempromosikan, memperlombakan, mewujudkan, dan membentuk kembali definisi kesetaraan yang sesuai pada zaman dan konteks mereka. Kita juga perlu menyadari bahwa feminisme sejalan dengan perubahan budaya yang ada.

5 Fase Perkembangan Feminisme di Indonesia

Dalam bukunya, Etin Anwar membagi tahap perkembangan feminisme di Indonesia menjadi 5 fase yaitu emansipasi, asosiasi, pembangunan, integrasi, dan penyebaran. Setiap fase menyoroti momen sejarah dan kondisi masa kini yang membentuk hubungan antara Islam dan feminisme. Etin Anwar juga menjabarkan bahwa feminisme kerap dipandang sebagai produk barat, sehingga sulit diterima masyarakat Timur Tengah dan Asia, termasuk Indonesia. Tentunya, pembaca akan mendapat pisau analisis baru untuk isu kesetaraan gender, feminisme, dan Islam usai membaca buku ini.

Akan Terbit Bulan Juni 2021

Jika kamu termasuk orang yang gelisah dengan situasi ketimpangan gender di Indonesia, masukkan Feminisme Islam dalam daftar bacaanmu. Kabar baiknya, penerbit Mizan akan meluncurkan buku hebat ini bulan depan. Kamu bisa mengikuti prapesannya dari tanggal 31 Mei—14 Juni 2021 di sini. Dapatkan bonus tanda tangan dan sapaan eksklusif dari sang penulis! Pantau terus info terbaru buku ini dari Instagram Bentang Pustaka.

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

© Copyright - Bentang Pustaka