Berselingkuh Lewat Situs

Life is short, have an affair …” Ashley Madison

Saat kasus Monica Lewinsky mencuat menjadi berita paling menggemparkan dari gedung putih pada masa Presiden Bill Clinton, kamus Oxford mencatat sebuah lema baru, to do a hillary, ke dalam kamusnya yang terkenal. Hillary, yang dengan sangat mudah kita tebak berasal dari nama pasangan Bill Clinton, yaitu Hillary Clinton, dianggap sosok luar biasa yang dapat memberikan permaafan pada pasangan yang selingkuh. To do a Hillary artinya berlapang dada, meskipun sakitnya tuh luar biasa. Namun, tidak semua bisa memaafkan tentunya, salah satunya sekelompok orang yang menamakan dirinya Impact Team yang baru saja meretas situs selingkuh Ashley Madison.

Dalam banyak informasi yang tersebar di ragam portal berita di internet, disebutkan ada 2 motif utama mengapa peretas melakukan aksinya membobol Ashley Madison dan membocorkan kepada publik 37 juta akun penggunanya secara online. Kedua motif itu adalah pertama, menawarkan selingkuh pada pasangan yang telah menikah adalah tidak etis, kedua, garansi pengelola platform yang beroperasi di bawah induk perusahaan bernama Avid Life Media, yang menyatakan bahwa user yang terdaftar dengan membayar iuran sebesar 19 dolar jejak digitalnya akan aman dan terhapus selamanya, adalah janji palsu. Tim Impact tidak saja sukses membobol data pengguna berupa nama, alamat email, nomor kartu kredit dan informasi personal lainnya, lebih dari itu situs selingkuh ini juga dipastikan melakukan penipuan. Salah satunya dengan memalsukan jumlah pengguna perempuan yang sesungguhnya. Menurut sejumlah analis sebanyak 95% laki-laki di situs ini tidak pernah berhasil selingkuh. Kasihan.

Apa yang menarik dari serangan terhadap situs Ashley Madison ini adalah perhatian si peretas bahwa selingkuh adalah keliru secara etika. Jika ini terjadi di dunia Timur, yang masih diasosiasikan sebagai wilayah yang masih kuat menjaga tradisi dan budaya, tentu bukan hal yang aneh (atau Jangan-jangan kita bahkan lebih Barat daripada orang Barat sendiri?), tetapi di belahan dunia Barat yang maju mendapati bahwa nilai sebuah perkawinan masih dianggap mulia adalah satu hal yang istimewa. Pada saat hak-hak individual dirayakan dan kebebasan berpendapat ditahbiskan sebagai sesuatu yang suci, sekelompok peretas yang menyerang berdasarkan nilai-nilai etik adalah pengingat bahwa kebebasan tidaklah serupa dengan kebablasan.

Aksi peretasan situs selingkuh ini bisa jadi luar biasa unik (konon pelakunya perempuan), jika mengingat target serangan Hacktivist biasanya informasi super-rahasia milik badan militer, kawat diplomatik sebuah negara dan informasi lainnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Yang paling kontroversial di antaranya adalah Julian Assange dan Edward Snowden. Sebagai founder wikileaks. Julian Assange adalah orang pertama yang paling diinginkan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk diekstradisi. Assange adalah contoh epik seorang peretas yang membocorkan banyak informasi diplomatik rahasia milik Amerika serikat kepada publik, dan karenanya diburu dan bersembunyi di kompleks kedutaan besar Ekuador. Pengikutnya, Edward Snowden, juga merilis informasi teramat sensitif tentang aksi badan keamanan nasional Paman Sam yang masuk lewat pintu belakang banyak perusahaan teknologi informasi raksasa yang memiliki jumlah pengguna sampai miliaran. Anda dan banyak pengguna aplikasi gratisan, bayangkan akibatnya jika data kita yang rahasia dapat dengan mudah dijual kepada siapa pun?!

Pada zaman informasi dewasa ini privasi pengguna adalah harga mutlak. Tetapi mungkinkah privasi kita masih bisa dijaga pada abad internet? Jamie Bartlett penulis asal Inggris melaporkan sejumlah fakta bahwa sekarang ini muncul sebuah kekuatan misterius di internet yang berkembang semakin mainstream. Internet misterius itu dinamakan Darknet. Namanya mengindikasikan seolah sebuah kekuatan gelap yang berada jauh di dalam jaringan (deep web) yang menawarkan surga bagi mereka yang ingin menyamarkan dan atau menghilangkan identitasnya. Dengan metode terhubung ke dalam jaringan yang eksklusif, menggunakan browser yang juga khusus seperti TOR, pengguna darknet selain tidak mudah dikenali, bahkan akan sulit dilacak karena lokasi IP address dipingpong ke sana kemari untuk mengacaukan pencari jejak, semacam interpol atau penegak hukum lainnya. Konten dalam darknet saking misteriusnya bahkan tidak dapat diindeks oleh Google, Bing, Duckduckgo, dan mesin pencari lainnya. Konon di sinilah surga para aktivis, para penjual narkoba dan senjata, serta beragam konten yang tidak kita bayangkan ada dan dijual bebas termasuk pornografi.

Dalam usianya yang pendek, Ashley Madison mengingatkan kita bahwa jejak digital siapa pun akan selalu tertinggal di dalam jaringan. Pada saat yang sama ide bisnis ini juga berhasil menunjukkan sisi terlemah manusia yang sering kali tidak tahan pada godaan dan manipulasi hasrat. Lagi pula siapa yang sanggup melewatkan kesenangan dalam hidup yang teramat singkat ini. Aih, dasar manusia.

@salmanfaridi “Life is short, have an affair …” Ashley Madison

Saat kasus Monica Lewinsky mencuat menjadi berita paling menggemparkan dari gedung putih pada masa Presiden Bill Clinton, kamus Oxford mencatat sebuah lema baru, to do a hillary, ke dalam kamusnya yang terkenal. Hillary, yang dengan sangat mudah kita tebak berasal dari nama pasangan Bill Clinton, yaitu Hillary Clinton, dianggap sosok luar biasa yang dapat memberikan permaafan pada pasangan yang selingkuh. To do a Hillary artinya berlapang dada, meskipun sakitnya tuh luar biasa. Namun, tidak semua bisa memaafkan tentunya, salah satunya sekelompok orang yang menamakan dirinya Impact Team yang baru saja meretas situs selingkuh Ashley Madison.

Dalam banyak informasi yang tersebar di ragam portal berita di internet, disebutkan ada 2 motif utama mengapa peretas melakukan aksinya membobol Ashley Madison dan membocorkan kepada publik 37 juta akun penggunanya secara online. Kedua motif itu adalah pertama, menawarkan selingkuh pada pasangan yang telah menikah adalah tidak etis, kedua, garansi pengelola platform yang beroperasi di bawah induk perusahaan bernama Avid Life Media, yang menyatakan bahwa user yang terdaftar dengan membayar iuran sebesar 19 dolar jejak digitalnya akan aman dan terhapus selamanya, adalah janji palsu. Tim Impact tidak saja sukses membobol data pengguna berupa nama, alamat email, nomor kartu kredit dan informasi personal lainnya, lebih dari itu situs selingkuh ini juga dipastikan melakukan penipuan. Salah satunya dengan memalsukan jumlah pengguna perempuan yang sesungguhnya. Menurut sejumlah analis sebanyak 95% laki-laki di situs ini tidak pernah berhasil selingkuh. Kasihan.

Apa yang menarik dari serangan terhadap situs Ashley Madison ini adalah perhatian si peretas bahwa selingkuh adalah keliru secara etika. Jika ini terjadi di dunia Timur, yang masih diasosiasikan sebagai wilayah yang masih kuat menjaga tradisi dan budaya, tentu bukan hal yang aneh (atau Jangan-jangan kita bahkan lebih Barat daripada orang Barat sendiri?), tetapi di belahan dunia Barat yang maju mendapati bahwa nilai sebuah perkawinan masih dianggap mulia adalah satu hal yang istimewa. Pada saat hak-hak individual dirayakan dan kebebasan berpendapat ditahbiskan sebagai sesuatu yang suci, sekelompok peretas yang menyerang berdasarkan nilai-nilai etik adalah pengingat bahwa kebebasan tidaklah serupa dengan kebablasan.

Aksi peretasan situs selingkuh ini bisa jadi luar biasa unik (konon pelakunya perempuan), jika mengingat target serangan Hacktivist biasanya informasi super-rahasia milik badan militer, kawat diplomatik sebuah negara dan informasi lainnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Yang paling kontroversial di antaranya adalah Julian Assange dan Edward Snowden. Sebagai founder wikileaks. Julian Assange adalah orang pertama yang paling diinginkan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk diekstradisi. Assange adalah contoh epik seorang peretas yang membocorkan banyak informasi diplomatik rahasia milik Amerika serikat kepada publik, dan karenanya diburu dan bersembunyi di kompleks kedutaan besar Ekuador. Pengikutnya, Edward Snowden, juga merilis informasi teramat sensitif tentang aksi badan keamanan nasional Paman Sam yang masuk lewat pintu belakang banyak perusahaan teknologi informasi raksasa yang memiliki jumlah pengguna sampai miliaran. Anda dan banyak pengguna aplikasi gratisan, bayangkan akibatnya jika data kita yang rahasia dapat dengan mudah dijual kepada siapa pun?

Pada zaman informasi dewasa ini privasi pengguna adalah harga mutlak. Tetapi mungkinkah privasi kita masih bisa dijaga pada abad internet? Jamie Bartlett penulis asal Inggris melaporkan sejumlah fakta bahwa sekarang ini muncul sebuah kekuatan misterius di internet yang berkembang semakin mainstream. Internet misterius itu dinamakan Darknet. Namanya mengindikasikan seolah sebuah kekuatan gelap yang berada jauh di dalam jaringan (deep web) yang menawarkan surga bagi mereka yang ingin menyamarkan dan atau menghilangkan identitasnya. Dengan metode terhubung ke dalam jaringan yang eksklusif, menggunakan browser yang juga khusus seperti TOR, pengguna darknet selain tidak mudah dikenali, bahkan akan sulit dilacak karena lokasi IP address dipingpong ke sana kemari untuk mengacaukan pencari jejak, semacam interpol atau penegak hukum lainnya. Konten dalam darknet saking misteriusnya bahkan tidak dapat diindeks oleh Google, Bing, Duckduckgo, dan mesin pencari lainnya. Konon di sinilah surga para aktivis, para penjual narkoba dan senjata, serta beragam konten yang tidak kita bayangkan ada dan dijual bebas termasuk pornografi.

Dalam usianya yang pendek, Ashley Madison mengingatkan kita bahwa jejak digital siapa pun akan selalu tertinggal di dalam jaringan. Pada saat yang sama ide bisnis ini juga berhasil menunjukkan sisi terlemah manusia yang sering kali tidak tahan pada godaan dan manipulasi hasrat. Lagi pula siapa yang sanggup melewatkan kesenangan dalam hidup yang teramat singkat ini. Aih, dasar manusia.

@salmanfaridibentang

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta