Cak Nun, Kekaguman yang Tak Lekang oleh Waktu

Arus BawahEmha Ainun Nadjib atau yang biasa disapa dengan sebutan Cak Nun adalah tokoh intelektual Islam Indonesia yang unik. Dimensi yang ia geluti begitu beragam. Mulai dari bidang kesenian, agama, politik, budaya, ekonomi, hingga pendidikan ia sentuh melalui karya-karyanya. Tak heran ia mendapat berbagai macam sebutan seperti Budayawan, Kyai, Seniman, Penyair, Pekerja Sosial, pemain teater, dll.

Mungkin berbagai sebutan dan predikat untuk Cak Nun itu bisa kita rangkum menjadi satu, yaitu Tokoh Perubahan Indonesia. Karena apapun yang beliau lakukan selalu mengandung unsur rekonstruksi pemikiran, budaya, komunikasi, dan perspektif masyarakat. Jika meminjam istilah Jokowi, mungkin beliau dapat disebut sebagai tokoh Revolusi Mental Indonesia. Meski sebenarnya juga kurang tepat karena bukan hanya mental yang beliau rekonstruksi namun lebih luas dari itu. Dengan segala kontribusi yang sudah Cak Nun berikan pada bangsa Indonesia ini, tidak berlebihan rasanya jika kita menggadangnya sebagai Tokoh Perubahan Indonesia.

Ah, mari kita tidak menambah-nambah kepusingan mengenai predikat yang tepat bagi tokoh yang multi talenta ini. Cukup kita sebut ia sebagai Cak Nun.

Islam moderat

Meski Cak Nun seringkali bicara mengenai islam, namun karya-karya nya tidak lantas hanya dapat dipahami dan diamini oleh umat muslim. Karena meski dengan latar Islami, nilai yang Cak Nun sampaikan sangatlah moderat dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sosial secara umum. Sebagai contoh, simaklah kutipan berikut ini dari buku ‘Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai’,anggukan ritmis

“Guru yang bukan murid itu Riya’ dan sombong. Murid yang bukan guru itu goblok. Kiai yang bukan santri itu sok. Santri yang bukan kiai itu pasti tidak maju-maju. Seorang bapak harus menaati anaknya. Oleh karena itu, si bapak harus mendidik anaknya untuk menjadi pribadi yang pantas untuk ditaati…”

Dari kutipan di atas, dapat kita lihat betapa moderatnya pemikiran Cak Nun mengenai hubungan hierarkis antar-manusia. Berbeda dengan anggapan umum bahwa dalam pesantren dan sekolah, terdapat susunan hierarkis yang saklek dan satu arah. Bahkan dalam beragama, seorang yang sudah ‘pantas’ disebut kiai pun masih perlu belajar dari siapapun dan apapun.

Pemikiran-pemikiran menarik ala Cak Nun ini telah dikemas dalam berbagai buku kumpulan esai nya. Kumpulan esai ini telah terbit dari tahun 1980-an dan menjadi inspirasi bagi para pemikir progresif Indonesia.

Sedang Tuhan pun cemburuTiga buku terkenal Cak Nun yang sudah sangat sulit dicari di pasaran kini diterbitkan ulang oleh Bentang Pustaka. Yaitu Arus Bawah, Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai, dan Sedang Tuhan Pun Cemburu. Ketiga buku ini berisi kumpulan esai Cak Nun yang sarat dengan ide-ide dan pemikiran menarik. Meski buku-buku ini sudah ditulis dan diterbitkan satu dasawarsa yang lalu, namun substansinya masih sangat relevan dengan kehidupan masyarakat indonesia sekarang. Pemikiran yang filosofis memang tidak mudah digusur oleh zaman. Begitupun dengan Cak Nun yang masih setia berkontribusi bagi perubahan di masyarakat.

Talitha Fredlina Azalia | @tithawesome Arus BawahEmha Ainun Nadjib atau yang biasa disapa dengan sebutan Cak Nun adalah tokoh intelektual Islam Indonesia yang unik. Dimensi yang ia geluti begitu beragam. Mulai dari bidang kesenian, agama, politik, budaya, ekonomi, hingga pendidikan ia sentuh melalui karya-karyanya. Tak heran ia mendapat berbagai macam sebutan seperti Budayawan, Kyai, Seniman, Penyair, Pekerja Sosial, pemain teater, dll.

Mungkin berbagai sebutan dan predikat untuk Cak Nun itu bisa kita rangkum menjadi satu, yaitu Tokoh Perubahan Indonesia. Karena apapun yang beliau lakukan selalu mengandung unsur rekonstruksi pemikiran, budaya, komunikasi, dan perspektif masyarakat. Jika meminjam istilah Jokowi, mungkin beliau dapat disebut sebagai tokoh Revolusi Mental Indonesia. Meski sebenarnya juga kurang tepat karena bukan hanya mental yang beliau rekonstruksi namun lebih luas dari itu. Dengan segala kontribusi yang sudah Cak Nun berikan pada bangsa Indonesia ini, tidak berlebihan rasanya jika kita menggadangnya sebagai Tokoh Perubahan Indonesia.

Ah, mari kita tidak menambah-nambah kepusingan mengenai predikat yang tepat bagi tokoh yang multi talenta ini. Cukup kita sebut ia sebagai Cak Nun.

Islam moderat

Meski Cak Nun seringkali bicara mengenai islam, namun karya-karya nya tidak lantas hanya dapat dipahami dan diamini oleh umat muslim. Karena meski dengan latar Islami, nilai yang Cak Nun sampaikan sangatlah moderat dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sosial secara umum. Sebagai contoh, simaklah kutipan berikut ini dari buku ‘Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai’,anggukan ritmis

“Guru yang bukan murid itu Riya’ dan sombong. Murid yang bukan guru itu goblok. Kiai yang bukan santri itu sok. Santri yang bukan kiai itu pasti tidak maju-maju. Seorang bapak harus menaati anaknya. Oleh karena itu, si bapak harus mendidik anaknya untuk menjadi pribadi yang pantas untuk ditaati…”

Dari kutipan di atas, dapat kita lihat betapa moderatnya pemikiran Cak Nun mengenai hubungan hierarkis antar-manusia. Berbeda dengan anggapan umum bahwa dalam pesantren dan sekolah, terdapat susunan hierarkis yang saklek dan satu arah. Bahkan dalam beragama, seorang yang sudah ‘pantas’ disebut kiai pun masih perlu belajar dari siapapun dan apapun.

Pemikiran-pemikiran menarik ala Cak Nun ini telah dikemas dalam berbagai buku kumpulan esai nya. Kumpulan esai ini telah terbit dari tahun 1980-an dan menjadi inspirasi bagi para pemikir progresif Indonesia.

Sedang Tuhan pun cemburuTiga buku terkenal Cak Nun yang sudah sangat sulit dicari di pasaran kini diterbitkan ulang oleh Bentang Pustaka. Yaitu Arus Bawah, Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai, dan Sedang Tuhan Pun Cemburu. Ketiga buku ini berisi kumpulan esai Cak Nun yang sarat dengan ide-ide dan pemikiran menarik. Meski buku-buku ini sudah ditulis dan diterbitkan satu dasawarsa yang lalu, namun substansinya masih sangat relevan dengan kehidupan masyarakat indonesia sekarang. Pemikiran yang filosofis memang tidak mudah digusur oleh zaman. Begitupun dengan Cak Nun yang masih setia berkontribusi bagi perubahan di masyarakat.

Talitha Fredlina Azalia | @tithawesomeBentang

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta