cara melatih anak mandiri

Cara Melatih Anak Mandiri

Belum banyak orang tua yang memahami bagaimana cara melatih anak mandiri sejak kecil. Banyak juga orang tua yang menginginkan anaknya bisa mandiri sedini mungkin. Kemandirian anak dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah pola asuh orang tua.

cara melatih anak mandiri

Photo: Pixabay

Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu dituruti keinginannya oleh orang tua tentu akan tumbuh menjadi anak yang selalu bergantung kepada orang lain. Sebaliknya, orang tua yang terlalu banyak memberi larangan kepada anak justru membuat anak menjadi minder dan sulit percaya dengan dirinya sendiri. Jika sudah seperti ini, kemandirian anak akan sulit dicapai.

Melatih anak mandiri bukan hal yang mudah, karena orang tua perlu bersiap untuk menghadapi situasi-situasi yang kerap membuat lelah. Berikut beberapa cara melatih anak mandiri yang bisa diterapkan di rumah:

1. Biarkan Anak Bereksplorasi

Cara melatih anak mandiri yang pertama adalah izinkan anak bereksplorasi untuk mengenal lingkungannya. Masa saat anak berada di usia kurang dari 6 tahun biasanya mereka aktif sekali bergerak dan bertanya. Biarkan anak melakukan itu supaya mereka bisa belajar lebih banyak mengenai lingkungannya, sekaligus melatih kepercayaan diri. Hal ini sangat berpengaruh sekali untuk kemandiriannya.

Baca juga: Memberi Kepercayaan Pada Anak 

2. Melatih Anak Mandiri Tanpa Larangan

Anak yang sering bergerak aktif dan banyak bertanya biasanya akan membuat orang tua jengkel. Alhasil orang tua justru menyuruhnya diam. Larangan orang tua inilah yang akan mengecilkan rasa percaya diri anak. Cara lain yang bisa dilakukan orang tua untuk melatih anak mandiri adalah dengan menghindari larangan untuk anak. Meskipun begitu, orang tua tetap harus bisa tegas supaya anak tetap bisa belajar baik dan buruk.

3. Lakukan Stimulasi Sejak Dini untuk Melatih Anak Mandiri

Stimulasi merupakan tahapan penting dalam pertumbuhan anak, terutama untuk anak usia dini. Masa usia dini adalah waktu penting yang memberikan pengaruh besar terhadap tumbuh kembangnya di masa depan. Stimulasi yang baik dan maksimal sejak dini bisa membantu menciptakan kemandirian pada anak.

Stimulasi menjadi kebutuhan setiap anak supaya perkembangan mereka bisa maksimal. Penuhi kebutuhan stimulasi anak supaya tumbuh kembang mereka bisa maksimal dan kemandirian anak bisa tercapai. Ketahui lebih lanjut mengenai tips melakukan stimulasi untuk anak usia dini melalui buku Hari-Hari Montessori untuk Anak Usia Dini. Ikuti prapesannya di sini atau di Mizanstore.

Rapijali generasi Dee Lestari

Tiga Generasi dalam Rapijali

Dalam satu cerita utuh Rapijali, sering kali akan berkisah tentang drama pelik yang terpusat pada salah satu tokoh/generasi. Tokoh utama inilah yang biasanya akan mencerminkan genre novel tersebut. Kisah tokoh utama memberi identitas genre novel. Misalnya, novel tentang remaja, anak-anak, atau orang dewasa. Akan tetapi, hal itu berbeda dengan novel Rapijali. Melalui novel ini, Dee Lestari meramu sebuah drama yang melibatkan tiga generasi sekaligus.

Rapijali generasi Dee Lestari

Bertemu Generasi Rapijali: Yuda Alexander

Kisah tiga generasi dalam Rapijali dimulai dengan cerita Yuda Alexander. Pembaca Rapijali 1: Mencari pasti sudah tidak asing lagi dengan sosok ini. Ya! Dia adalah kakek Ping. Yuda Alexander digambarkan sebagai sosok yang pandai dalam bermusik dan mantan anggota band yang cukup terkenal pada eranya. Dari dialah bakat musik Ping mengalir. Yuda Alexander adalah orang yang dengan gigih berusaha menjamin masa depan Ping setelah ia tiada nanti.

Sebagai generasi yang paling tua, bayang-bayang kematian sering menghampirinya. Pada momen itulah orientasi hidup berubah. Prioritas utamanya adalah keluarga. Agaknya poin penting ini yang ingin Dee Lestari tanamkan pada diri pembaca melalui kisah generasi Yuda Alexander.

 

Baca juga : Memandang Dunia Politik Lewat Rapijali

Bertemu Generasi Guntur

Kisah tiga generasi dalam Rapijali berlanjut ke kisah Guntur. Guntur adalah ayah Ping. Guntur juga seorang politikus yang sedang mencalonkan diri menjadi gubernur DKI Jakarta. Kisah Guntur banyak dibahas dalam Rapijali 2: Menjadi. Kisahnya merupakan salah satu konflik besar yang membuat Rapijali 2: Menjadi seru untuk dibaca.

Melalui kisahnya, pembaca akan diajak menyelami betapa sibuk dan padatnya kehidupan generasi Guntur. Guntur seolah sedang dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan hidup antara karier dan keluarga. Usianya yang telah matang membuatnya cemerlang dalam meniti karier. Akan tetapi, ada keluarga yang juga harus ia jaga. Begitulah gambaran tantangan yang dihadapi oleh orang-orang pada generasi Guntur.

Bertemu Generasi Ping

Dalam Rapijali, Ping adalah generasi yang paling muda. Ia digambarkan sebagai sosok anak remaja kelas 12 SMA. Sebagaimana generasi seusia Ping, Ping juga merasakan banyak keresahan tentang masa depannya. Pada masa ini, biasanya seseorang akan dihadapkan pada kebimbangan dalam pilihan melanjutkan sekolah. Pilihan tentang sekolah yang lebih tinggi tentu juga dipengaruhi oleh bakat dan minat seseorang. Ping sebagai remaja yang berbakat dalam musik memiliki keinginan untuk melanjutkan sekolah musik. Akan tetapi, keinginannya itu berbenturan dengan situasi dan kondisinya.

Melalui novel Rapijali 2: Menjadi, Dee Lestari meramu dengan apik drama kehidupan dari tiga generasi tersebut. Penasaran dengan kisah kelanjutannya?

 

-Putri Maulita

 

rapijali bermusik dee lestari

Rapijali: Perpaduan Bakat Menulis dan Bermusik Dee Lestari

Menghasilkan sebuah karya bukanlah hal yang sederhana. Dalam proses produksi karya, bakat dan kerja keras saling memengaruhi. Oleh karena itu, ada proses panjang yang harus dilalui seorang kreator hingga karyanya selesai dan matang. Novel serial Rapijali adalah salah satu maha karya Dee Lestari. Menariknya, novel ini tidak hanya buah dari bakat menulis Dee melainkan juga bakat bermusiknya. Rapijali adalah perpaduan yang apik antara bakat menulis dan bermusik Dee Lestari.

Bakat Menulis Dee Lestari

Dee Lestari banyak menghasilkan buku best seller. Dee Lestari begitu luwes dalam menulis hingga karyanya dapat diminati oleh berbagai kalangan. Buku-bukunya pun telah banyak mendulang berbagai penghargaan. Salah satunya yaitu Filosofi Kopi, dinobatkan sebagai karya sastra terbaik tahun 2006 pada Penghargaan Sastra Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.

Bakat Bermusik Dee Lestari

Selain seorang penulis, Dee Lestari juga seorang musisi. Banyak lagu fenomenal yang lahir darinya. Lagu Perahu Kertas dan Tahu Diri yang dinyanyikan oleh Maudy Ayunda merupakan hasil karyanya. Selain itu, lagu Malaikat Juga Tahu dan Firasat yang sering menemani kegundahan dan kesedihan hati para penikmat musik ini juga hasil ciptaannya. Keren, bukan?

Baca juga: Proses Kreatif Dee Lestari: Dari Penulisan Rapijali hingga Masa Promosi

Perpaduan Bakat Menulis dan Bermusik dalam Rapijali

Novel serial Rapijali terbit pada tahun 2021. Saat ini novel Rapijali 1: Mencari dan Rapijali 2: Menjadi sudah beredar luas di pasaran. Sedangkan, untuk serial ketiga masih dalam proses penulisan. Melalui Rapijali, Dee Lestari seolah sedang menyandingkan bakatnya dalam menulis dan bermusik. Ia tidak hanya menulis, tetapi juga menciptakan lagu sebagai soundtrack dari novelnya.

Rapijali bercerita tentang kehidupan seorang remaja yang pandai bermusik. Tokoh-tokoh di dalamnya tergabung dalam sebuah band dan aktif menciptakan lagu. Dalam beberapa bagian, diceritakan pula bahwa tokoh-tokohnya juga menciptakan lagu mereka sendiri. Nah, lagu yang diciptakan dalam band atau diciptakan oleh tokoh secara pribadi sesungguhnya merupakan ciptaan Dee Lestari.

Hal ini tentu merupakan terobosan baru dalam dunia tulis-menulis. Biasanya kita mendapati soundtrack dalam film. Kali ini, kita akan mendapati soundtrack dalam novel. Melalui serial Rapijali, Dee Lestari membuktikan bahwa bakatnya dalam menulis dan bermusik dapat berjalan sejajar, beriringan, dan saling melengkapi dengan begitu indah.

-Putri Maulita

 

menghadapi quarter life crisis

Quarter Life Crisis dengan Wejangan Puitis

menghadapi quarter life crisis

Masa quarter life crisis sering kali menjadi masa yang penuh akan nasihat yang merujuk pada ungkapan inspiratif yang memuakkan. Ketika menghadapi masa-masa ini, orang-orang mungkin mengharapkan sesuatu yang tidak melulu menggurui. Sebab, masa-masa ini kamu tidak hanya berurusan dengan diri sendiri, tetapi juga menyeimbangkan hubungan dengan sesama. Segala hal yang menggurui mungkin justru menjadi bumerang bagi mereka yang berada di posisi ini. Di masa-masa quarter life crisis, kamu mungkin membutuhkan masukan yang tidak mendoktrin atau sebuah wejangan dengan penyampaian yang tidak biasa. Tidak sedikit dari mereka yang menghadapi masa-masa berat ini mencari ketenangan dan solusi dari bacaan mereka. Almustafa karya Kahlil Gibran sangat layak menjadi rekomendasi kamu.

Wejangan yang Reflektif

Quarter life crisis bisa disebut sebagai titik lelah dan jenuh. Kamu mungkin kehilangan semangat dan mempertanyakan jati dirimu. Menghadapi momen ini, bacaan di Almustafa karya Kahlil Gibran bisa menjadi opsi untuk solusi kamu. Sebab, kisah satu ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul di benakmu: perihal faktor-faktor yang kehilangan jawabannya. Almustafa menghadirkan rangkaian tema yang dimulai dari pertanyaan. Kahlil Gibran berdiri melalui tokoh utamanya, ia menjawab dengan pemaparan yang menjadi fasilitas bagi para pembacanya untuk berefleksi. Jawaban-jawaban yang tidak menohok dan menggurui.

Alasan lain kamu harus membaca Almustafa, baca di sini!

Tidak melulu perihal nasihat bermoral, karya ini sarat nasihat puitis. Seperti khas Kahlil Gibran, kalimat-kalimat di dalam prosa-puisi ini ditulis dengan keindahan yang memberimu kenyamanan saat membaca. Di setiap lembarannya, kamu akan menemui jawaban yang tetap inspiratif dan kaya akan motivasi. Refleksi dengan sesuatu yang implisit akan terdengar lebih menyenangkan daripada sesuatu yang terlalu memaksamu untuk berubah dalam waktu yang cepat. Menyenangkan dan menyamankan diri adalah yang penting di masa-masa ini

Hadapi Quarter Life Crisis dengan Ketenangan

Saat menghadapi quarter life crisis, kamu memerlukan waktu untuk meredam semua kegelisahanmu. Lingkungan dan pribadi yang tenang menjadi hal yang mendukungmu untuk melewati masa berat ini. Tidak perlu buru-buru, ambil jeda dan fasilitasi dirimu dengan asupan dan benda-benda yang membantu proses ini. Almustafa karya Kahli Gibran bisa kamu dapatkan di sini. Yuk, bekali dirimu dengan bacaan yang menenangkan dan mampu mendukungmu menghadapi masa quarter life crisis. Jangan kehilangan diri dan menjadi bahagia adalah hal yang penting. Selamat membaca!

Belenggu Romansa dan Relevansi Kondisi Masa Kini

Belenggu romansa pada masa kis

 

Ada banyak jenis belenggu romansa. Beberapa disebabkan oleh konflik internal seperti kepribadian dari kedua belah pihak. Dari kasus internal, masih dapat memiliki turunan konflik. Namun, beranjak dari konflik internal, ada pula yang disebabkan oleh konflik eksternal. Dalam konflik eksternal, sering kali belenggu menjadi sesuatu di luar kuasa dari kedua belah pihak yang menjalin hubungan. Seperti hierarki sosial, atau kasus seperti agama dan ras yang sering kali menjadi alasan pasangan-pasangan berpisah. Kasus eksternal menjadi faktor yang mampu berubah kadar keberpengaruhannya. Hal ini tentu diprakarsai oleh zaman dan era yang terjadi di masa itu. Hal ini bisa dilihat dari kisah Selma Karamy dan Gibran dalam Sayap-Sayap Patah, belenggu romansa mereka yang bersifat eksternal. Jika diterapkan di masa kini, mampu memunculkan tanda tanya, apakah yang terjadi pada keduanya masih relevan di masa kini?

Beda Masa Beda Belenggu Romansa

                Perubahan zaman banyak memberi pengaruh pola pikir. Pada zaman di era Gibran dan keluarga Karamy hidup, kelas sosial bisa jadi menjadi begitu penting untuk mempertimbangkan segala hal, tidak terkecuali persoalan pasangan hidup. Latar belakang sosial dan reputasi seseorang menjadi nilai utama seseorang dipilih menjadi rekan atau pasangan. Tidak hanya persoalan zaman persoalan wilayah dan adat istiadat juga begitu memengaruhi pola pikir. Belenggu-belenggu itu sebenarnya justru diciptakan oleh pola pikir yang dibangun di kelompok masyarakat setempat.

Namun, disamping itu, pada masa kini, faktor-faktor eksternal dari belenggu romansa yang terjadi di masa itu masih bisa ditemui. Tidak sedikit orang-orang yang masih mengaplikasikan adat istiadat dan pola pikir yang konservatif di masa kini. Nilai kebudayaan yang tidak mudah hilang meski penggunaannya dianggap tidak tepat. Kasus ini mampu menjadi pertanyaan yang tidak ada habisnya, masihkah belenggu romansa di ranah sosial masih relevan hingga saat ini? Masihkan kelas sosial menjadi nilai utama dari pemilihan pasangan hidup seperti pada kasus Selma Karamy dengan Gibran? Pertanyaan ini pun mampu menjadi pertanyaan yang sama sinisnya: apakah perbedaan zaman membuat masyarakat meninggalkan budaya yang ditanamkan?

Konflik yang Menyayat Hati

Tidak sedikti kasus Selma Karamy-Gibran yang terjadi di lingkungan masyakat era terkini. Masyarakat yang masih membatasi diri mereka sendiri karena kepercayaan dan kebiasaan yang dianut. Melalui Sayap-Sayap Patah, pembaca bisa melihat betapa berpengaruhnya pola pikir yang membentuk suatu zaman. Kisah cinta kedua tokoh milik Kahlil Gibran ini memberi suatu sudut pandang tentang belenggu romansa yang begitu menyedihkan dan menyayat perasaan. Belenggu yang di luar kuasa para pemilik hubungan itu sendiri.

Dapatkan bukunya di Mizan Store 

dewasa dan sebuah fase kehidupan

Membaca Kehidupan dengan Almustafa

Semakin dewasa, kehidupan manusia pun semakin kompleks. Ada kewajiban baru, rasa baru, bahkan pemikiran-pemikiran yang terus-menerus terbarukan. Tingkatan kompleksitas dalam hidup manusia sering kali membuat manusia itu kesulitan memahami dirinya sendiri. Persoalan jati diri, kemauan, dan kewajiban seolah saling tumpang tindih dan meminta untuk segera dituntaskan. Banyak pertanyaan yang tidak jarang hinggap di benak. Alih-alih menjawabnya dengan penjelasan yang tuntas, kita sebagai manusia justru menjawab dengan pertanyaan baru yang justru tidak menemukan jawabannya.

Persoalan Kehidupan Diri

Dimulai dari konflik internal manusia, seperti halnya akal dan pikiran. Hal-hal yang senantiasa lekat dengan kebiasaan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sesuatu yang bisa jadi tidak bisa dilepaskan dari identitas diri masing-masing orang. Lebih jauh sedikit, membicarakan perihal hubungan antarsesama, terhadap keluarga, orang yang dicintai, serta orang-orang yang kita anggap teman dan kerabat. Persoalan manusia yang tidak pernah berujung lainnya adalah hubungan dengan manusia lain yang meliputi kecocokan, bersinggungan, dan perasaan lainnya.

Di kehidupan dewasa pula, manusia akan memiliki satu rutinitas baru yang disebut pekerjaan. Rasa bosan akibat siklus tersebut mungkin pernah menjadi persoalan di benak kita. Untuk apa pekerjaan ini? apakah cocok untukku? Dan berbagai tanda tanya lain yang kadang diakhiri dengan kepasrahan sebagai jawabannya. Ketika sampai pada kasus ini, serangkaian fakta-fakta ekonomi memaksa kita untuk tetap terjun dalam bidang-bidang yang menimbulkan rasa tanpa aman dan nyaman. Pernahkan singgah di benakmu perihal gundah tersebut?

Dijawab dengan Keindahan Kata

Merangkum seluruh kegelisahan manusia dewasa dengan satu kepadatan karya yang luar biasa. Kahlil Gibran menjawab serangkaian pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan tulisan penuh kedamaian dan sarat akan cinta kasih yang kelembutan sebagai manusia. Manusia dengan segala hubungan yang pernah dijalaninya terhadap siapa pun dan apa pun. Persoalan antarsesama menjadi lebih tulus dan murni. Persoalan pekerjaan dan kewajiban menjadi hal yang hadir beriringan dengan rasa keikhlasan.

intip juga keindahan kata danaspek  inspiratif dalam Almustafa melalui https://bentangpustaka.com/pemaknaan-pada-sebuah-perjalanan/

Manusia berkaca bahwa menjadi dewasa adalah cara yang tidak terlampau buruk dengan segenap jawaban dari Almustafa yang ditulis dalam karya Kahlil Gibran ini. Dengan membaca karya sastra dunia yang satu ini, kita pun membaca kehidupan yang sedang membentang di hadapan kita.

sebuah ruangan yang menampilkan pementasan seni

Sebuah Kisah Cinta sebagai Seni Mendunia

Seperti lazimnya suatu seni, ada hal-hal yang kemudian terbangun atas keterhubungan.  Tidak terkecuali dalam karya sastra. Tulisan-tulisan yang memiliki ciri khas sebagai keunggulannya akan menarik perhatian dari pembacanya. Daya tarik itu sering kali hanya sebagai bahan perbincangan, pujian dari mulut ke mulut. Kumpulan manusia yang saling memberikan ulasan dan merekomendasikan bacaan yang baru saja mereka baca. Selanjutnya karya tersebut akan meluas dan terkenal di beberapa kalangan. Namun, ada pula bentuk lain dari apresiasi “daya tarik” yang telah didapatkan. Beberapa orang yang memiliki wewenang dan keahlian tidak jarang melakukan lebih, seperti membuat bentuk adaptasi yang baru untuk interpretasi pembacaan—atau bahkan buku bacaan tersebut. The Broken Wings karya Kahlil Gibran menjadi satu di antara sekian banyak karya yang mendapatkan keistimewaan tersebut.

Didaptasi ke Banyak Wahana

Sebagai suatu karya sastra yang besar dan mendunia, The Broken Wings diekori oleh nama penulisnya, yakni Kahlil Gibran. Karya ini menarik para pembacanya dari segala aspek, baik dalam tema besarnya, kisah cinta, atau penunjang-penunjang yang menjadikan karya tersebut semakin hidup. Para seniman tidak segan-segan datang sebagai tangan sambung untuk melebarkan kisah ini. Kisah yang mengandung konflik-konflik sosial dan peran perempuan ini memberi gambaran baru bagi para penyadurnya untuk lebih dari sekadar membahas kisah cinta. Karya-karya seni adaptasi buku ini berusaha melahirkan kembali The Broken Wings sebagai sesuatu yang lebih terlihat, yakni dalam bentuk visual.

Pada tahun 1964, novel ini diadapatasi menjadi suatu film dengan judul yang sama, yakni The Broken Wings. Film ini disutradarai oleh Yusuf Maloof dengan mengusung latar Arabians. Masih mengisahkan perihal kisah cinta Gibran dengan Salma, film ini juga memberi detail pada lingkungan sosial yang ada pada latar kisahnya. Dibuat dengan nuansa hitam putih memberi citra film klasik yang bisa menjadi representasi baru bagi karya sasta dunia yang satu ini. Selain itu, film ini juga telah disadur menjadi suatu drama musical dengan judul Broken Wings yang ditampilkan di London’s Theatre Royal Haymarket secara perdana.

Intip pelaksanaan pertunjukannya di https://brokenwingsmusical.com/

Karya Tulisnya yang Direkomendasikan

Segala bentuk adaptasi karya seni dapat menjadi tolak ukur keindahan dan daya tarik suatu karya sastra. The Broken Wings telah dialihbahasakan juga ke dalam banyak bahasa, termasuk ke dalam bahasa Indonesia. sebelum menikmati karya seni adaptasinya, puisi prosa karya Kahlil Gibran ini bisa menjadi rekomendasi bacaan untukmu.

the prophet

The Prophet: Sebuah Perjalanan yang Begitu Dicintai

The Prophet atau Sang Nabi merupakan karya dari sang sastrawan dunia, Kahlil Gibran yang terbit perdana pada tahun 1923. Setelah hampir 100 tahun terbit, karya ini telah dinikmati oleh banyak sekali pembaca dari seluruh dunia. Kahlil Gibran menuliskannya dengan tokoh utama yang begitu dikenal oleh dunia, yakni Sang Nabi. Seperti dalam judulnya. karya ini ditokohutamai oleh Sang Nabi, yang kemudian dikenal dengan Almustafa. Pada bukunya ini, Kahlil Gibran menuangkan banyak sekali masalah-masalah yang akan kerap ditemui oleh para manusia di bumi. Perihal cinta, rasa, hidup dan hal-hal yang menyertainya, bahkan perihal antarmanusia, orang tua kepada anak misalnya.

The Prophet yang Dicintai Semua Kalangan

Pembaca dunia merespons karya ini sebagai suatu karya yang sangat membangun. Hal ini bisa terlihat dari lalu lalang manusia yang ditemui oleh Sang Nabi agung di seluruh dunia. Digambarkan tanpa kecenderungan keyakinan apa pun membuat kisah ini bisa diterima oleh semua kalangan, terlebih kisahnya yang begitu inspiratif. Sebab, kehidupan sendiri menawarkan dan menyediakan banyak sekali pesan dan amanat dari setiap masalah, buku ini seolah merangkumnya menjadi satu kesatuan yang siap dikaji bersama. Kahlil Gibran melalui tokoh inspiratifnya ini, seolah-olah merangkum keseluruhan masalah yang ada dalam bait-bait indah yang dihasilkan oleh tangannya yang lihai. Sebuah karya yang dicintai dan dinikmati oleh banyak manusia, entah sebagai penghiburan atau sebagai sebenar-benarnya buku yang dipelajari.

Perjalanan yang dilakukan Sang Nabi membawa pembaca dalam satu pemahaman dan pemahaman lainnya. Beberapa hanya membaca dan menyimak. Atau bahkan lebih dari itu, pembaca senantiasa menelaah betul isi dalam buku tersebut. tidak hanya demikian, beberapa pihak telah mewujudkan buku bijak satu ini ke dalam bentuk yang lain, yakni film. Alih wahana buku prosa-puisi Kahlil Gibran ini membuktikan adanya ketertarikan dari masyarakat luas kepada karya sastra ini. suatu karya yang menjadi besar karena keindahan, kebijaksanaan yang ditawarkan dalam setiap pertemuan Sang Nabi.

The Prophet karya Kahlil Gibran telah hadir di dalam bahasa Indonesia dengan judul Almustafa. Dialihbahasakan oleh maestro dalam negeri, Sapardi Djoko Damono, yang telah mengenal betul seluk beluk sastra dan keindahan di dalamnya.

Dapatkan buku Almustafa di sini.

seorang perempuan yang merindukan kebebasan

Citra Perempuan dalam Balutan Kekangan Religi

Perihal status dan tingkatan perempuan seolah menjadi topik yang tidak ada habisnya. Perempuan dan lelaki seolah memiliki perbedaan atas keleluasaan, bahkan untuk diri mereka sendiri. Pemahaman dan pemikiran mengenai hal tersebut telah ada dan eksis dalam masyarakat secara umum. Proses awal dan pemulaannya, tidak diketahui pasti tepatnya. Namun, jika ditarik garis dari masa lalu, masa-masa yang dipercaya dalam beberapa kepercayaan, bahwa ada masa-masa ketika perempuan begitu menjadi “objek”. Menjadi sesuatu yang terkontrol penuh dari orang yang dianggap wali atau berhak atas setiap hak-haknya. Seiring berjalannya waktu, pemikiran ini tergerus oleh pemikiran-pemikiran baru, terutama dari mereka yang terkena imbas buruk atas keberadaan pola pikir yang sedemikian rupa.

Membongkar Atas Dasar Luka

Dalam Sayap-Sayap Patah, pemahaman ini dibuat sebagai sesuatu antagonis yang sedang diperangi oleh sang tokoh utama yang jelas memiliki posisi sebagai protagonis. Dalam kisah ini, tokoh Aku sekaligus narator menceritakan pasang surut perasaannya pada Selma Karamy. Selma Karamy adalah wanita yang dijelaskan sebagai anak dari latar belakang yang begitu spesial, sebab ayahnya merupakan keluarga Uskup. Latar belakang ini sekaligus menjadi ranjau bagi hubungan tokoh Aku dan Selma. Sebab, tidak mudah bagi Selma Karamy untuk bisa semaunya memilih pasangan. Latar belakang itu mengikatnya, dan merenggut haknya untuk memilih.

Sayap-Sayap patah dipercaya sebagai suatu kisah yang diambil dari kehidupan sang maestro dunia, Kahlil Gibran. Tokoh Selma Karamy disebut-sebut sebagai sosok yang berasal dari masa lalunya, sekaligus cintanya yang pertama. Meski harusnya diterima sebagai fiksi belaka, beberapa orang masih beranggapan bahwa tulisan ini adalah cara Kahlil Gibran mengritik pandangan sosial pada era tersebut.

Dibalut dengan Religi

Meski berusaha  membongkar, Kahlil tidak menghilangkan jati dirinya sebagai seorang penyair yang lihai dalam pemilihan kata. Dipilihnya serangkaian diksi yang indah, sehingga baik impresi pembaca terhadap Selma Karamy, kisah cinta antarkeduanya, bahkan kasus keagamaan yang membungkusnya menjadi begitu padu. Kisah dengan kasus citra perempuan dalam hal hak yang terenggut ini seperti yang akan mengingatkan pembaca pada beberapa kisah sejenis, seperti Romeo dan Juliet. Kisah membawa perempuan-perempuan mereka pada belenggu yang memberi mereka akhir yang begitu mengenaskan. Kisah ini mengantarkan keindahan pada pembaca, membeberkan pandangan Kahlil dengan balutan latar religi yang pas.

Dapatkan bukunya di  https://mizanstore.com/sayap-sayap_patah_republish_70424

Pemaknaan pada Sebuah Perjalanan

Bagi beberapa orang, perjalanan adalah bagian dari pembelajaran kehidupan. Sebuah pasang surut yang terus terjadi adalah sarana orang-orang merefleksikan diri mereka. Dalam karyanya yang satu ini, Kahlil Gibran menuliskan terkait pemahaman dan pemaknaan dalam kehidupan. Perjalanan identik dengan menemukan, penemuan baru, mendapatkan perspektif baru, dan penerimaan. Karya kondang yang berjudul The Prophet telah dialihbahasakan oleh Sapardi Djoko Damono dengan judul Almustafa. Tentu tanpa mengubah isi cerita, hanya lebih menyorot pada sang tokoh Almustafa, sang tokoh utama, melakukan perjalanan panjang yang memberi pemaknaan pada hal-hal yang ditemui dan terjadi di dalam perjalannya tersebut.  Almustafa membungkus refleksi dan konsumsi rohani dengan kalimat-kalimat puitis dan diksi yang indah.

Refleksi untuk Kualitas Diri

Sejatinya setiap hal yang terjadi dalam kehidupan adalah perjalanan itu sendiri. Buku-buku yang mengantarkan pada satu permasalahan ke permasalahan lainnya, atau perjalanan ke perjalanan lainnya membawa pembaca dalam interpretasi yang begitu luas. Seolah mendayung melampaui dua pulau, Almustafa mampu berperan sebagai perjalanan dalam sebuah buku, sekaligus buku yang mengusung penafsiran tentang perjalanan kehidupan. Sebuah paket kombo untuk self-help bagi mereka yang ingin meningkatkan kualitas diri dari buku yang mengusung topik konflik kehidupan. Kahlil Gibran dengan khas yang tidak menghakimi dan terlalu menggurui para pembacanya. Almustafa sebagai perpanjangan tangan untuk menyampaikan nilai moral pada kisah-kisah yang diusungnya. Segala penemuan dan perspektif yang bertolak belakang, dihadirkan sebagai media refleksi dan cermin untuk berkaca pada yang telah lalu.

The Prophet telah mengantarkan pembaca pada sebuah pemahaman tentang kehidupan dengan lebih menyenangkan. Almustafa tidak menempatkan dirinya sebagai mahatahu yang menyebalkan. Kahlil Gibran menjadikan tokoh utamanya ini sebagai figur yang membumi dan penuh pengertian. Sebab itulah, karya yang nyaris berusia seratus tahun ini telah menarik perhatian para pembaca dari seluruh dunia dan terus memberi nilai kehidupan dengan diksi-diksi yang indah. Almustafa bisa menjadi rekomendasi bacaan pada krisis-krisis kedirian, juga sebagai pembaruan refleksi diri yang sederhana tetapi berdampak besar.

Dapatkan buku Almustafa: di https://mizanstore.com/al_mustafa_republish_70454

 

© Copyright - Bentang Pustaka